“`html
JAKARTA, RAGAMUTAMA.COM – Kementerian Pariwisata telah mengambil langkah proaktif dengan mengundang Badan Pengelola Geopark Kaldera Toba untuk melakukan serangkaian diskusi intensif. Fokus utama pembahasan adalah respons terhadap peringatan “yellow card” atau kartu kuning yang dikeluarkan oleh UNESCO.
Inisiatif pemanggilan ini merupakan tindakan cepat dari pemerintah sebagai tanggapan atas evaluasi yang kurang memuaskan terkait tata kelola kawasan Geopark Kaldera Toba, yang merupakan bagian integral dari UNESCO Global Geopark.
Pertemuan penting ini diselenggarakan di Jakarta, menghadirkan tokoh kunci, termasuk General Manager Badan Pengelola Kaldera Toba UNESCO Global Geopark, Azizul Kholis.
Selama sesi diskusi, Azizul memberikan paparan detail mengenai kronologi terbitnya kartu kuning tersebut, serta menguraikan rencana perbaikan yang tengah disiapkan secara matang menjelang asesmen ulang dari pihak UNESCO.
“Gubernur Sumatera Utara telah menunjukkan perhatian serius dan komitmen tinggi untuk mengembalikan posisi Geopark Kaldera Toba kembali ke status ‘green card’,” ungkap Azizul, sebagaimana dikutip dari siaran pers Kemenpar pada Jumat, 16 Mei 2025.
Ia juga menjelaskan bahwa pihaknya memerlukan waktu sekitar dua bulan untuk menuntaskan berbagai catatan perbaikan yang telah disampaikan oleh UNESCO. Penilaian ulang dari UNESCO dijadwalkan akan berlangsung pada tanggal 15 Juli 2025.
Mengapa Geopark Kaldera Toba Kena Kartu Kuning?
Geopark Kaldera Toba awalnya memperoleh pengakuan sebagai UNESCO Global Geopark berkat keistimewaan geologisnya, kekayaan nilai budaya yang dimilikinya, dan potensinya dalam memberdayakan masyarakat lokal.
Namun, dalam sidang UNESCO Global Geopark yang diselenggarakan di Maroko pada bulan September 2023, kawasan ini menerima peringatan berupa “yellow card.”
Peringatan serupa juga diberikan kepada empat geopark lainnya di seluruh dunia, termasuk Gua Zhijindong yang terletak di Tiongkok dan Taman Nasional Regional Luberon yang berada di Prancis.
Pemberian kartu kuning ini mengindikasikan bahwa pengelolaan geopark yang bersangkutan dinilai belum sepenuhnya memenuhi beberapa kriteria esensial yang telah ditetapkan oleh UNESCO.
Kriteria tersebut mencakup berbagai aspek, mulai dari pelestarian warisan geologi, peningkatan visibilitas kawasan, penguatan jejaring kerja sama, hingga peningkatan peran serta aktif masyarakat lokal dalam pengembangan kawasan.
Bagaimana Langkah dari Kemenpar?
Menanggapi situasi ini, Kementerian Pariwisata, melalui Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur, Hariyanto, meyakinkan bahwa pemerintah pusat telah merumuskan serangkaian tindakan nyata untuk menjawab rekomendasi yang diberikan oleh UNESCO.
“Geopark Kaldera Toba, dengan potensi luar biasanya sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan, harus dikelola secara cermat dan sesuai dengan standar internasional yang telah ditetapkan oleh UNESCO,” tegasnya.
Hariyanto menambahkan bahwa komunikasi intensif terus-menerus dilakukan dengan Gubernur Sumatera Utara, yang juga menjabat sebagai ketua Badan Pengelola Toba Caldera UNESCO Global Geopark (BPTCUGP), untuk memastikan dukungan maksimal dari pemerintah daerah.
UNESCO telah memberikan empat poin utama yang perlu diperbaiki agar Kaldera Toba dapat kembali meraih status “green card,” yaitu:
- Warisan geologi dan interpretasinya: Diperlukan diversifikasi narasi geologi dan perluasan survei.
- Warisan alam, budaya, dan buatan: Diperlukan identifikasi dan inventarisasi yang lebih komprehensif.
- Visibilitas dan kemitraan: Mendorong peningkatan kualitas panel interpretasi dan penguatan identitas kawasan.
- Jejaring dan pelatihan: Diharapkan adanya peningkatan kolaborasi dengan geopark-geopark lain di Indonesia.
Untuk mendukung upaya perbaikan ini, Kementerian Pariwisata telah menyusun program-program prioritas yang mencakup pembuatan panel interpretasi di berbagai geosite, penyelenggaraan acara-acara MICE (Meetings, Incentives, Conferences, and Exhibitions), serta revitalisasi geosite yang ada, seperti Monkey Forest Sibaganding dan Geosite Pulau Sibandang.
Tidak hanya itu, pemerintah juga telah mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2024 sebesar Rp 56,6 miliar untuk mendukung pengembangan Geopark Kaldera Toba secara keseluruhan.
Dana tersebut dialokasikan kepada delapan kabupaten yang berada di dalam kawasan Danau Toba, yaitu: Dairi, Karo, Simalungun, Tapanuli Utara, Toba, Pakpak Bharat, Humbang Hasundutan, dan Samosir.
Kemenpar juga memberikan jaminan bahwa mereka akan terus mendampingi proses penyusunan siteplan geosite yang direncanakan akan dilaksanakan pada tahun 2026 sebagai bagian dari penguatan struktur manajemen geopark secara keseluruhan.
Apa Harapan Pemerintah?
Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana menegaskan kembali dukungan penuh dari pemerintah pusat terhadap seluruh proses perbaikan Geopark Kaldera Toba, dengan tujuan agar sesuai dengan ekspektasi yang ditetapkan oleh UNESCO.
Menpar menyampaikan bahwa pemerintah menyadari bahwa status UNESCO Global Geopark membawa tanggung jawab yang besar, dan Kemenpar berkomitmen untuk terus mendampingi dan memfasilitasi pemerintah daerah dalam memenuhi setiap persyaratan dan rekomendasi yang telah diberikan oleh UNESCO.
“Geopark Kaldera Toba memiliki potensi yang luar biasa, dan kami berharap pengelolaannya yang berkelanjutan akan memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat lokal dan sektor pariwisata Indonesia secara keseluruhan,” ujar Menparekraf.
Kemenpar menegaskan komitmennya untuk terus memantau dan mendukung setiap langkah perbaikan yang dilakukan. Harapannya, Kaldera Toba tidak hanya mampu mempertahankan statusnya sebagai geopark dunia, tetapi juga menjadi contoh teladan dalam pengelolaan kawasan wisata berkelanjutan di Indonesia.
“`