Sektor Manufaktur China Terkontraksi Signifikan: Data April 2025 Mengkhawatirkan

Avatar photo

- Penulis

Kamis, 1 Mei 2025 - 01:23 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jakarta, RAGAMUTAMA.COM – Indeks Manajer Pembelian (PMI) resmi Tiongkok anjlok ke angka 49,0, titik terendah sejak Mei 2023. Penurunan ini menandai kontraksi pertama sejak Januari, mengakhiri tren ekspansi yang tercatat pada Maret 2025. Data tersebut dirilis Biro Statistik Nasional Tiongkok pada Rabu (30/4/2025).

Angka tersebut meleset dari prediksi analis yang memperkirakan PMI akan berada di 49,8, menurut survei Reuters. Penurunan tajam ini terjadi setelah lonjakan ekspor Tiongkok bulan lalu, sebagai upaya mengantisipasi tarif baru dari Amerika Serikat (AS). Kini, tekanan eksternal akibat perang dagang memicu gejolak baru di sektor manufaktur.

“Kontraksi ini disebabkan perubahan drastis dalam lingkungan eksternal dan faktor-faktor lainnya,” ujar Zhao Qinghe dari Biro Statistik Nasional, seperti dikutip dari CNN Internasional, Rabu (30/4/2025).

Tiongkok Menolak Berkomentar Mengenai Bantuan Korea Utara kepada Rusia

Tiongkok Menolak Berkomentar Mengenai Bantuan Korea Utara kepada Rusia

1. Permintaan, Produksi, dan Ekspor Tiongkok Menurun Tajam

Subindeks produksi dan pesanan baru masing-masing jatuh ke 49,8 dan 49,2, menunjukkan melemahnya permintaan. Sementara itu, harga bahan baku dan harga output juga turun menjadi 47,0 dan 44,8. Tekanan ini menandakan hilangnya momentum pemulihan industri sejak awal tahun.

Pesanan ekspor baru anjlok ke 44,7, level terendah sejak akhir 2022 ketika pandemi masih berlangsung. Lapangan kerja juga menyusut di hampir semua sektor, kecuali sektor jasa yang naik sedikit namun masih berada di zona kontraksi dengan indeks 46,8. Sektor non-manufaktur juga terdampak, dengan PMI jasa dan konstruksi melemah ke 50,4.

Baca Juga :  Direktur Anak Usaha SMGR Meninggal Dunia: Kabar Duka dari Danantara

Di sektor swasta, PMI Caixin/S&P Global juga melambat menjadi 50,4 dari 51,2 bulan sebelumnya. Meskipun masih di atas ambang ekspansi, perlambatan ini mencerminkan tekanan yang meluas, bahkan dalam survei non-pemerintah.

2. Tarif Trump Mengganggu Perdagangan dan Mengancam PDB Tiongkok

Presiden AS Donald Trump telah menerapkan tarif tambahan sebesar 145 persen terhadap barang-barang Tiongkok, sebagian besar mulai berlaku pada April ini. Hal ini menyebabkan tarif kumulatif untuk beberapa produk melonjak hingga 245 persen. Sebagai tanggapan, Tiongkok memberlakukan tarif balasan sebesar 125 persen dan menyebut tindakan AS sebagai “permainan angka yang tidak berarti.”

Ekonom Morgan Stanley, Chetan Ahya, menyatakan bahwa arus perdagangan Tiongkok-AS telah “sangat terganggu.” Ia mencatat penurunan tajam jumlah kapal kontainer dari Tiongkok ke AS dalam beberapa minggu terakhir. Akibatnya, ekspor tahunan Tiongkok ke AS mengalami kontraksi signifikan.

Nomura, perusahaan jasa keuangan yang berbasis di Jepang, memperkirakan 2,2 persen PDB Tiongkok langsung terdampak oleh tarif tersebut. Selain itu, sekitar 9 juta lapangan kerja di sektor manufaktur berada dalam risiko. Pemerintah Tiongkok telah berjanji akan memberikan bantuan fiskal dan moneter untuk sektor-sektor yang paling terdampak.

Baca Juga :  Deadline Negosiasi AS, IHSG Siap Terbang? Cek Faktanya!

Tiongkok Meminjamkan Batuan Bulan ke Universitas AS yang Didanai NASA

Tiongkok Meminjamkan Batuan Bulan ke Universitas AS yang Didanai NASA

3. Tiongkok Menggencarkan Stimulus Terbatas, Namun Belum Sepenuhnya Agresif

Wakil Ketua Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional, Zhao Chenxin, mengatakan Tiongkok memiliki “cadangan kebijakan yang cukup.” Pemerintah disebut akan mempercepat pelaksanaan kebijakan ekonomi yang telah disusun. Namun, Beijing sejauh ini hanya menggelontorkan stimulus secara terbatas dan masih enggan untuk meluncurkan dukungan berskala nasional.

Langkah-langkah yang telah diambil termasuk pelonggaran akses kredit untuk usaha kecil dan menengah serta insentif konsumsi. Tiongkok juga memberikan pembebasan tarif untuk beberapa barang AS seperti farmasi, peralatan antariksa, semikonduktor, dan etana. Di sisi lain, Trump juga menandatangani perintah eksekutif untuk membebaskan tarif tambahan atas mobil asing dan produk elektronik.

“Dampak kompensasi tarif mungkin akan membutuhkan stimulus dua kali lipat tahun ini,” kata Dan Wang, Direktur China di Eurasia Group, seperti dikutip dari CNBC Internasional, Rabu (30/4/2025).

Ia memperkirakan ekspor Tiongkok ke AS akan turun hingga setengahnya akibat perang dagang yang belum mereda.

22 Orang Meninggal Dunia Akibat Kebakaran di Restoran Tiongkok

22 Orang Meninggal Dunia Akibat Kebakaran di Restoran Tiongkok

Berita Terkait

Emas Antam Hari Ini: Harga Naik Jadi Rp 1.968.000
Harga Emas Antam Hari Ini Naik! Cek Rincian Lengkapnya di Sini
MR DIY RUPST: Laba Ditahan, Dana Cadangan Wajib Naik
Rekomendasi Saham BBCA, ELSA, KLBF, UNVR: Potensi Cuan Senin Ini!
BI Rate Turun, Kok Bunga Kredit Bank Digital Masih Mahal?
PTBA Bagi Dividen Rp332 Per Saham, Catat Jadwalnya!
NICL Bagi Dividen Rp15, Peluang Investasi Saham Nikel?
Emiten Healthcare: Kenapa Sekarang ‘Tertatih’, Tapi Tetap Cuan Jangka Panjang?

Berita Terkait

Senin, 16 Juni 2025 - 09:37 WIB

Emas Antam Hari Ini: Harga Naik Jadi Rp 1.968.000

Senin, 16 Juni 2025 - 09:17 WIB

Harga Emas Antam Hari Ini Naik! Cek Rincian Lengkapnya di Sini

Senin, 16 Juni 2025 - 07:12 WIB

MR DIY RUPST: Laba Ditahan, Dana Cadangan Wajib Naik

Senin, 16 Juni 2025 - 06:57 WIB

Rekomendasi Saham BBCA, ELSA, KLBF, UNVR: Potensi Cuan Senin Ini!

Senin, 16 Juni 2025 - 05:47 WIB

BI Rate Turun, Kok Bunga Kredit Bank Digital Masih Mahal?

Berita Terbaru

finance

Emas Antam Hari Ini: Harga Naik Jadi Rp 1.968.000

Senin, 16 Jun 2025 - 09:37 WIB