Berikut adalah artikel yang telah ditingkatkan:
Phuket Dikeluhkan Turis Akibat Penggunaan Ganja yang Merajalela, Citra Pariwisata Thailand Terancam
JAKARTA – Legalisasi ganja di Thailand sempat digadang-gadang sebagai daya tarik wisata baru. Namun, di Phuket, salah satu destinasi paling populer, situasi justru berbalik. Penggunaan ganja yang kian merajalela di tempat-tempat umum telah memicu gelombang keluhan dari para wisatawan, mengubah potensi daya tarik menjadi penghambat pariwisata. Pulau ini, dengan lebih dari 1.500 toko ganja resmi, kini menghadapi dampak negatif yang signifikan, mendorong perusahaan wisata setempat untuk mendesak adanya zonasi ketat.
Menanggapi laporan yang terus berdatangan, para pejabat setempat telah mengadakan pertemuan dengan perwakilan sektor swasta pada Kamis, 19 Juni 2025. Senator Parinya Wongcherdkwan secara langsung menerima banyak keluhan publik terkait maraknya penggunaan ganja untuk rekreasi di area wisata utama seperti Patong. Kekhawatiran utama datang dari wisatawan keluarga, di mana banyak orang tua mengaku menghindari lokasi tertentu akibat asap ganja yang pekat dan penjualan makanan olahan ganja seperti kue, brownies, dan jeli, yang berpotensi membahayakan jika dikonsumsi anak-anak.
Ironisnya, upaya penegakan hukum telah dilakukan. Polisi dari kantor Patong, bekerja sama dengan pejabat kesehatan masyarakat, telah melakukan berbagai penggerebekan, menangkap sejumlah operator toko yang menjual produk ganja tanpa izin sah. Namun demikian, masalah tak berhenti di situ. Satjapon Thongsom, wakil ketua Kamar Dagang Phuket, mengungkapkan bahwa bahkan toko ganja berizin pun kerap menghadapi keluhan dari restoran di sekitarnya, menyoroti konflik kepentingan antarbisnis.
Dampak buruk ini tidak hanya dirasakan di tingkat lokal. Asosiasi Turis Phuket melaporkan bahwa agen tur di berbagai negara kini telah menyampaikan kepada anggotanya tentang asosiasi Thailand dengan penggunaan ganja yang meluas. Citra ini sangat tidak diinginkan, terutama bagi segmen wisatawan keluarga yang mencari liburan aman dan nyaman tanpa paparan zat adiktif.
Melihat kondisi ini, sektor swasta mendesak pihak berwenang untuk meningkatkan kontrol terhadap ganja, salah satunya dengan membatasi lokasi penggunaannya. Data dari kantor kesehatan masyarakat provinsi menunjukkan skala masalah ini: dari total 1.495 toko ganja di Phuket, 752 di antaranya berada di distrik Muang, 520 di Kathu, dan 223 di Thalang. Jumlah yang masif ini menegaskan urgensi regulasi lebih lanjut.
Sebagai negara Asia pertama yang mendekriminalisasi ganja pada tahun 2022, Thailand berambisi menciptakan ekonomi ganja baru di bawah dorongan Anutin Charnvirakul, pemimpin Partai Bhumjaithai (BJT) yang kala itu menjabat Menteri Kesehatan Masyarakat. Ia menghapus ganja dari daftar narkotika melalui pengumuman menteri. Namun, di balik ambisi tersebut, ketiadaan undang-undang dan peraturan yang jelas sejak awal telah menciptakan kekosongan regulasi yang berujung pada kekacauan. Tiga tahun berselang, rancangan undang-undang spesifik mengenai ganja belum juga disahkan, mencerminkan bahwa isu ini bukan prioritas di tengah gejolak politik yang terjadi.
Kini, di tengah desakan publik dan sektor pariwisata, terdapat secercah harapan untuk regulasi yang lebih ketat. Pada bulan Mei, Menteri Kesehatan Masyarakat Somsak Thepsutin dari Partai Pheu Thai yang berkuasa mengindikasikan bahwa jika rancangan undang-undang baru disahkan, pengguna ganja di Thailand akan diwajibkan memiliki sertifikat medis. Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa penggunaan ganja hanya diperuntukkan bagi tujuan medis, sebuah upaya untuk mengembalikan citra pariwisata Thailand dan menarik kembali segmen pasar yang sempat beralih ke negara lain.