Catatan ini masih menjadi bagian dari kisah perjalanan kami berdua menjelajahi dunia.
Saya kembali mengajak Anda, para Pembaca setia, untuk ikut serta dalam petualangan kami ke berbagai belahan bumi. Semoga pengalaman ini dapat menginspirasi setiap individu yang tengah berjuang keras untuk mewujudkan impian mereka.
Dalam kesempatan kali ini, kami mengikuti tur menuju Grand Canyon, sebuah keajaiban alam yang terletak tidak jauh dari Las Vegas, Amerika Serikat.
Perjalanan menuju Grand Canyon kami tempuh dengan bus, dan setibanya di sana, kami memilih helikopter sebagai sarana untuk mengelilingi keindahan ngarai tersebut. Pilihan ini memungkinkan kami untuk menikmati pemandangan spektakuler Grand Canyon secara menyeluruh dan dari sudut pandang yang istimewa.
Grand Canyon adalah ngarai raksasa yang membentang megah di kawasan Sierra Nevada.
Luas ngarai ini berkali-kali lipat dibandingkan Ngarai Sianok di Bukittinggi, yang sering kami kunjungi di masa lalu.
Untuk menikmati pengalaman mengelilingi Grand Canyon dengan helikopter, tersedia berbagai pilihan tarif, mulai dari 150 hingga 500 dolar Amerika Serikat.
Helikopter yang kami tumpangi berkapasitas enam orang penumpang ditambah seorang pilot. Selain biaya tiket sebesar 150 dolar, memberikan tip kepada pilot merupakan sebuah kebiasaan yang berlaku.
Bagi mereka yang belum pernah mengunjungi Amerika Serikat, mungkin akan merasa heran mengapa harus memberikan tip setelah membayar tiket helikopter.
Di Amerika, pemberian tip adalah hal yang umum dan diharapkan dalam berbagai situasi, mulai dari makan di restoran, menggunakan taksi, hingga layanan bus.
Kunjungan kami ke Grand Canyon bukan sekadar perjalanan wisata biasa, melainkan bagian dari upaya kami mewujudkan impian untuk menyaksikan tujuh keajaiban dunia.
Kami berenam menaiki helikopter, memastikan sabuk pengaman terpasang dengan benar, dan dibantu oleh co-pilot untuk memasang headphone.
Penggunaan headphone ini sangat penting karena suara mesin helikopter sangat bising, dan headphone berfungsi untuk melindungi pendengaran dari kerusakan.
Helikopter mulai terbang, memasuki wilayah ngarai dengan pemandangan yang luar biasa. Pesawat terbang mendekat dan menukik, seolah-olah hampir bersentuhan dengan tebing-tebing curam. Manuver ini membuat para penumpang terpukau dan takjub. Tanpa terasa, satu jam penerbangan dengan helikopter hampir usai. Pilot memberitahu bahwa kami akan segera mendarat di landasan semula.
Kesimpulan:
Terbang melintasi ngarai yang megah dengan helikopter terasa begitu singkat. Keindahan yang kami saksikan terpatri kuat dalam ingatan kami berdua.
Kami berdua merasa sangat bersyukur kepada Tuhan karena satu demi satu impian kami telah menjadi kenyataan. Bahkan, impian untuk mengunjungi The Seventh Wonder of the World telah terwujud.
Seperti yang telah saya sampaikan sebelumnya, tulisan ini bukan bertujuan untuk memamerkan diri, melainkan untuk berbagi kebahagiaan.
Dan sekaligus diharapkan dapat menjadi motivasi bagi semua orang yang sedang berjuang untuk meraih impian hidup masing-masing. Bahwa jika kita yakin dengan sepenuh hati, mau belajar dengan tekun, dan pantang menyerah, sungguh bagi Tuhan, nothing is impossible. Kami berdua adalah contoh nyata yang telah membuktikan hal ini berkali-kali.
Jadi, tidak cukup hanya berani bermimpi besar saja, tetapi juga yakin dengan sepenuh hati dan siap untuk bekerja keras demi mewujudkan impian hidup masing-masing.
Terima kasih kepada seluruh sahabat Kompasianer yang telah meluangkan waktu untuk membaca tulisan saya. Salam sayang dan doa, semoga sukses mencapai cita-citanya.
4 April 2025.
Salam saya,
Roselina.
