RAGAMUTAMA.COM – Ketegangan kembali meningkat di kawasan Asia Tenggara setelah Thailand dilaporkan menggunakan peluru beris dalam serangan militer yang diarahkan ke wilayah Kamboja. Aksi tersebut menuai kritik tajam dari pemerintah Kamboja yang menyebut tindakan itu telah melampaui batas dan melanggar prinsip-prinsip hukum internasional.
Menurut juru bicara Kementerian Pertahanan Kamboja, Maly Socheata, pada 25 Juli, militer Thailand melakukan penggerebekan di tujuh titik di dalam wilayah Kamboja, termasuk dua lokasi yang dilaporkan mengalami serangan bom. Pemerintah Kamboja menyatakan bahwa penggunaan jenis amunisi seperti itu merupakan pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional, terutama Konvensi Munisi Curah (CCM).
Menanggapi kritik tersebut, perwakilan militer Thailand, Winthai Suwaree, menjelaskan bahwa negaranya hanya mengerahkan peluru beris dalam situasi yang sangat diperlukan. “Kami tidak menggunakan peluru tersebut secara sembarangan. Senjata itu hanya ditujukan untuk menyerang target militer strategis, guna meningkatkan efektivitas operasi kami,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa meski peluru tersebut dapat meledak berurutan setelah mengenai sasaran, namun tidak semuanya langsung meledak. Bahkan ada yang tidak aktif dan tetap berada di tanah, menciptakan risiko tersendiri. Thailand sendiri menegaskan bahwa mereka tidak terikat oleh Konvensi Munisi Curah karena belum menjadi anggotanya.
Peluru beris atau munisi curah dikenal sebagai senjata yang menyebarkan puluhan hingga ratusan proyektil kecil ke area yang luas. Mekanisme ini membuat daya rusaknya lebih besar dibandingkan dengan bom konvensional. Namun, karakteristik ini juga menjadikan peluru beris sebagai ancaman jangka panjang bagi penduduk sipil, terutama jika tidak semuanya meledak saat digunakan.
Ketika peluru semacam ini gagal meledak, mereka tetap menyimpan potensi bahaya, karena dapat meledak kapan saja saat disentuh, bahkan bertahun-tahun setelah konflik berakhir. Data yang dihimpun menunjukkan bahwa sekitar 60 persen korban dari senjata ini terjadi dalam kehidupan sehari-hari di luar zona tempur, dengan sepertiganya adalah anak-anak yang sering kali mengira munisi tersebut sebagai mainan.
Kondisi ini membuat banyak negara internasional berkomitmen untuk menghentikan penggunaan senjata sejenis. Hingga saat ini, lebih dari 120 negara telah menandatangani dan meratifikasi Konvensi Munisi Curah, dengan tujuan melarang produksi, penyimpanan, penggunaan, dan distribusi senjata tersebut. Sejak konvensi diberlakukan pada tahun 2008, tercatat sekitar 99 persen dari cadangan senjata jenis ini telah dihancurkan.
Sayangnya, baik Thailand maupun Kamboja belum bergabung dalam perjanjian internasional tersebut. Hal ini membuat upaya global untuk menghapuskan penggunaan senjata berbahaya seperti peluru beris masih menemui tantangan serius, terutama di kawasan dengan riwayat konflik perbatasan yang belum sepenuhnya selesai.