Ragamutama.com – , Bandung – Tersembunyi di Cikancung, Kabupaten Bandung, Gunung Pangradinan menawarkan petualangan fleksibel bagi para pendaki, memungkinkan mereka untuk memilih antara pengalaman mendaki seharian (tektokan) atau berkemah di sabana puncaknya yang menawan.
Akses menuju Gunung Pangradinan cukup mudah dengan satu jalur pendakian yang dimulai dari Lapangan Padaringan. Untuk menikmati keindahan gunung ini, setiap pengunjung dikenakan tiket masuk sebesar Rp 10.000 per orang, sudah termasuk air minum kemasan. Tersedia pula area parkir dengan tarif Rp 20.000 untuk motor dan Rp 30.000 untuk mobil. Bagi yang membutuhkan, layanan ojek gunung siap mengantar dengan biaya mulai dari Rp 50.000, bergantung pada kondisi jalan dan cuaca. Sepanjang jalur, fasilitas pendukung seperti warung, musala, dan toilet tersedia untuk kenyamanan pendaki. Pengelola juga menyediakan penyewaan berbagai perlengkapan mendaki dan berkemah, mulai dari tenda, kompor, lampu, matras, hingga sleeping bag.
Camping di Puncak Anieum
Bagi para pencinta alam yang ingin merasakan keindahan malam di ketinggian, Puncak Anieum atau Puncak 1 menjadi destinasi utama untuk berkemah di Gunung Pangradinan. Sabana yang luas di puncaknya menawarkan pemandangan terbuka, ideal untuk menikmati gemerlap citylight cekungan Bandung dari kejauhan, atau menyaksikan indahnya matahari terbit dan terbenam. Dadang Sopiandi, selaku pengelola, mengungkapkan bahwa Puncak Anieum pernah menampung hingga 150 tenda saat puncak musim libur Lebaran, menunjukkan kapasitasnya yang memadai.
Untuk pendaki yang tidak membawa perlengkapan kemah, pengelola menyediakan layanan sewa tenda dengan harga bervariasi, mulai dari Rp 80.000 untuk tenda single layer hingga Rp 100.000 untuk double layer, sudah termasuk biaya pemasangan. Penting untuk dicatat bahwa penyewaan dilakukan secara satuan, bukan paket. Disarankan untuk melakukan pemesanan minimal H-1 melalui akun Instagram resmi @gunungpangradinan atau akun @dadangsopiandidadang untuk memastikan ketersediaan.
Ayunan yang menjadi spot foto favorit wisatawan saat mendaki ke Gunung Pangradinan, 16 Juli 2025. Tempo/Siti Labibah Fitriana
Di puncak, sebuah warung beratapkan ijuk siap menyambut pendaki dengan beragam pilihan makanan dan minuman. Mulai dari mi rebus hangat, cuanki, makanan ringan, hingga minuman dingin tersedia untuk mengisi kembali energi. Warung ini juga menjual kayu bakar seharga Rp 15.000 per ikat, sempurna untuk menghangatkan diri di api unggun malam hari. Namun, ada satu hal krusial yang perlu diperhatikan: Gunung Pangradinan tidak memiliki sumber air alami. Seluruh kebutuhan air, baik untuk minum maupun keperluan di toilet, bersumber dari air kemasan yang disediakan warung. Oleh karena itu, sangat disarankan bagi setiap pengunjung untuk membawa persediaan air yang cukup dari rumah atau membeli dalam jumlah banyak sebelum memulai pendakian, terutama jika berencana untuk berkemah.
Tektokan di Gunung Pangradinan
Bagi pendaki yang memilih untuk mendaki Gunung Pangradinan secara tektokan atau pulang-pergi dalam sehari, pengalaman ini tetap bisa dinikmati dengan maksimal asalkan fisik cukup prima dan waktu pendakian direncanakan sejak pagi. Meskipun jalur pendakian tidak terlalu panjang, medannya didominasi oleh tanjakan dan area berbatu yang cukup menguras tenaga, terutama bagi pendaki pemula atau yang jarang berolahraga.
Sebelum memulai pendakian, sangat dianjurkan untuk melakukan pemanasan ringan guna mencegah kram atau cedera. Lebih baik lagi jika rutin berolahraga beberapa hari sebelumnya untuk membantu tubuh beradaptasi. Saat mendaki, jika merasa lelah, beristirahatlah di tempat teduh dan jangan memaksakan diri. Jalur Gunung Pangradinan yang cukup terbuka menyebabkan energi cepat terkuras, dan suhu bisa terasa menyengat menjelang siang. Oleh karena itu, disarankan memakai pakaian quick dry yang menyerap keringat serta topi atau buff untuk melindungi kepala dari terik matahari. Jangan lupa membawa air minum yang cukup dari bawah, mengingat tidak ada sumber air di jalur maupun puncak. Gunung setinggi 1.236 meter di atas permukaan laut (mdpl) ini memiliki jalur yang jelas namun tetap menantang di beberapa titik. Banyak pendaki memilih tektokan karena keterbatasan waktu, seperti Jihan, mahasiswa Unpad yang datang bersama teman-teman SMA-nya. “Kita baru merencanakan (mendaki Gunung Pangradinan) kemarin. Tahu infonya dari TikTok, jadi milih tektokan dulu. Bawa camilan dan air putih, terus di warung juga beli mi rebus,” ujar Jihan usai menjelajahi puncak Gunung Pangradinan pada Rabu, 16 Juli 2025. Mendaki tektokan memang terasa lebih ringan dari segi logistik, namun tetap menuntut stamina dan perencanaan waktu yang matang agar pengalaman pendakian tetap menyenangkan dan tidak melelahkan.
Gunakan Perlengkapan yang Memadai
Terlepas dari durasi pendakian, pengelola Gunung Pangradinan selalu menekankan pentingnya membawa dan menggunakan perlengkapan yang memadai. Kondisi suhu di puncak bisa sangat dingin dan angin cukup kencang, terutama saat bermalam. “Kebanyakan tuh orang kurang safety seperti di peralatan. Namanya alam terbuka kan nggak memandang setinggi apapun serendah apapun (ketinggian gunung) tetap saja alam terbuka,” tegas Dadang. Berkat kesiapsiagaan tim pengelola, semua kasus hipotermia yang terjadi sejauh ini berhasil ditangani dengan baik tanpa adanya korban serius. Namun, hal ini menjadi pengingat tegas bagi wisatawan: meskipun durasi pendakian Gunung Pangradinan relatif singkat, perlengkapan mendaki dan berkemah yang layak tetap wajib disiapkan sebagai antisipasi gangguan kesehatan lainnya.
SITI LABIBAH FITRIANAPilihan Editor: 7 Rekomendasi Glamping Bandung untuk Liburan Akhir Tahun