Sejak kapan memori masa lalu bisa begitu kuat memanggil? Bagi saya, jawabannya adalah saat menonton film *Mission Impossible* bulan lalu, yang tiba-tiba membangkitkan kerinduan akan nuansa nu metal era 2000-an, khususnya lagu-lagu awal dari Limp Bizkit.
Di antara banyak *soundtrack* film *Mission Impossible* yang berkesan, “Take a Look Around” dari Limp Bizkit memiliki tempat istimewa di hati saya. Berbeda dengan “Dreams” oleh The Cranberries yang sudah dirilis sebelum film *Mission Impossible* pertama dan juga muncul di *You’ve Got Mail*, “Take a Look Around” dirancang khusus sebagai lagu tema untuk *Mission Impossible II*. Kekhasannya terletak pada integrasi melodi ikonik serial *Mission Impossible* karya Lalo Schifrin. Meskipun liriknya sering dianggap kasar, *riff* gitar dalam lagu ini begitu mudah melekat dan vokal Fred Durst berhasil menyatukan sisi melodis dan gahar secara sempurna.
Limp Bizkit adalah salah satu pilar yang mewarnai masa kecil saya, terutama di era keemasan *nu metal*. Ada masa di mana saya begitu menggemari mereka, mengoleksi album, bahkan mencari majalah khusus yang membahas band-band *nu metal* seperti Limp Bizkit, Korn, dan Slipknot. Meski kemudian preferensi musik saya lebih condong ke Slipknot, Limp Bizkit tetap memiliki posisi penting dalam memori musikal saya.
Di luar “Take a Look Around” dan “Nookie”, “Break Stuff” menjadi lagu Limp Bizkit lain yang tak pernah absen dari daftar putar saya. Terkadang, lagu ini bahkan muncul sebagai *prelude* sebelum intro “Take a Look Around” mengalun. Bisa dibilang, “Break Stuff” adalah favorit pribadi saya dari diskografi mereka. Kejutan menyenangkan datang saat menyaksikan I Prevail, band pembuka konser Bring Me The Horizon, yang membawakan *cover* “Break Stuff”. Musiknya yang dinamis dan *riff* gitar yang seru memang selalu berhasil menarik perhatian, meskipun saya akui liriknya terbilang cukup provokatif.
Terlepas dari berbagai kritik dan kebencian yang mungkin Limp Bizkit terima di negara asalnya, apresiasi saya terhadap mereka tak pernah pudar. Sayang sekali, kesempatan menonton konser mereka di Bali terlewatkan. Namun, ada satu sosok yang paling saya kagumi dari band ini: Wes Borland, sang gitaris brilian. Dialah arsitek di balik *riff-riff* memukau yang menjadi ciri khas Limp Bizkit.
Sama seperti para personel Slipknot, Wes Borland dikenal dengan citra panggungnya yang eksentrik. Ia sering tampil dengan topeng atau riasan wajah yang unik, menciptakan penampilan yang aneh sekaligus memukau. Menariknya, di balik semua dandanan panggung yang mencolok itu, ia adalah sosok yang terlihat kalem dan biasa saja dalam kesehariannya.
Meski namanya mungkin kurang populer dibandingkan gitaris ikonik dari Slipknot, Korn, atau Metallica, Wes Borland adalah gitaris yang sering kali *underrated*. Permainan gitarnya sangat lincah, dengan kemampuan jenius dalam merangkai nada-nada yang mudah dicerna namun tetap inovatif. Bakatnya bahkan diakui hingga ke ranah kultur pop dan game, termasuk referensinya dalam dunia *League of Legends*.
Menyaksikan setiap penampilan Wes Borland, baik bersama Limp Bizkit maupun proyek solonya, selalu menjadi pengalaman yang menarik. Dari penampilannya yang terus berubah hingga permainan gitarnya yang jenius, ia adalah sebuah anomali yang patut diapresiasi. Untuk benar-benar memahami kehebatannya, saya sangat merekomendasikan untuk mendengarkan kembali *riff* gitarnya yang ikonik dalam lagu “Break Stuff”.