Ragamutama.com – , Jakarta – Brigadir Jenderal Wahyu Yudhayana, Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadispenad), memberikan penjelasan terkait surat pengerahan prajurit untuk membantu pengamanan di lingkungan kejaksaan. Beliau menegaskan bahwa penugasan ini bukanlah sesuatu yang bersifat istimewa atau khusus. TNI, menurutnya, akan senantiasa bertindak profesional dan proporsional dalam menjalankan setiap tugas yang diamanahkan.
“Ini adalah bagian dari sinergi pengamanan yang bersifat rutin dan lebih mengarah pada tindakan pencegahan. Hal serupa juga sudah beberapa kali dilaksanakan sebelumnya,” ungkap Brigjen Wahyu melalui pesan singkat kepada Tempo, Minggu, 11 Mei 2025.
Brigjen Wahyu merujuk pada Undang-Undang TNI Pasal 47 ayat 1 dan 2 yang memberikan landasan hukum bagi personel TNI untuk menduduki jabatan di Kementerian atau Lembaga, termasuk Kejaksaan Agung. Beliau menyoroti keberadaan struktur jabatan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (Jampidmil) di dalam Kejaksaan Agung sebagai contoh konkret.
Menurut Kadispenad, selama ini kegiatan pengamanan yang dilakukan merupakan wujud kerja sama dengan satuan lain. Ke depannya, kerja sama ini akan diresmikan dalam bentuk formal antar instansi. “Kehadiran personel TNI dalam tim pengamanan adalah bentuk dukungan terhadap struktur yang sudah ada dan pelaksanaannya diatur secara hierarkis,” jelasnya.
Dasar dari pengamanan institusi kejaksaan ini adalah Telegram Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto tertanggal 5 Mei 2025. Telegram tersebut menegaskan dukungan TNI dalam memastikan kelancaran dan keamanan pelaksanaan tugas penegakan hukum, baik di tingkat Kejaksaan Tinggi (Kejati) yang mengawasi hukum di tingkat provinsi, maupun Kejaksaan Negeri (Kejari) yang bertugas di wilayah kabupaten/kota.
Telegram Panglima TNI tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak melalui surat kepada para Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam). Salinan telegram KSAD tertanggal 6 Mei 2025 yang diperoleh Tempo, menunjukkan rencana penugasan 1 SST (Satuan Setingkat Peleton), atau sekitar 30 personel, di kantor Kejaksaan Tinggi. Selain itu, 1 regu, yang terdiri dari sekitar 10 personel, akan ditempatkan di kantor Kejaksaan Negeri.
KSAD menginstruksikan kepada Satuan Tempur (Satpur) dan Satuan Bantuan Tempur (Satbanpur) Angkatan Darat di masing-masing wilayah untuk mempersiapkan personel yang akan ditugaskan dalam pengamanan kejaksaan. Jika kebutuhan personel tidak dapat dipenuhi, Pangdam diwajibkan untuk berkoordinasi dengan satuan Angkatan Laut maupun Angkatan Udara yang berada di wilayahnya.
Brigjen Wahyu menjelaskan bahwa telegram yang dikeluarkan Panglima TNI termasuk kategori Surat Biasa (SB). Inti dari surat tersebut adalah mengenai kerja sama pengamanan di lingkungan Kejaksaan.
Terkait dengan penempatan 1 peleton untuk pengamanan Kejaksaan Tinggi dan 1 regu untuk Kejaksaan Negeri, Brigjen Wahyu menjelaskan bahwa jumlah tersebut merupakan gambaran sesuai dengan struktur yang telah disiapkan. Dalam praktiknya, jumlah personel yang bertugas secara teknis akan disesuaikan dengan kebutuhan, biasanya dalam kelompok dua hingga tiga orang.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menyatakan bahwa pengerahan personel TNI merupakan bentuk dukungan terhadap Kejaksaan dalam menjalankan tugas-tugasnya. Saat ditanya mengenai apakah pengamanan oleh TNI di wilayah kejaksaan akan mengikuti jam kerja pegawai, Harli menjelaskan bahwa hal tersebut masih dalam tahap pembahasan. “Sedang dirumuskan, akan ada rapat-rapat tindak lanjut,” ujarnya.
Namun, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai bahwa penempatan personel TNI di lingkungan kejaksaan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Mereka berpendapat bahwa tugas dan fungsi TNI seharusnya difokuskan pada pertahanan negara, dan tidak terlibat dalam ranah penegakan hukum yang merupakan wewenang instansi sipil seperti kejaksaan. Terlebih lagi, hingga saat ini belum ada regulasi yang mengatur perbantuan TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP), termasuk bagaimana tugas perbantuan tersebut dilaksanakan.
Menurut Koalisi, risalah sidang dan revisi UU TNI yang disahkan pada 20 Maret 2025, secara tegas menyatakan bahwa penambahan Kejaksaan Agung hanya berlaku khusus untuk Jampidmil. Mereka menilai bahwa Surat Perintah Panglima TNI tidak mematuhi ketentuan tersebut, karena pengerahan pasukan bersifat umum untuk semua Kejati dan Kejari.
“Penempatan personel TNI ini semakin memperkuat indikasi adanya intervensi militer dalam ranah sipil, khususnya di bidang penegakan hukum,” demikian pernyataan Koalisi yang dikutip dari rilis yang dikirimkan oleh Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, pada Minggu, 11 Mei 2025. Koalisi yang terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum dan Kontras ini juga berpendapat bahwa pengerahan TNI ke kejaksaan semakin memperkuat kekhawatiran masyarakat akan kembalinya dwifungsi TNI setelah UU TNI direvisi.
Pilihan Editor: Ramai-ramai Menggugat UU TNI