SMS vs Telepon: Kapan Harus Pilih yang Mana?

Avatar photo

- Penulis

Kamis, 19 Juni 2025 - 18:18 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Di era serba digital ini, pilihan cara kita berkomunikasi semakin kaya. Dulu, saat opsi terbatas, raja mengirim utusan untuk memanggil patihnya, dan surat dibalas surat. Kini, dengan kemudahan pesan teks, telepon, video call, email, hingga bertukar gambar dan video, kita justru seringkali dihadapkan pada kebingungan: bagaimana cara terbaik untuk berinteraksi?

Misalnya, jika seseorang menelepon berkali-kali tanpa kita jawab, apakah langsung menelepon balik adalah solusi terbaik? Atau sebaiknya kirim pesan singkat terlebih dahulu untuk menjelaskan alasan ketidaktersediaan kita? Memahami preferensi komunikasi yang tepat menjadi kunci utama.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gaya Komunikasi

Gaya komunikasi seseorang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti usia, latar belakang budaya, dan kepribadian. Mari kita telaah satu per satu.

Usia seringkali menjadi penentu utama. Generasi muda cenderung lebih nyaman dengan pesan teks, memberikan mereka kendali penuh atas waktu dan cara merespons. Riset Webex menunjukkan bahwa lebih dari 70% Gen Z dan Milenial lebih memilih pesan teks daripada panggilan telepon. Bahkan, di Asia, generasi muda cenderung menunda membalas pesan dari orang tua mereka, sebagai cara untuk mengatur energi emosional dalam berkomunikasi, seperti yang dilaporkan oleh Channel News Asia.

Sebaliknya, survei YouGov 2023 menemukan bahwa hanya 19% orang dewasa berusia 18-24 tahun yang memilih telepon untuk berkomunikasi dengan orang terdekat. Angka ini melonjak menjadi 35% di kalangan usia 55 tahun ke atas. Mengapa demikian? Kebiasaan, kenyamanan mendengar suara, dan keinginan menghindari kesalahpahaman menjadi alasan utama. Orang yang lebih tua juga cenderung memilih layanan pelanggan berbasis telepon daripada chatbot, menegaskan pentingnya interaksi langsung bagi mereka.

Selain usia, budaya juga memegang peranan penting. Antropolog Edward T. Hall membagi masyarakat menjadi dua spektrum: konteks tinggi (high-context) dan konteks rendah (low-context). Masyarakat konteks tinggi, lazim di Asia dan Afrika, mengandalkan komunikasi nonverbal dan tidak langsung. Sementara masyarakat konteks rendah, seperti di Amerika dan Eropa, lebih mengutamakan komunikasi verbal yang lugas.

Baca Juga :  Prediksi Harga iPhone 16 & Diskon Besar di Mei 2025: Smartphone Apple Terbaru

Dalam praktiknya, orang Asia dan Afrika cenderung memilih telepon atau tatap muka untuk menangkap nuansa nada bicara dan bahasa tubuh yang kaya akan makna. Sementara itu, orang Eropa dan Amerika seringkali merasa cukup dengan pesan teks yang ringkas dan efisien. Inilah yang melahirkan *media richness theory*.

Teori yang diperkenalkan oleh Richard L. Daft dan Robert H. Engel pada tahun 1986 ini menyatakan bahwa semakin banyak informasi yang dapat disampaikan oleh sebuah media, semakin “kaya” media tersebut. Pertemuan tatap muka dan video call dianggap sebagai media yang “kaya”, sementara pesan teks dianggap lebih “ramping” dan “kurang efektif”.

Namun, faktor teknologi seringkali menjadi penentu terakhir. Keberadaan aplikasi seperti WhatsApp mendobrak batasan usia dan budaya. Seseorang yang terbiasa dengan WhatsApp dapat menggunakannya untuk berbagai tujuan, tanpa terpengaruh oleh usia atau latar belakang budayanya. Kita sering melihat orang tua yang mahir menggunakan stiker dan GIF di WhatsApp, bahkan melakukan video call dengan lancar.

Konteks Komunikasi di Indonesia

Bagaimana dengan Indonesia? Secara umum, tren yang terjadi di Indonesia serupa dengan tren global. Sejak tahun 2011, berkirim pesan teks sudah menjadi hal yang lumrah. Pew Research Center menemukan bahwa 96% pengguna ponsel di Indonesia terbiasa mengirim pesan teks.

Namun, temuan YouGov pada tahun 2023 juga menunjukkan bahwa orang Indonesia termasuk yang paling gemar melakukan video call. Ini mengindikasikan bahwa, meskipun komunikasi ringkas tetap populer, media komunikasi yang “kaya” dan berkonteks tinggi masih sangat dihargai. Hal ini sejalan dengan sifat masyarakat Indonesia yang kolektivis dan mengutamakan komunikasi nonverbal.

Baca Juga :  ZTE Axon 50 Resmi Meluncur: Snapdragon 8+ Gen 1 & Kamera 64MP

Singkatnya, Indonesia adalah negara yang masyarakatnya melek teknologi, namun tetap menjunjung tinggi tradisi. Klaim ini mungkin bisa diperdebatkan dalam konteks lain, namun dalam hal komunikasi, data menunjukkan bahwa inilah realitanya.

Menariknya, usia tidak selalu menjadi faktor penentu di Indonesia. Tidak sedikit Milenial yang lebih suka menelepon, dan banyak Baby Boomers yang mahir menggunakan WhatsApp, bahkan video call dan berkirim stiker. Hal ini semakin memperkuat gagasan bahwa faktor teknologi memainkan peranan penting dalam membentuk preferensi komunikasi.

Dengan penetrasi smartphone yang diperkirakan mencapai 97% pada tahun 2029, mayoritas orang Indonesia terpapar teknologi dan mampu menggunakannya untuk berkomunikasi dengan cara yang menggabungkan budaya tradisional dan sentuhan modern.

Kesimpulan: Memahami Individu di Balik Preferensi Komunikasi

Pada akhirnya, tidak ada formula pasti untuk menentukan preferensi komunikasi seseorang. Preferensi ini terbentuk dari berbagai aspek kehidupan individu. Usia bukanlah jaminan bahwa seseorang lebih suka menelepon, dan usia muda tidak berarti anti telepon. Semua tergantung pada individunya.

Preferensi komunikasi, meskipun dapat dijelaskan, bukanlah ilmu pasti. Ia berkaitan erat dengan sisi kemanusiaan seseorang: bagaimana dia dibesarkan, kondisinya saat ini, serta perasaan aman dan nyaman yang dimilikinya.

Menariknya lagi, preferensi ini bisa berubah sewaktu-waktu. Seseorang yang tadinya menutup diri dan memilih pesan teks, bisa tiba-tiba menjadi lebih terbuka dan beralih ke telepon atau video call.

Oleh karena itu, kunci utama dalam memahami preferensi komunikasi seseorang adalah dengan memahami orang tersebut. Meskipun kita memiliki preferensi pribadi, langkah terbaik adalah menyesuaikan diri dengan situasi dan memilih opsi yang paling membuat lawan bicara nyaman. Dengan beragamnya pilihan komunikasi yang tersedia, tidak ada alasan untuk tidak dapat berkomunikasi secara efektif.

Berita Terkait

Meta Hukum Tukang Upload Konten Orang, 10 Juta Akun FB Dihapus
Mudah, Begini Cara Memindah Posisi Address Bar di Google Chrome Android
Oppo Gandeng Google, Tawarkan Langganan AI Pro Gratis untuk Pembeli Reno 14 Series
Oppo Reno 14 Series Meluncur di RI: HP Pertama Pakai MediaTek Dimensity 8450
Threads Makin Mesra dengan Facebook: Daftar Jadi Lebih Gampang!
Samsung S24 Ultra vs Z Flip7: Pilih Mana? Harga & Spek!
Z Flip 7: 4 Fitur AI Canggih di Layar Depan!
Android 16: 126 HP Oppo, Realme, Samsung, Vivo, Xiaomi Gugur!

Berita Terkait

Jumat, 18 Juli 2025 - 07:05 WIB

Meta Hukum Tukang Upload Konten Orang, 10 Juta Akun FB Dihapus

Jumat, 18 Juli 2025 - 06:05 WIB

Mudah, Begini Cara Memindah Posisi Address Bar di Google Chrome Android

Jumat, 18 Juli 2025 - 05:29 WIB

Oppo Gandeng Google, Tawarkan Langganan AI Pro Gratis untuk Pembeli Reno 14 Series

Jumat, 18 Juli 2025 - 05:10 WIB

Oppo Reno 14 Series Meluncur di RI: HP Pertama Pakai MediaTek Dimensity 8450

Kamis, 17 Juli 2025 - 21:46 WIB

Threads Makin Mesra dengan Facebook: Daftar Jadi Lebih Gampang!

Berita Terbaru

entertainment

4 Film dan Serial DC Universe Setelah Superman, Supergirl Siap Debut

Jumat, 18 Jul 2025 - 07:22 WIB

technology

Meta Hukum Tukang Upload Konten Orang, 10 Juta Akun FB Dihapus

Jumat, 18 Jul 2025 - 07:05 WIB