Ragamutama.com JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) telah menetapkan status unusual market activity (UMA) atau aktivitas pasar yang tidak wajar terhadap saham-saham dari tiga perusahaan publik: PT PAM Mineral Tbk (NICL), PT Platinum Wahab Nusantara Tbk (TGUK), dan PT Destinasi Tirta Nusantara (PDES). Langkah pengawasan intensif ini diambil sehubungan dengan lonjakan harga yang signifikan pada ketiga saham tersebut dalam kurun waktu satu bulan terakhir.
Selama periode satu bulan terakhir, performa ketiga saham tersebut menunjukkan peningkatan yang sangat mencolok. Saham NICL mengalami kenaikan sebesar 187,65%, TGUK melonjak sebesar 44,44%, sementara PDES mencatatkan kenaikan sebesar 66,39%.
PAM Mineral (NICL) Ukir Kinerja Gemilang di Kuartal I 2025, Inilah Faktor-Faktor Pendukungnya
Yulianto Aji Sadono, selaku Kepala Divisi Pengawasan Transaksi BEI, menjelaskan bahwa penetapan status UMA ini tidak secara otomatis mengindikasikan adanya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang pasar modal.
“Berkaitan dengan terjadinya UMA ini, kami ingin menyampaikan bahwa Bursa saat ini tengah melakukan pengamatan secara seksama terhadap perkembangan pola transaksi saham NICL, TGUK, dan PDES,” ungkapnya dalam pengumuman keterbukaan informasi BEI pada tanggal 7 Mei dan 8 Mei.
Baru Seumur Jagung di BEI, Bisnis TGUK Mengalami Kemunduran dan Menutup Ratusan Gerai Pasca IPO
Pada sesi perdagangan hari Jumat (9/5), harga saham NICL berada pada level Rp 955 per lembar saham, mengalami kenaikan sebesar 8,52% dibandingkan hari sebelumnya. Sementara itu, saham TGUK mengalami penurunan sebesar 13,33% menjadi Rp 78, dan PDES merosot 5,26% ke level Rp 396 dalam satu hari.
Dengan adanya pengumuman status UMA ini, BEI menghimbau agar para investor senantiasa memperhatikan jawaban dari perusahaan tercatat atas permintaan konfirmasi dari pihak bursa, serta mencermati secara seksama kinerja perusahaan tercatat dan informasi yang diungkapkan kepada publik.
Lebih lanjut, investor juga diharapkan untuk mengevaluasi kembali rencana corporate action dari perusahaan tercatat, terutama jika rencana tersebut belum memperoleh persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dan mempertimbangkan dengan matang berbagai potensi risiko yang mungkin timbul di kemudian hari sebelum mengambil keputusan investasi.