Ragamutama.com – JAKARTA. Pergerakan nilai tukar rupiah di pasar valuta asing kembali menunjukkan tren yang kurang menggembirakan pada pembukaan perdagangan minggu ini. Sentimen negatif dari eskalasi terbaru dalam dinamika perundingan perdagangan antara dua kekuatan ekonomi dunia, Amerika Serikat (AS) dan China, menjadi faktor utama yang memengaruhi kinerja mata uang Garuda.
Selain itu, potensi penguatan mata uang dolar AS seiring dengan meningkatnya optimisme secara global turut memberikan tekanan tambahan pada nilai rupiah.
Menurut data yang dirilis oleh Bloomberg, nilai rupiah di pasar spot mengalami penurunan sebesar 0,51%, berakhir pada posisi Rp 16.604 per dolar AS pada hari Senin (12/5).
Rupiah Melemah ke Rp 16.534 Per Dolar AS Hari Ini (12/5), Mata Uang Asia Bervariasi
Sebelumnya, pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu, rupiah juga tercatat melemah tipis sebesar 0,10%, berada di level Rp 16.520 per dolar AS.
Sementara itu, kurs tengah rupiah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia melalui Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) juga mengalami koreksi sebesar 0,21% menjadi Rp 16.532 per dolar AS pada hari Jumat (9/5).
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), David Sumual, menjelaskan bahwa tekanan terhadap rupiah kali ini dipicu oleh hasil pertemuan antara perwakilan AS dan China di Swiss pada akhir pekan lalu.
Pertemuan tersebut dilaporkan menghasilkan kesepakatan awal untuk secara bertahap menurunkan tarif impor antara kedua negara, sebagai bagian dari upaya bersama untuk meredakan ketegangan perang dagang yang telah berlangsung.
Mengacu pada informasi dari Bloomberg, tarif impor yang dikenakan oleh AS terhadap produk-produk asal China akan diturunkan secara signifikan dari 145% menjadi sekitar 30%.
Sebagai imbal baliknya, China juga berencana untuk menurunkan tarif impor terhadap barang-barang yang berasal dari AS dari level 125% menjadi sekitar 10%. Kesepakatan ini direncanakan akan mulai diimplementasikan pada hari Rabu, tanggal 14 Mei 2025.
BI Cabut 4 Pecahan Uang Kertas Rupiah, Cepat Tukar Sebelum 30 April 2025
“Meskipun belum sepenuhnya menghilangkan semua tarif yang ada, kesepakatan ini memberikan sinyal positif bagi sentimen pasar keuangan global dan menandai potensi penurunan tingkat ketidakpastian,” ungkap David kepada Kontan.co.id, Senin (12/5).
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa kondisi ini diharapkan dapat mendorong kembali aliran modal ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, seiring dengan membaiknya sentimen investor.
Namun, di sisi lain, analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, memiliki pandangan bahwa kesepakatan tersebut juga berpotensi memperkuat posisi mata uang dolar AS di pasar global. Akibatnya, mata uang dari negara-negara berkembang, termasuk rupiah, cenderung mengalami tekanan jual.
Indeks dolar (DXY) tercatat berada pada level 101,9 pada awal pekan ini, mengalami penguatan sebesar 1,57% dibandingkan dengan sesi perdagangan sebelumnya. Kenaikan indeks dolar ini turut memengaruhi kinerja berbagai mata uang global, termasuk rupiah.
Rupiah Masih Dibayangi Tekanan, Simak Prospek Pergerakannya ke Depan
“Rebound yang kuat dari dolar AS menjadi faktor utama yang memberikan tekanan terhadap nilai rupiah pada hari ini,” jelas Lukman.
Untuk proyeksi perdagangan pada hari Selasa (13/5), Lukman memperkirakan bahwa nilai rupiah akan bergerak dalam rentang antara Rp 16.500 hingga Rp 16.700 per dolar AS.
Sementara itu, David memperkirakan bahwa rentang pergerakan nilai rupiah akan berada di antara level Rp 16.300 hingga Rp 16.600 per dolar AS.