Ragamutama.com – , Jakarta – Analis dari Bank Woori, Rully Nova, mengamati penguatan rupiah didorong oleh meredanya ketegangan perang tarif antara Amerika Serikat dan Tiongkok.
“Perkiraan penutupan rupiah hari ini berada di kisaran Rp16.550-Rp16.450, dipengaruhi sentimen global berupa meredanya isu perang tarif. Hal ini seiring dengan sikap Tiongkok yang lebih lunak dan bersedia bernegosiasi dengan AS,” ungkap Rully, seperti dikutip Antara pada Jumat, 2 Mei 2025.
Rully menjelaskan pelonggaran ketegangan dagang tersebut berkat Tiongkok yang lebih terbuka untuk dialog. Ia menilai hal ini disebabkan oleh ketergantungan Tiongkok yang masih signifikan terhadap impor bahan baku dari industri AS.
Lebih lanjut, pertumbuhan ekonomi Tiongkok sangat bergantung pada ekspor, terutama karena sektor properti belum sepenuhnya pulih dari tekanan sebelumnya.
“Perang tarif tidak menghasilkan pemenang, semua mengalami kerugian, baik AS maupun Tiongkok,” tegas Rully.
Ia juga memprediksi terbentuknya hubungan saling menguntungkan antara kedua negara dalam perdagangan dan investasi.
Dari dalam negeri, rilis data inflasi BPS menunjukkan kenaikan 1,17 persen secara bulanan pada April 2025. Angka ini menandai berakhirnya tren deflasi, seiring dengan ekspansi aktivitas ekonomi.
“Bank Indonesia masih memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga acuan,” tambahnya.
Berbeda pandangan, Lukman Leong, Analis mata uang dan komoditas dari Doo Financial Futures, memperkirakan pelemahan rupiah terhadap dolar AS. Hal ini menyusul pernyataan Presiden AS, Donald Trump, terkait potensi kesepakatan tarif dengan beberapa negara.
“Rupiah diperkirakan melemah terhadap dolar AS yang menguat secara global, merespons pernyataan Trump mengenai potensi kesepakatan tarif dengan India, Korea, Jepang, dan Tiongkok,” jelasnya.
Kesepakatan dagang tersebut diharapkan dapat meredakan ancaman resesi di AS.
Adam Posen, Presiden Peterson Institute for International Economics (PIIE), baru-baru ini memperkirakan risiko resesi AS mencapai 65 persen, menekankan ketidakpastian kebijakan pemerintah sebagai faktor utama.
Gary Clyde Hufbauer, Peneliti senior nonresiden di PIIE, juga memproyeksikan resesi kemungkinan besar terjadi pada paruh kedua 2025. Prediksi ini didasari oleh melemahnya sentimen konsumen dan meningkatnya ketidakpastian di kalangan pelaku usaha, yang diperkirakan membebani pertumbuhan ekonomi kuartal kedua tahun ini.
Laporan The Kobeissi Letter mencatat kontraksi PDB awal sebesar 0,3 persen pada kuartal I-2025, jauh di bawah ekspektasi pertumbuhan positif 0,3 persen. Ini merupakan penurunan PDB pertama dan terendah sejak kuartal II-2022, mengindikasikan kontraksi ekonomi AS dan resesi sebagai skenario utama tahun 2025.
“Fokus investor saat ini lebih tertuju pada perkembangan seputar tarif,” kata Lukman.
Pada pembukaan perdagangan Jumat pagi di Jakarta, rupiah sempat melemah 25 poin (0,15 persen) ke Rp16.602 per dolar AS dari Rp16.577 per dolar AS. Namun, pada penutupan, rupiah menguat signifikan 139 poin (0,84 persen) menjadi Rp16.438 per dolar AS.
Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang dirilis Bank Indonesia pada Jumat sore juga mencatat penguatan rupiah ke Rp16.493 per dolar AS, naik dari Rp16.679 per dolar AS.
Pada Senin, 5 Mei 2025, nilai tukar rupiah mencapai Rp16.406 per dolar AS, menguat 0,19 persen dari hari sebelumnya. Mayoritas mata uang Asia juga menguat; Baht Thailand (0,15 persen), Ringgit Malaysia (0,35 persen), dan Yen Jepang (0,16 persen).
Pilihan Editor: Nilai Tukar Rupiah Sentuh Rp 17 Ribu Per Dolar AS, Peneliti UII Soroti Penyebab dan Bahayanya