Ragamutama.com – , Jakarta – Sejak awal 2024, Google telah menghapus jutaan aplikasi dari Google Play Store. Data terbaru dari Appfigures, perusahaan analis aplikasi, menunjukkan penurunan drastis jumlah aplikasi global di platform tersebut; dari sekitar 3,4 juta menjadi hanya 1,8 juta—penurunan sebesar 47 persen. Langkah tegas Google ini didorong oleh kebijakan keamanan yang diperketat dan upaya penegakan hukum untuk meningkatkan keamanan aplikasi.
Appfigures menekankan bahwa ini bukanlah tren umum di pasar aplikasi global. Sebagai perbandingan, Apple App Store justru mencatat peningkatan jumlah aplikasi selama periode yang sama, naik dari 1,6 juta menjadi lebih dari 1,64 juta. “Penurunan ini di Google Play Store justru bisa jadi berdampak positif bagi pengguna Android,” ujar Appfigures, seperti dikutip Tech Crunch pada Kamis, 1 Mei 2025.
Penyebab Jutaan Aplikasi Android Menghilang dari Google Play Store1. Penipuan dan Aplikasi Berkualitas Rendah
Google menghapus jutaan aplikasi karena sebelumnya Play Store dipenuhi aplikasi yang menipu, berisi spam, atau berkualitas rendah. Pengurangan jumlah aplikasi ini diharapkan dapat menyajikan pilihan aplikasi yang lebih baik bagi pengguna.
Para pengembang aplikasi, menurut analisis Appfigures, juga diuntungkan. Mereka tidak lagi bersaing ketat dalam hal daya tarik pengguna. Proses peninjauan aplikasi di Google Play Store sebelumnya memang lebih longgar dibandingkan platform lain, mengandalkan otomatisasi dan deteksi malware, sehingga waktu peninjauan lebih singkat dan minim intervensi manual.
2. Peningkatan Standar Kualitas Minimum Aplikasi Google
Pada Juli 2024, Google mengumumkan peningkatan standar kualitas minimum aplikasi. Kebijakan baru ini menjadi salah satu faktor utama penurunan jumlah aplikasi di Play Store.
Sebelumnya, Google hanya memblokir aplikasi yang rusak, gagal terpasang, atau tidak berfungsi dengan baik. Namun, kini aplikasi dengan fungsi dan konten terbatas juga akan diblokir, termasuk aplikasi yang tidak berfungsi atau hanya digunakan untuk pengujian dan ditinggalkan pengembangnya.
Google mengakui dampak kebijakan baru ini. Mereka juga menjelaskan bahwa telah memperketat persyaratan verifikasi, mewajibkan pengujian aplikasi untuk akun pengembang baru, dan meningkatkan pemeriksaan manual untuk mendeteksi aplikasi yang menipu atau merugikan pengguna.
3. Pemanfaatan Kecerdasan Buatan (AI)
Google juga berinvestasi pada pengembangan kecerdasan buatan (AI) untuk mendeteksi ancaman, memperketat kebijakan privasi, dan meningkatkan alat bantu bagi pengembang. Sebanyak 2,36 juta aplikasi yang melanggar kebijakan berhasil dicegah dari publikasi di Play Store, dan lebih dari 158 ribu akun pengembang yang menyebarkan aplikasi berbahaya telah diblokir.
Menariknya, Google tidak menyebutkan dampak regulasi baru Uni Eropa yang berlaku sejak Februari 2024, yang mewajibkan pengembang mencantumkan nama dan alamat mereka dalam daftar aplikasi.
Aplikasi dari pengembang yang tidak mematuhi aturan ini dihapus dari Play Store di wilayah Uni Eropa. Apple juga memberlakukan aturan yang sama, namun jumlah aplikasinya tidak mengalami penurunan.
4. Regulasi Uni Eropa dan Faktor Lainnya
Faktor lain yang turut berperan adalah aturan baru Uni Eropa pada Februari 2025 yang mewajibkan pengembang untuk mencantumkan nama dan alamat mereka secara publik di daftar aplikasi. Kegagalan mematuhi aturan ini berujung pada penghapusan aplikasi dari seluruh pasar Uni Eropa. Namun, Apple, yang juga menerapkan aturan serupa, tidak mengalami penurunan jumlah aplikasi yang signifikan, menunjukkan bahwa pembersihan internal Google memiliki dampak jauh lebih besar.
Menariknya, Appfigures mencatat penurunan jumlah aplikasi di Play Store telah dimulai sebelum tindakan keras resmi Google pada musim panas lalu, meskipun penyebabnya masih belum jelas.
Defara Dhanya berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Pembelian Aplikasi Batal Kena PPN 12 Persen, Google: Kami Cermati Posisi Pemerintah