Ragamutama.com JAKARTA. Implementasi kebijakan Liquidity Provider saham oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) diantisipasi dapat mendorong peningkatan aktivitas di pasar saham. Kendati demikian, sejumlah analis berpendapat efek positif ini mungkin bersifat sementara.
Sebagai informasi, BEI telah menetapkan dua regulasi terkait penyedia likuiditas, yang dikenal sebagai Liquidity Provider saham. Regulasi tersebut adalah Peraturan Nomor II-Q dan Nomor III-Q, yang mulai berlaku sejak tanggal 8 Mei 2025.
Peraturan Nomor II-Q secara khusus membahas Kegiatan Liquidity Provider di lingkungan bursa. Sementara itu, Peraturan Nomor III-Q lebih detail mengatur tentang peran dan fungsi Liquidity Provider Saham di Bursa.
Berdasarkan informasi yang dihimpun KONTAN, saat ini terdapat sembilan anggota bursa yang telah menunjukkan ketertarikan untuk berperan sebagai Liquidity Provider Saham.
OJK: Danantara Berpotensi Menjadi Liquidity Provider di Pasar Saham
Menurut Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia, Jeffrey Hendrik, lima dari sembilan anggota bursa tersebut adalah anggota bursa asing. Sisanya, empat anggota bursa atau perusahaan efek, berasal dari Indonesia.
BEI sendiri tidak menetapkan target khusus terkait jumlah anggota bursa yang diharapkan menjadi Liquidity Provider saham. Lebih lanjut, Jeffrey menyatakan bahwa kehadiran penyedia likuiditas ini diharapkan dapat secara signifikan meningkatkan likuiditas di pasar saham.
“Kami berharap ini dapat meningkatkan likuiditas saham-saham yang selama ini kurang likuid, sehingga memudahkan investor untuk bertransaksi,” ujar Jeffrey kepada Kontan, pada hari Kamis, 8 Mei lalu.
Perlu dicatat bahwa implementasi Liquidity Provider Saham ini tidak berlaku untuk seluruh saham yang terdaftar di BEI. Secara periodik, setiap enam bulan, BEI akan menerbitkan daftar Efek Liquidity Provider Saham.
Daftar tersebut akan berisi daftar saham yang telah diseleksi berdasarkan kriteria tertentu. Saham-saham ini kemudian dapat dipilih oleh Liquidity Provider Saham untuk dikuotasi setiap Hari Bursa. Tujuannya adalah meningkatkan likuiditas dan efisiensi perdagangan pada saham-saham yang bersangkutan.
Pendaftaran Liquidity Provider Saham Telah Dibuka, Begini Tanggapan Sejumlah Anggota Bursa
Sejak tanggal 8 Mei 2025, tercatat ada 402 saham yang memenuhi syarat untuk dipilih oleh Liquidity Provider. Daftar ini mencakup berbagai jenis emiten, mulai dari big caps hingga small caps.
Teguh Hidayat, pengamat pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama, menjelaskan bahwa peran Liquidity Provider memang berpotensi meningkatkan likuiditas pasar saham domestik yang saat ini masih tergolong rendah. Mirip dengan fungsi market maker, Liquidity Provider dapat membantu meningkatkan volume transaksi dan memperbaiki likuiditas pasar secara keseluruhan.
Namun, Teguh juga mengingatkan bahwa kehadiran Liquidity Provider berpotensi menciptakan pergerakan pasar yang kurang alami dan wajar.
“Pergerakan harga saham bisa diatur oleh pihak-pihak tertentu. Naik turunnya harga tidak selalu mencerminkan fundamental emiten,” ungkapnya kepada Kontan pada hari Senin, 12 Mei.
Lebih lanjut, Teguh berpendapat bahwa kurangnya likuiditas di bursa seringkali disebabkan oleh kinerja perusahaan yang kurang memuaskan, serta tata kelola pasar modal yang belum optimal. “Masih banyak perusahaan dengan kualitas buruk yang bisa lolos IPO,” tambahnya.
Akibatnya, kebijakan ini mungkin hanya menjadi solusi sementara untuk meningkatkan vitalitas Bursa. Ada kekhawatiran bahwa Bursa akan bergantung pada stimulan semacam ini dan gagal mengatasi akar permasalahan yang sebenarnya.
Dikhawatirkan, peningkatan volume transaksi hanya akan berdampak pada kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), tanpa berhasil menarik minat investor asing untuk kembali berinvestasi di pasar domestik.
BEI Membuka Pendaftaran Liquidity Provider Saham, Bagaimana Respons Sejumlah Anggota Bursa?
“Akan lebih baik jika nilai transaksi Bursa tidak terlalu tinggi, tetapi melibatkan banyak pemain, mulai dari investor ritel hingga investor besar,” papar Teguh.
Teguh mengusulkan agar BEI melibatkan kepentingan investor ritel dalam setiap kebijakan yang akan dikeluarkan, sebagai solusi jangka panjang untuk meningkatkan likuiditas pasar.
Jika hal ini tidak dilakukan, kebijakan ini berpotensi menjadi bom waktu yang dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk dibandingkan dengan kebijakan full call auction (FCA) yang pernah diterapkan sebelumnya.
“Selama ini, BEI cenderung lebih berpihak kepada emiten dan anggota bursa. Padahal, ada pihak lain yang juga penting di pasar modal, yaitu investor ritel,” tegasnya.
Langkah konkret yang dapat diambil adalah dengan meningkatkan kualitas emiten yang akan melakukan initial public offering (IPO). Dengan menjamin kualitas perusahaan yang tercatat di Bursa, keyakinan dan minat investor ritel untuk bertransaksi dapat meningkat. Hasilnya, likuiditas pasar modal akan meningkat secara organik.
Budi Frensidy, pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia, berharap LP dapat menahan penurunan harga saham dan IHSG. Namun, ia juga berpendapat bahwa kehadiran Liquidity Provider ini tidak serta merta akan menarik kembali investor asing ke pasar saham.
Meskipun demikian, setidaknya akan ada upaya perlawanan dari Liquidity Provider jika investor asing memutuskan untuk keluar atau menjual kepemilikan saham mereka di Bursa.
“Liquidity Provider akan menjaga volume bid agar tetap ada dan stabil jika ada investor besar atau asing yang keluar. Investor ritel tentu akan menyambut baik hal ini,” ujarnya kepada Kontan, pada hari Senin, 12 Mei.
Namun, Budi juga mengingatkan bahwa jika ada niat buruk dari Liquidity Provider, kebijakan ini dapat dimanfaatkan oleh bandar untuk memanipulasi harga saham emiten tertentu.
“Keberhasilan jangka panjang kebijakan ini akan sangat bergantung pada komitmen para Liquidity Provider, ketersediaan dana yang mereka miliki, serta keuntungan atau manfaat yang mereka peroleh,” paparnya.
Direktur Anugerah Mega Investama, Hans Kwee, mengamati bahwa banyak saham dengan kinerja bagus memiliki tingkat likuiditas yang rendah. Oleh karena itu, kebijakan ini diharapkan dapat membantu meningkatkan kinerja emiten-emiten tersebut.
“Ini adalah kebijakan yang berdampak positif terhadap likuiditas, selain dengan meningkatkan kepemilikan BPJS Ketenagakerjaan di ekuitas,” ujarnya kepada Kontan, pada hari Minggu, 11 Mei.
Dengan adanya kebijakan ini, jumlah saham yang diperdagangkan akan meningkat, dan jumlah investor juga berpotensi bertambah. Pada akhirnya, dengan semakin banyaknya investor, pasar saham akan menjadi lebih dinamis.
Sentimen ini merupakan pendekatan yang berbeda dengan upaya untuk meningkatkan kinerja IHSG. Sebab, kinerja IHSG seharusnya didorong oleh fundamental ekonomi yang kuat.
“Kuncinya ada pada investor lokal,” tegasnya.
VP Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, menilai bahwa kebijakan tersebut berpotensi meningkatkan likuiditas perdagangan, terutama pada saham-saham yang kurang likuid, memperkecil spread transaksi, dan membangun kepercayaan investor.
Pasalnya, saat ini nilai transaksi beberapa saham, termasuk saham blue chip, masih didominasi oleh investor asing. Akibatnya, jika terjadi gejolak, pasar cenderung menjadi lebih sensitif dan kurang memiliki penopang.
“Dengan dimulainya pelonggaran kebijakan buyback oleh emiten, dan ditambah dengan kebijakan Liquidity Provider, diharapkan dapat menjadi penopang pasar,” ujarnya kepada Kontan, pada hari Senin, 12 Mei.
Meskipun pasar berpotensi menjadi lebih aktif, Oktavianus juga menyoroti potensi dampak negatif yang mungkin timbul di masa depan.
Pertama, adanya potensi distorsi harga jika Liquidity Provider terlalu aktif. Oleh karena itu, Standar Operasional Prosedur (SOP) dari regulator diperlukan untuk memperketat pengawasan terhadap aktivitas Liquidity Provider.
Kedua, adanya potensi ketergantungan pada Liquidity Provider. Jika pasar tidak merespons sesuai dengan tujuan kebijakan tersebut, dan Liquidity Provider berhenti beroperasi, maka likuiditas dapat kembali menurun.
Ketiga, jika free float emiten rendah dan terdapat konflik kepentingan dari pemegang saham pengendali (PSP), kebijakan Liquidity Provider dapat gagal mencapai tujuannya dan dikendalikan secara tidak wajar.
“Investor perlu mencermati emiten-emiten yang didominasi oleh PSP dan memiliki free float rendah, serta meneliti transparansi hubungan antara emiten dengan Liquidity Provider,” jelasnya.
Berdasarkan data 402 saham yang terdaftar dalam efek liquidity provider di situs BEI, sebagian besar merupakan emiten second liner hingga third liner di papan bursa, yang umumnya memiliki nilai transaksi lebih rendah dibandingkan saham blue chip.
Menurut Audi, sejak awal Mei 2025, rata-rata nilai transaksi LQ45 adalah sebesar Rp 6,9 triliun, atau 53% dari total transaksi IHSG.
“Liquidity Provider diharapkan dapat mendorong saham second liner hingga third liner untuk mencatatkan peningkatan likuiditas dan meningkatkan volume transaksi,” ungkapnya.
Oleh karena itu, keberhasilan kebijakan ini membutuhkan sinergi yang solid antara regulator, emiten, dan anggota bursa. Meskipun demikian, kinerja harga saham pada akhirnya akan mengikuti kinerja keuangan emiten secara alami.
“Investor dapat memilih emiten yang memiliki kinerja positif atau mengalami pertumbuhan, dan juga mendapatkan manfaat dari likuiditas yang ditingkatkan oleh kebijakan liquidity provider,” paparnya.