Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berpendapat bahwa insiden penembakan yang menimpa tiga anggota kepolisian oleh oknum TNI di Way Kanan, Lampung, menunjukkan indikasi adanya perencanaan matang. Kesimpulan ini didasarkan pada analisis mendalam dan tinjauan hukum terhadap bukti-bukti yang ditemukan di lokasi kejadian, termasuk keberadaan senjata api.
“Berdasarkan temuan di lapangan, Komnas HAM melihat adanya unsur perencanaan dalam penembakan yang merenggut nyawa tiga anggota kepolisian. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya senjata api di tempat kejadian perkara,” tegas Anggota Komnas HAM, Abdul Haris Semendawai, dalam sebuah konferensi pers yang digelar di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, pada hari Jumat, 23 Mei 2025.
Abdul Haris menjelaskan lebih lanjut bahwa pelaku yang diketahui bernama Kopral Dua Basarsyah sempat meminta rekannya, Pembantu Letnan Satu Yohanes Lubis, untuk mengambil sepucuk senjata api yang sebelumnya diletakkan di atas sebuah kursi plastik.
Setelah Yohanes meninggalkan lokasi, Basarsyah melakukan penembakan. Awalnya, ia melepaskan tembakan peringatan ke udara, namun dengan segera mengarahkan tembakan langsung ke arah dua anggota polisi yang sedang menjalankan tugas. Rangkaian tindakan ini, menurut Komnas HAM, mengindikasikan adanya perencanaan yang dilakukan sebelum terjadinya penembakan.
Dalam investigasi kasus penembakan polisi di Lampung ini, Komnas HAM juga menemukan sejumlah poin yang menunjukkan adanya pelanggaran hak asasi manusia. Salah satu pelanggaran yang paling mendasar adalah pelanggaran terhadap hak hidup, yang secara tegas dilindungi oleh konstitusi dan hukum internasional.
“Dalam konteks hukum, hak untuk hidup dijamin oleh Pasal 28A Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 6 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005,” papar Abdul Haris.
Komnas HAM berpendapat bahwa tindakan penembakan yang mengakibatkan kematian tiga anggota Polri tersebut merupakan pelanggaran berat terhadap hak untuk hidup.
Oleh karena itu, Komnas HAM menekankan pentingnya peran negara sebagai garda terdepan dalam upaya mencegah, menyelidiki, dan memberikan hukuman kepada pelaku pelanggaran hak hidup.
“Komnas HAM mendesak agar hukuman yang adil dijatuhkan sesuai dengan ketentuan hukum dan prinsip-prinsip HAM. Tindakan membawa dan menggunakan senjata api di luar tugas resmi dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap aturan internal militer dan juga peraturan pidana umum,” imbuhnya.
Selain hilangnya nyawa, peristiwa tragis ini juga menimbulkan keresahan dan rasa tidak aman di tengah masyarakat, termasuk di kalangan aparat penegak hukum. Komnas HAM menekankan bahwa ketika sesama aparat keamanan justru menjadi ancaman satu sama lain, maka hak dasar warga negara untuk merasa aman menjadi terganggu.
“Negara memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa seluruh aparat keamanan bertindak sesuai dengan kerangka hukum yang berlaku dan tidak menjadi pelaku kekerasan yang melanggar hak-hak asasi orang lain,” jelas Abdul Haris.
Lebih lanjut, pelanggaran juga terkait dengan prinsip akuntabilitas dan hak atas keadilan. Komnas HAM menilai bahwa hak atas keadilan bagi para korban harus diwujudkan melalui proses investigasi yang independen dan proses hukum yang transparan.
Menurut Komnas HAM, penanganan kasus ini secara internal oleh institusi TNI saja tidaklah memadai, mengingat sifat perkara yang menyangkut pelanggaran pidana dengan dampak yang luas terhadap kepentingan publik.
“Keluarga korban juga berhak untuk mendapatkan keadilan, termasuk pemulihan dalam bentuk kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi psikologis,” ujarnya lebih lanjut.
Seperti diketahui, ketiga polisi tersebut meninggal dunia akibat luka tembak di bagian kepala saat sedang melakukan upaya penggerebekan praktik perjudian sabung ayam di Kampung Karang Manik, Kecamatan Negara Batin, Kabupaten Way Kanan, Lampung, pada hari Senin, 17 Maret 2025.
Ketiga anggota kepolisian yang menjadi korban adalah Kapolsek Nagara Batin Way Kanan, Iptu Lusiyanto, Bripka Petrus Apriyanto, dan Bripda M Ghalib Surya Ganta.
- Menguji Klaim Prabowo tentang Pencapaian Produksi Pangan yang Melebihi Target
- Jalan Panjang dalam Menuntut Keadilan bagi Korban Penembakan oleh Oknum Polisi
- Mengenal Sosok Bripka Petrus & Bripda Ghalib, Korban Penembakan di Way Kanan