Ragamutama.com JAKARTA. Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan penyitaan uang dalam jumlah fantastis, mencapai Rp 1.374.892.735.527,46, dari dua entitas korporasi besar, yaitu PT Permata Hijau Group dan PT Musim Mas Group. Langkah ini diambil pada Rabu, 2 Juli 2025, sebagai bagian dari penanganan kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang terjadi antara Januari 2021 hingga Maret 2022.
Direktur Penuntutan Kejaksaan Agung, Sutikno, menjelaskan bahwa penyetoran uang tersebut merupakan wujud titipan dari perusahaan untuk menggantikan kerugian keuangan negara. “Kita sampaikan bahwasanya proses mereka penyetoran uang titipan untuk menggantikan kerugian keuangan negara,” ujar Sutikno saat konferensi pers di Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, pada hari yang sama.
Uang sitaan tersebut, lanjut Sutikno, segera disita oleh Kejaksaan Agung dan dititipkan ke rekening penampungan khusus yang dikelola atas nama Jampidsus. Proses penyitaan ini turut disaksikan secara langsung oleh awak media, di mana bundelan uang pecahan Rp 100.000 dan Rp 50.000 memenuhi ruang konferensi pers di lantai 11 Gedung Bundar Jampidsus. Tumpukan uang Rp 100.000 tersusun hingga lima baris memanjang, sementara di belakang para narasumber, 21 bundel berisi masing-masing Rp 500 juta uang pecahan Rp 50.000 ikut dipamerkan, menunjukkan skala penyitaan yang signifikan.
Menariknya, penyitaan uang ini terjadi setelah adanya putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengejutkan. Berdasarkan amar putusan dari laman resmi putusan3.mahkamahagung.go.id, pada 19 Maret 2025 lalu, tiga korporasi yang disebut terlibat dalam kasus korupsi fasilitas ekspor CPO ini, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group, telah divonis bebas dari semua tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa para terdakwa memang terbukti melakukan perbuatan sesuai dakwaan JPU. Namun, perbuatan tersebut dikategorikan bukan sebagai suatu tindak pidana, melainkan sebagai “ontslag van rechtsvervolging” (dilepaskan dari segala tuntutan hukum). Akibatnya, para terdakwa dibebaskan dari seluruh dakwaan JPU, baik primair maupun sekunder.
Kendati demikian, sebelum putusan bebas tersebut, Kejaksaan Agung melalui JPU telah menuntut hukuman berat bagi para terdakwa korporasi. Mengutip keterangan resmi Kejagung, JPU menuntut PT Wilmar Group untuk membayar denda Rp 1 miliar dan uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 11.880.351.802.619. Jika tidak terpenuhi, harta Tenang Parulian selaku Direktur dapat disita dan dilelang, atau dikenakan subsidiair pidana penjara 19 tahun.
Untuk PT Permata Hijau Group, tuntutan JPU meliputi denda Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 937.558.181.691,26. Apabila uang pengganti tidak dilunasi, harta David Virgo selaku pengendali lima korporasi di Permata Hijau Group dapat disita dan dilelang, dengan ancaman subsidiair penjara 12 bulan.
Sementara itu, PT Musim Mas Group dituntut membayar denda Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 4.890.938.943.794,1. Jika uang ini tidak dibayarkan, harta milik para pengendali Musim Mas Group, termasuk Ir. Gunawan Siregar selaku Direktur Utama, akan disita untuk dilelang. Sebagai alternatif, personel pengendali terancam pidana penjara masing-masing selama 15 tahun.
Para terdakwa dalam kasus korupsi ekspor CPO ini diyakini melanggar dakwaan primair Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001, Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.