Ragamutama.com, JAKARTA – Usaha PT Bank JTrust Indonesia Tbk (BCIC) untuk mematuhi regulasi Bursa Efek Indonesia (BEI) terkait ketentuan saham free float tampaknya masih menemui jalan terjal. Ironisnya, perdagangan saham BCIC telah dihentikan sementara (suspensi) sejak awal tahun 2025.
Sebagaimana diketahui, BEI memberlakukan kewajiban bagi seluruh perusahaan tercatat (emiten) untuk memenuhi persyaratan minimum free float sebesar 7,5% dari total saham yang beredar, serta memiliki minimal 300 investor ritel. Hingga akhir April 2025, proporsi saham free float yang dimiliki publik pada bank yang sebagian besar sahamnya dikuasai investor Jepang ini baru mencapai sekitar 6,17%.
Data kepemilikan saham menunjukkan bahwa J Trust Co. Ltd. masih menjadi pemegang saham mayoritas BCIC dengan porsi mencapai 64,12% dari total saham beredar. Selain itu, J Trust Asia Pte. Ltd. juga memegang porsi signifikan, yaitu sebesar 19,32% saham BCIC.
Pengendali Agresif Menambah Saham, Free Float Saham Tempo Scan (TSPC) Semakin Menyusut
Ketika dimintai keterangan, representasi dari manajemen J Trust Bank menyatakan bahwa perusahaan terus berupaya untuk memenuhi persyaratan terkait free float tersebut. Namun, belum ada kepastian mengenai kapan target tersebut dapat dicapai.
“Perseroan terus berupaya agar segera memenuhi persyaratan free float, dan tidak ada rencana untuk melakukan delisting,” jelas perwakilan manajemen J Trust Bank kepada Kontan, beberapa waktu lalu.
Sebagai catatan, BCIC akan menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang diagendakan pada tanggal 23 Mei 2025. Akan tetapi, agenda RUPS tersebut tidak mencakup pembahasan mengenai pemenuhan kewajiban free float.
Agenda RUPS meliputi beberapa poin penting, antara lain Persetujuan Laporan Tahunan dan Pengesahan Laporan Keuangan, Penetapan gaji atau honorarium beserta fasilitas dan tunjangan untuk tahun buku 2025, Penunjukan Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik, Persetujuan atas Rencana Aksi Pemulihan (Recovery Plan), hingga Perubahan Susunan Anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan.
Net Sell Asing Capai Rp 30 Triliun Sejak Awal Tahun, Saham-Saham Ini Paling Banyak Dilepas
Sementara itu, Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, Indy Naila, berpendapat bahwa BCIC seharusnya lebih proaktif dari sisi manajemen dalam menarik minat investor, sehingga likuiditas meningkat dan harga saham menjadi lebih stabil. Namun, ia mengamati bahwa BCIC mungkin enggan memenuhi persyaratan free float karena berpotensi mengurangi kontrol dari pihak pengendali.
“Padahal, free float ini memiliki manfaat jangka panjang karena dapat meningkatkan reputasi perusahaan dan menarik investor,” kata Indy.
Lebih lanjut, Indy mengamati bahwa sebelum sahamnya disuspensi, tren harga BCIC cenderung fluktuatif. Kurangnya minat dari investor juga disebabkan oleh tantangan dalam memperbaiki kinerja keuangan, baik dari sisi likuiditas maupun profitabilitas.
Terakhir kali saham BCIC diperdagangkan sebelum suspensi adalah pada tanggal 30 Januari, dengan harga Rp 170 per saham. Harga tersebut telah mengalami penurunan sekitar 9,09% sejak awal tahun 2025.
IHSG Terkoreksi 7,54% Sejak Awal Tahun, Lima Saham Top Leaders Ini Melonjak Ratusan Persen
Di tengah upaya pemenuhan aturan free float, santer terdengar kabar bahwa BCIC berencana untuk diakuisisi. Nilai tawaran akuisisi tersebut dikabarkan mencapai Rp 1,7 triliun, namun masih dalam tahap penjajakan awal.
Namun, pihak manajemen JTrust enggan memberikan komentar lebih lanjut terkait rumor tersebut. Mereka hanya menyatakan bahwa tidak mengetahui adanya rencana akuisisi tersebut.
“Wah, saya tidak tahu, dengar dari mana?” ucap perwakilan manajemen J Trust Bank secara singkat.