Ragamutama.com, JAKARTA — Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah berupaya menarik perhatian investor dengan menargetkan kehadiran dua perusahaan unggulan, atau yang sering disebut sebagai lighthouse, melalui penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) pada tahun ini. Ambisi ini memicu serangkaian spekulasi mengenai perusahaan-perusahaan besar mana yang akan segera melantai di bursa.
I Gede Nyoman Yetna, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, mengungkapkan bahwa hingga tanggal 16 Mei 2025, sudah ada 14 perusahaan yang berhasil mencatatkan sahamnya di BEI, dengan total dana yang berhasil dihimpun mencapai Rp7,01 triliun.
Dari 14 perusahaan yang telah IPO pada tahun ini, tiga di antaranya termasuk dalam kategori lighthouse, yaitu PT Raharja Energi Cepu Tbk. (RATU), PT Bangun Kosambi Sukses Tbk. (CBDK), dan PT Yupi Indo Jelly Gum Tbk. (YUPI).
BEI memiliki target ambisius untuk menghadirkan total lima perusahaan lighthouse yang melakukan IPO pada tahun ini. Kriteria perusahaan lighthouse sendiri adalah perusahaan dengan nilai kapitalisasi pasar di atas Rp3 triliun dan memiliki free float minimal 15%.
“Kami menargetkan 5 IPO lighthouse pada tahun 2025, dan saat ini sudah ada tiga yang terealisasi, yaitu RATU, CBDK, dan YUPI,” jelasnya dalam keterangan resmi yang disampaikan pada Jumat (16/5/2025).
: Dana Emiten dari IPO di Jatim Capai Rp15,2 Triliun
Dengan demikian, BEI masih memiliki target untuk menarik dua perusahaan lighthouse lagi untuk melakukan IPO pada tahun ini. Sementara itu, BEI mencatat bahwa saat ini terdapat 29 perusahaan yang sedang dalam proses antrean untuk melakukan pencatatan saham di BEI.
Sebelumnya, Nyoman juga sempat menyebutkan adanya dua perusahaan lighthouse yang sudah merencanakan IPO pada tahun ini. Kedua perusahaan tersebut berasal dari sektor energi dan konsumer.
Nyoman menjelaskan bahwa keberadaan perusahaan lighthouse atau emiten besar diharapkan dapat memperkuat fundamental dan meningkatkan likuiditas pasar, sekaligus menarik minat investor yang lebih besar.
“BEI terus berupaya mendorong perusahaan dengan skala besar dan potensi pertumbuhan yang tinggi untuk memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pendanaan jangka panjang,” imbuh Nyoman.
: BEI Catat 9 Calon Emiten Punya Aset Jumbo Masuk Antrean IPO
Seiring dengan target BEI untuk menambah perusahaan mercusuar yang IPO pada tahun ini, muncul berbagai spekulasi mengenai perusahaan-perusahaan mana saja yang akan segera mengikuti jejak tersebut.
Salah satu contohnya adalah emiten Prajogo Pangestu, PT Chandra Asri Pacific Tbk. (TPIA), yang dikabarkan tengah mempertimbangkan untuk membawa anak usahanya, PT Chandra Daya Investasi (CDI), untuk melantai di Bursa.
TPIA memang telah mengisyaratkan kemungkinan untuk membawa anak usahanya, CDI, ke pasar modal setelah perusahaan memutuskan untuk melakukan diversifikasi lini bisnisnya.
Arah diversifikasi bisnis Chandra Asri Group saat ini berfokus pada sektor infrastruktur, yang ditangani oleh CDI. Manajemen TPIA menilai bahwa CDI memiliki prospek pasar yang menjanjikan.
Menurut prospektus yang diperoleh RAGAMUTAMA.COM, CDI tengah bersiap untuk melakukan IPO dengan menawarkan sebanyak 12,48 miliar lembar saham, dengan target dana yang ingin diraih mencapai Rp2,37 triliun.
Namun, hingga saat ini belum ada informasi lebih lanjut mengenai IPO CDI. Situs resmi e-IPO juga belum merilis prospektus IPO CDI.
RAGAMUTAMA.COM telah mencoba menghubungi Manajemen TPIA untuk mengonfirmasi informasi yang beredar. Namun, Manajemen TPIA belum dapat memberikan informasi apapun mengenai IPO anak usahanya tersebut.
Entitas Usaha Konglomerat hingga Bank Digital
Sebelumnya, melalui keterbukaan informasi, emiten yang terafiliasi dengan Prajogo Pangestu tersebut juga menegaskan bahwa pihaknya belum dapat memastikan waktu pelaksanaan IPO CDI.
Emiten milik Prajogo Pangestu lainnya, PT Barito Pacific Tbk. (BRPT), juga dikabarkan akan membawa anak usahanya di bidang properti, PT Griya Idola, untuk melakukan IPO.
Namun, melalui keterbukaan informasi BEI, Manajemen BRPT menjelaskan bahwa PT Griya Idola belum memiliki rencana untuk melakukan IPO. Selain itu, hingga saat ini, tidak ada informasi atau kejadian penting lainnya yang material dan dapat mempengaruhi kelangsungan hidup BRPT serta dapat mempengaruhi harga saham perseroan.
Kemudian, PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC) juga dikabarkan akan membawa anak usahanya, PT Medco Power Indonesia, untuk melantai di Bursa.
Rencana IPO ini dirancang oleh Medco Power seiring dengan upaya perusahaan untuk meningkatkan target penjualan listrik hingga mencapai 4.500 gigawatt per hour (GWh) pada tahun ini, yang lebih tinggi 9,75% dari capaian sepanjang tahun 2024.
Anak usaha PT Summarecon Agung Tbk. (SMRA), yaitu PT Summarecon Investment Property (SMIP), juga dikabarkan akan melakukan IPO. Kabar ini sudah beredar cukup lama, namun manajemen SMRA tampaknya masih mempertimbangkan aksi korporasi tersebut mengingat kondisi pasar yang ada.
SMRA pada bulan September 2024 lalu telah menyetor modal dalam bentuk nontunai (inbreng) ke SMIP senilai Rp8 triliun.
: Prospek IPO Diuji Pasang Surut Pasar Saham
Rumor IPO lainnya yang juga santer terdengar adalah IPO Superbank, bank digital hasil kolaborasi antara Grab dan PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK). Kabar IPO Superbank ini muncul pada Januari 2025 lalu.
Dilansir dari Bloomberg, sumber yang mengetahui rencana tersebut mengatakan bahwa Superbank sedang mempertimbangkan IPO di BEI dan menargetkan perolehan dana dari penjualan saham potensial senilai US$200 juta hingga US$300 juta.
Selain itu, Superbank dikabarkan mengincar valuasi senilai US$1,5 miliar hingga US$2 miliar dalam pencatatan saham perdananya nanti. Adapun, saat ini, rencana IPO Superbank dikabarkan masih dalam tahap awal dan belum ada keputusan final yang diambil.
Terdapat pula rencana IPO dari bank pembangunan daerah (BPD), yaitu Bank DKI. Langkah untuk melantai di bursa ini didorong oleh Gubernur DKI Pramono Anung dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas layanan Bank DKI.
Terpisah, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menyampaikan bahwa hingga saat ini belum ada pengajuan IPO dari Bank DKI. Namun, OJK senantiasa mendorong bank untuk terus memberikan nilai tambah strategis bagi seluruh pemangku kepentingan dan mendukung pendalaman pasar keuangan.
“Salah satunya adalah dengan melakukan penawaran umum perdana saham guna memperkuat permodalan dalam rangka pertumbuhan bisnis, meningkatkan transparansi, dan tata kelola dengan status perusahaan terbuka,” jelas Dian dalam jawaban tertulis beberapa waktu lalu.
Selain itu, Dian juga menyebutkan bahwa OJK mendorong semua BPD untuk dapat melakukan IPO ataupun menerbitkan obligasi. Namun, Dian mengingatkan agar seluruh BPD memenuhi persyaratan dasar sebelum melakukan aksi korporasi.
Beberapa hal mendasar tersebut meliputi disiplin fiskal pemerintah daerah, profesionalisme, tata kelola, rentabilitas bank, dan peringkat yang baik dari lembaga pemeringkat yang kredibel.
Menimbang Momentum IPO
Sebelumnya, Associate Director Pilarmas Investindo, Maximilianus Nicodemus, menyatakan bahwa aksi IPO pada tahun ini menghadapi tantangan, salah satunya adalah kondisi pasar saham yang sedang kurang bergairah. Akibatnya, menurutnya, jumlah perusahaan yang akan melakukan IPO pun berpotensi mengalami penurunan.
“Berbicara tentang IPO bukan hanya tentang fundamental, tetapi juga tentang momentum yang tepat,” ujarnya kepada Bisnis pada Selasa (4/3/2025).
Adapun, terkait dengan minat investor terhadap perusahaan yang melakukan IPO, menurutnya, masih cukup tinggi. Akan tetapi, investor akan sangat mempertimbangkan kualitas IPO tersebut.
“Investor tentunya berharap perusahaan-perusahaan yang melantai di Bursa memiliki market share yang signifikan,” tutur Nicodemus.
Head of Retail Research Sinarmas Sekuritas, Ike Widiawati, berpendapat bahwa seharusnya aksi IPO pada tahun ini dapat lebih ramai dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini didorong oleh fakta bahwa tahun politik telah berlalu dan adanya dorongan untuk melakukan ekspansi pasar.
Pada tahun ini, Ike menilai bahwa minat investor terhadap perusahaan yang melakukan IPO masih cukup tinggi. Investor akan siap menyambut perusahaan-perusahaan yang melantai di Bursa. Saat ini, menurutnya, pasar IPO tidak hanya diminati oleh investor institusional, tetapi juga semakin diramaikan oleh kehadiran investor ritel.
Ike menambahkan bahwa investor sudah mulai memahami prospek saham IPO. Meskipun saham emiten IPO cenderung volatile, namun tetap menarik bagi pasar.
“Memang menarik, akan tetapi high-risk, high-return. Kalau kita lihat, walaupun memang setelah 8 bulan IPO, harga saham yang baru listing biasanya turun. Namun, pada saat mereka masuk di harga penawaran pertama kali, kemudian listing dan ada kenaikan per 3 hari itu sudah lumayan. Hal inilah yang menjadi euforia di pelaku pasar,” pungkas Ike.