Ragamutama.com, Jakarta – Kebijakan Gubernur Jawa Barat mengenai pengiriman siswa yang dianggap bermasalah ke lingkungan militer menuai kritik. Ketua Komisi Pendidikan DPR RI, Hetifah Sjaifudan, mempertanyakan efektivitas metode tersebut dalam membentuk karakter anak. Menurutnya, meski pendidikan karakter dan bela negara merupakan bagian penting dari kurikulum saat ini, implementasinya perlu dikaji ulang.
“Esensi bela negara lebih menitikberatkan pada penumbuhan kesadaran nasionalisme, kecintaan pada tanah air, serta kesiapan mental. Bukan semata-mata melalui pelatihan ala militer,” tegas Hetifah di Gedung DPR, Selasa, 6 Mei 2025.
Politisi dari Partai Golkar ini menambahkan, landasan pembinaan bela negara dalam Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 8 Tahun 2022, yang mengatur Pedoman Kesadaran Pembinaan Bela Negara, menegaskan bahwa partisipasi dalam program bela negara bersifat sukarela. Oleh karena itu, penerapan pendidikan bela negara harus selaras dengan kebutuhan dan konteks pendidikan nasional yang menjamin hak siswa untuk memperoleh pendidikan yang menyeluruh dan berfokus pada pengembangan potensi diri.
“Kami menggarisbawahi pentingnya pendidikan karakter yang berpusat pada penguatan kurikulum yang sudah ada, seperti pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan,” ujarnya.
Gubernur Dedi Mulyadi pertama kali mengemukakan ide pengiriman siswa bermasalah ke barak militer saat perayaan ulang tahun ke-26 Kota Depok, Jawa Barat, pada 25 April. Mantan Bupati Purwakarta tersebut berencana memulai program ini pada bulan Mei.
Menurutnya, siswa yang memiliki masalah perilaku, seperti tidak mau bersekolah, terlibat balap liar, dan tawuran, akan mengikuti program pembinaan karakter berbasis militer. Setelah dinilai menunjukkan perbaikan perilaku, anak-anak tersebut akan dikembalikan kepada orang tua mereka.
Dedi telah mewujudkan program tersebut dengan mengirimkan 69 pelajar dari Purwakarta yang dianggap “nakal” ke barak militer pada tanggal 1 Mei. Sebelumnya, orang tua siswa telah memberikan persetujuan terhadap upaya pembinaan karakter ini.
Pemerintah provinsi juga telah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh sekolah di Jawa Barat untuk menginformasikan pelaksanaan pendidikan ala militer ini. “Surat edaran sudah diterbitkan dua hari yang lalu, ditujukan kepada seluruh sekolah,” ungkap politisi Partai Gerindra tersebut usai memimpin upacara Hari Pendidikan Nasional tingkat Provinsi Jawa Barat, Jumat pekan lalu.
Pangeran Khairul Saleh, Anggota Komisi Hak Asasi Manusia DPR, berpendapat bahwa keputusan Dedi Mulyadi mengirim siswa bermasalah ke barak militer bertentangan dengan Konvensi Hak Anak dan prinsip pendidikan yang humanis. Menurutnya, anak-anak seharusnya tumbuh dalam lingkungan yang mendukung perkembangan mental dan fisik secara optimal.
“Bukan ditanamkan doktrin kekerasan atau kedisiplinan yang berlebihan,” kata Pangeran melalui pernyataan tertulis pada hari Selasa, 6 Mei 2025.
Ia menambahkan bahwa keputusan pengiriman anak ke barak militer seharusnya didasarkan pada kajian yang komprehensif dengan melibatkan berbagai pihak terkait. “Jangan sampai kebijakan yang diambil justru melanggar prinsip HAM dan hak anak,” pungkas politisi dari PAN tersebut.
Ervana Trikarinaputri turut serta dalam penulisan artikel ini
Pilihan Editor: Perbandingan Penanganan Siswa Bermasalah di Jawa Barat dengan Praktik di Negara Lain