Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok telah mencapai kesepakatan penting mengenai penurunan signifikan tarif impor, sebuah langkah yang diperkirakan akan membawa implikasi besar bagi perekonomian global, termasuk Indonesia.
Menurut laporan dari Bloomberg, biaya tarif impor yang sebelumnya dikenakan kepada produk-produk Tiongkok yang memasuki pasar AS kini telah diturunkan menjadi 30 persen, dari angka sebelumnya yang mencapai 145 persen.
Sementara itu, produk-produk yang berasal dari AS yang masuk ke Tiongkok, yang awalnya dikenakan tarif sebesar 125 persen, sekarang hanya dikenakan tarif sebesar 10 persen. Kesepakatan ini direncanakan akan berlaku selama periode 90 hari mendatang.
Perundingan dagang antara Tiongkok dan AS berlangsung selama dua hari di Jenewa, Swiss, dan akhirnya membuahkan hasil berupa kesepakatan setelah melalui periode ketegangan akibat perang tarif yang berlangsung selama beberapa tahun.
Apa Konsekuensi bagi Indonesia?
Indonesia diyakini dapat merasakan dampak positif dari kesepakatan antara AS dan Tiongkok ini. Ada harapan baru untuk stabilitas ekonomi global, yang tentunya akan berdampak pada Indonesia.
Seorang ekonom dari Maybank Indonesia yang berfokus pada Industri dan Pasar Global berpendapat bahwa Indonesia dapat memanfaatkan momen kesepakatan ini untuk memperluas jangkauan pasar ekspornya dan memperkuat kolaborasi perdagangan, terutama dengan AS.
“Sepertinya hal ini akan semakin menekan tingkat volatilitas di pasar keuangan global. Bagi Indonesia, ini adalah pertanda baik yang menunjukkan bahwa Amerika terbuka terhadap proses negosiasi,” kata Myrdal kepada kumparan, Senin (12/5).
Ia berharap agar Indonesia juga dapat melakukan negosiasi yang transparan dengan AS, khususnya terkait potensi penerapan tarif baru oleh pemerintahan Trump, seperti yang telah dilakukan AS dengan Tiongkok.
Di sisi lain, Pengamat Pasar Modal dan Keuangan, Ibrahim Assuaibi, berpendapat bahwa meskipun tarif yang diterapkan AS untuk barang-barang dari Tiongkok masih relatif tinggi, posisi Tiongkok secara keseluruhan cenderung lebih kuat.
Pada saat yang sama, Tiongkok kemungkinan akan membuka jalur ekspor baru ke berbagai negara, termasuk wilayah ekonomi ASEAN.
“Salah satu tujuannya adalah Indonesia, juga Vietnam, Kamboja, Malaysia, bahkan hingga Afrika dan Eropa Timur. Negara-negara anggota BRICS berpotensi menjadi target ekspansi baru bagi Tiongkok,” jelas Ibrahim kepada kumparan, Senin (12/5).
Namun demikian, Ibrahim juga yakin bahwa ‘oleh-oleh’ yang telah disiapkan oleh Indonesia akan mendapatkan sambutan positif dari pemerintah AS. Terdapat tiga poin utama yang dibawa, yaitu biaya impor antara 0-5 persen, pembebasan PPN dan PPh, serta kebijakan fiskal dan deregulasi non-fiskal.
“Kemungkinan besar hal ini akan diterima dengan baik oleh pemerintah AS,” pungkasnya.