Ragamutama.com – , Jakarta – Pemerintah Republik Indonesia dijadwalkan untuk menyerahkan 100 unit rumah subsidi kepada para jurnalis pada sore hari ini, Selasa, 6 Mei 2025. Heru Pudyo Nugroho, Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), menyatakan bahwa berbagai langkah antisipatif telah dipersiapkan untuk membantu jurnalis peserta program yang mungkin menghadapi kesulitan dalam pembayaran cicilan. Program rumah subsidi khusus untuk jurnalis ini diluncurkan di tengah kekhawatiran akan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang sedang melanda beberapa perusahaan media.
“Tentu saja, risiko selalu ada. Namun, seluruhnya sudah di-cover oleh asuransi, termasuk asuransi kredit,” jelas Heru saat diwawancarai di Kantor Kementerian PKP, Senin malam, 5 Mei 2025.
Lebih lanjut, Heru menjelaskan bahwa mekanisme penanganan risiko tersebut merupakan kebijakan dari bank penyalur. Ini termasuk potensi skema khusus bagi jurnalis yang mengalami masalah dalam membayar angsuran. “Hal tersebut akan dibahas langsung dengan pihak perbankan,” imbuhnya.
Program rumah subsidi khusus bagi jurnalis ini diinisiasi pemerintah melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Sebanyak 1.000 unit rumah telah dialokasikan untuk program ini. Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (Menteri PKP) Maruarar Sirait, yang akrab disapa Ara, menegaskan bahwa program rumah subsidi untuk jurnalis ini merupakan wujud niat baik dari pemerintah.
Maruarar Sirait meyakinkan publik bahwa program ini sama sekali tidak bertujuan untuk membungkam suara kritis jurnalis. Ia menekankan bahwa jurnalis harus tetap mempertahankan sikap kritis mereka. “Wartawan dan media, sebagai salah satu pilar demokrasi, memiliki hak untuk hidup sejahtera, termasuk dalam hal perumahan,” ujar politikus dari Partai Gerindra tersebut.
Ironisnya, di tengah peluncuran program rumah subsidi khusus bagi jurnalis, kabar PHK justru datang dari berbagai perusahaan media. Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, mengungkapkan bahwa pihaknya baru-baru ini menerima informasi mengenai gelombang PHK yang masih terjadi di sejumlah media. Beberapa contoh yang disebutkan adalah Kompas TV yang melakukan pemangkasan 150 karyawan, CNN Indonesia TV sebanyak 200 orang, TvOne sebanyak 75 orang, dan Emtek sebanyak 100 orang. Selain itu, Viva.co.id dikabarkan akan menutup kantornya di Pulogadung pada bulan depan, dan MNC telah mengurangi jumlah pemimpin redaksi dari 10 menjadi hanya tiga orang.
“Sebagian besar media, baik di tingkat pusat maupun daerah, cenderung tidak melaporkan kondisi ini. Oleh karena itu, kami merasa perlu untuk melakukan pembaruan data yang lebih komprehensif dan transparan,” kata Ninik dalam sambutannya pada peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu, 3 Mei 2025.
Tadjudin Noer Effendi, pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), berpendapat bahwa kunci utama kesejahteraan warga negara, termasuk jurnalis, adalah ketersediaan lapangan kerja dan pemberian upah yang layak. Meskipun jurnalis berhak mendapatkan hunian dengan harga terjangkau, Tadjudin menekankan pentingnya mencermati kebijakan pemerintah dalam membuat program rumah subsidi khusus untuk jurnalis.
Alasannya adalah, jurnalis yang mengambil program rumah subsidi tetap harus menanggung beban cicilan. Sementara itu, ketidakpastian ekonomi dan ancaman PHK di industri media masih menjadi momok. “Bagaimana jika di tengah jalan ada kendala, mereka tidak bisa melanjutkan cicilan, dan rumah diambil alih? Uang yang sudah dicicil pun tidak bisa kembali,” ungkap Tadjudin saat dihubungi oleh Tempo, Selasa, 6 April 2025.
Oleh karena itu, Tadjudin menekankan bahwa hal yang seharusnya menjadi prioritas pemerintah adalah kebijakan mengenai upah yang layak. Ia berpendapat bahwa pemerintah saat ini masih berpatok pada upah minimum. “Jika pemerintah ingin memakmurkan rakyat, maka kebijakan upahnya haruslah upah yang layak,” tegas Tadjudin. Sebab, jika upah pekerja, termasuk jurnalis, sudah layak, maka program rumah subsidi khusus untuk profesi tertentu tidak diperlukan.
Lebih lanjut, Tadjudin mengingatkan agar para jurnalis melakukan perhitungan matang sebelum memutuskan untuk mengikuti program rumah subsidi ini. Perhitungan tersebut meliputi keterjangkauan lokasi perumahan, skema cicilan, dan pemeriksaan kondisi rumah. Menurutnya, tidak sedikit rumah subsidi yang kualitas bangunannya kurang baik sehingga menimbulkan beban renovasi di kemudian hari. “Tawaran seperti ini harus diperhatikan dengan seksama, jangan sampai awalnya terasa enak, namun justru menimbulkan masalah di kemudian hari,” pesannya.
Nandito Putra berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan Editor: Masa Paceklik Industri Media: Akar Masalah dan Prospek Pemulihan