Amerika Serikat dan China sepakat untuk sementara waktu menurunkan tarif impor yang saling dikenakan.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, mengumumkan bahwa kedua negara akan memberlakukan penurunan tarif timbal balik sebesar 15% selama periode 90 hari.
Pengumuman ini muncul setelah serangkaian perundingan dagang intensif antara China dan AS yang diselenggarakan di Swiss pada akhir pekan.
Pertemuan selama dua hari tersebut merupakan yang pertama sejak Presiden AS, Donald Trump, memberlakukan tarif tinggi terhadap barang-barang impor dari China pada bulan Januari.
Kebijakan tersebut kemudian direspon oleh China dengan penerapan tarif yang juga signifikan terhadap produk-produk AS yang memasuki pasar China.
Trump sebelumnya menetapkan tarif sebesar 45% untuk barang impor dari China. Beijing membalas dengan mengenakan tarif sebesar 25% pada sejumlah produk dari AS.
Sebagai hasil dari perundingan, tarif AS untuk impor dari China akan dikurangi menjadi 30% selama periode 90 hari tersebut.
Sementara itu, tarif China untuk impor dari AS akan diturunkan menjadi 10% selama jangka waktu yang sama.
Paket kebijakan AS juga mencakup elemen tambahan yang bertujuan untuk mendorong Beijing agar lebih aktif dalam memerangi perdagangan ilegal fentanyl.
Seperti diketahui, AS mencurigai bahwa obat opioid yang sangat adiktif ini secara ilegal diselundupkan, termasuk melalui Meksiko dan Kanada.
Para pejabat AS menyatakan keterkejutannya atas kesediaan China untuk mengatasi masalah ini.
“Kedua negara berjuang keras untuk kepentingan nasional masing-masing,” ujar Bessent.
“[AS dan China] memiliki kepentingan bersama dalam mewujudkan perdagangan yang seimbang, dan AS akan terus berupaya menuju arah tersebut.”
Pemberlakuan tarif yang tinggi ini awalnya memicu ketidakstabilan di pasar keuangan dan menimbulkan kekhawatiran tentang kemungkinan resesi global.
Berita mengenai penangguhan tarif ini memicu pemulihan di pasar saham.”
Indeks Hang Seng Hong Kong mengalami lonjakan setelah pengumuman tersebut, ditutup dengan kenaikan sebesar 3%.
Sementara Indeks Komposit Shanghai China telah ditutup sebelum rincian kesepakatan diumumkan, dan mencatatkan kenaikan sebesar 0,8%.
Saham-saham Eropa dibuka dengan tren positif, dan indikasi awal menunjukkan bahwa bursa saham utama AS akan dibuka lebih tinggi antara 2 hingga 3%.”
Perundingan dagang yang ‘produktif’ dan ‘mendalam’
Sebelumnya, baik AS maupun China menyatakan bahwa telah terjadi kemajuan dalam perundingan dagang di Swiss.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menggambarkan pembicaraan intensif antara kedua negara sebagai “produktif dan konstruktif,” sementara Wakil Perdana Menteri China, He Lifeng, menyebut pembicaraan itu “mendalam” dan “terbuka”.
Gedung Putih menyebut pertemuan bilateral tersebut sebagai “kesepakatan dagang” tetapi tidak memberikan rincian lebih lanjut.
Pernyataan bersama dengan detail lengkap diharapkan akan dirilis pada Senin (12/05) waktu setempat.
Bessent dan He terlibat dalam diskusi tertutup yang bersifat rahasia sepanjang akhir pekan.
Pertemuan tatap muka ini merupakan yang pertama antara AS dan China sejak kedua negara terlibat dalam perang tarif yang intens.
Setelah perundingan di Jenewa selesai, Duta Besar Jamieson Greer, perwakilan dagang AS, menyatakan bahwa “kesepakatan yang kami capai dengan mitra-mitra China kami” akan membantu mengurangi defisit perdagangan AS sebesar US$1,2 triliun (sekitar Rp19,9 kuadriliun).
Bessent menyatakan bahwa AS dan China telah membuat “kemajuan yang signifikan” dalam meredakan perang dagang.
Secara terpisah, Wakil Perdana Menteri China, He Lifeng, mengatakan bahwa perundingan tersebut “sangat penting bagi kedua negara dan memiliki dampak yang signifikan pada stabilitas dan perkembangan ekonomi global”.
He menambahkan bahwa kedua belah pihak telah mencapai serangkaian kesepakatan. Selain itu, AS dan China juga sepakat untuk membentuk mekanisme konsultasi ekonomi dan perdagangan.
Ngozi Okonjo-Iweala, inspektur jenderal Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), menyebut perundingan AS-China sebagai “langkah maju yang penting”.
Dia mendesak kedua negara untuk “memanfaatkan momentum ini”.
Pada Senin (12/05), saham-saham di China daratan dan Hong Kong naik, sementara pasar saham AS juga diperkirakan akan dibuka lebih tinggi saat perdagangan dimulai.
Mata uang China, yuan, menguat terhadap dolar AS.
Frank Lavin, mantan wakil menteri perdagangan internasional di Departemen Perdagangan AS, memperkirakan kedua negara akan memangkas tarif.
Namun, Lavin mengatakan kepada program BBC Business Today bahwa besaran tarif akan tetap “jauh di atas norma historis”.
Sementara Andrew Wilson, wakil sekretaris jenderal Kamar Dagang Internasional, mengatakan bahwa tingkat tarif saat ini perlu dikurangi secara substansial.
Meskipun hasil perundingan dagang AS-China pada akhir pekan terkesan “sangat positif”, Wilson menekankan bahwa tarif akan “tetap sangat mengganggu arus perdagangan internasional” jika tetap berada di atas 20%.
“Saya rasa kita perlu menetapkan 30% sebagai patokan, idealnya menuju ke 20%,” ujarnya.
Sebelumnya, Deborah Elms, kepala kebijakan perdagangan di Hinrich Foundation, meragukan perundingan di Jenewa akan benar-benar mengatasi persoalan tarif timbal balik.
“Saya rasa yang paling mungkin terjadi adalah kesepakatan antara kedua pihak untuk terus bernegosiasi,” katanya pada program BBC Newsday.
Presiden Trump memuji “reset total” dalam hubungan antara AS dan China setelah hari pertama perundingan dirampungkan pada Sabtu (10/05).
Dalam unggahan di media sosial, Trump mengatakan pertemuan berlangsung “sangat baik” dan perubahan telah “dinegosiasikan secara bersahabat, tetapi konstruktif”.
“Kami ingin melihat, demi kebaikan China dan AS, dibukanya China untuk bisnis Amerika. KEMAJUAN BESAR TELAH DICAPAI!!!” tambah Trump.
Pada hari Jumat (09/05), sebelum perundingan dimulai, Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengatakan bahwa Washington tidak akan menurunkan tarif secara sepihak, dan China perlu memberikan konsesinya sendiri.
Di sisi lain, kedua belah pihak juga mengeluarkan berbagai peringatan menjelang pertemuan bilateral itu.
Beijing mengatakan AS harus melonggarkan tarif, sementara Bessent menekankan bahwa fokusnya adalah pada “de-eskalasi” dan ini bukanlah “kesepakatan dagang besar”.
Media pemerintah China melaporkan bahwa Beijing memutuskan untuk terlibat dengan AS setelah sepenuhnya mempertimbangkan ekspektasi global, kepentingan negara, dan permintaan dari perusahaan-perusahaan Amerika.
Bulan lalu, BBC menemukan bahwa eksportir China kesulitan akibat tarif AS.
Sebuah perusahaan, Sorbo Technology, melaporkan bahwa setengah dari produknya yang biasanya dijual ke AS kini menumpuk di gudang di China.
Sementara ekonomi AS menyusut dalam tiga bulan pertama tahun ini—terkontraksi pada tingkat tahunan sebesar 0,3%. Hal ini terjadi karena perusahaan-perusahaan bergegas memasukkan barang ke negara tersebut.
Perang dagang antara China dan AS meningkat bulan lalu setelah Presiden Trump mengumumkan tarif dasar universal untuk semua impor ke Amerika Serikat, pada apa yang disebutnya “Hari Pembebasan”.
Sekitar 60 mitra dagang, yang oleh Gedung Putih digambarkan sebagai “pelanggar terburuk”, dikenakan tarif yang lebih tinggi daripada yang lain.
Daftar tersebut termasuk China dan Uni Eropa.
Trump mengatakan ini adalah balasan atas kebijakan perdagangan tidak adil selama bertahun-tahun terhadap AS.
Secara terpisah, Trump juga mengumumkan pajak impor 25% untuk semua baja dan aluminium yang masuk ke AS, dan tarif tambahan 25% untuk semua mobil dan suku cadang mobil.
Pekan lalu, AS dan Inggris dilaporkan menyepakati kesepakatan.
Tarif 25% akan dipotong menjadi 10% untuk maksimal 100.000 mobil Inggris—sesuai dengan jumlah mobil yang diekspor Inggris tahun lalu.
- Kesaksian para pengusaha UMKM China yang terdampak tarif Trump – Kami benar-benar kewalahan
- China peringatkan negara yang negosiasi tarif dengan AS, apa kata pemerintah Indonesia?
- Akankah ‘serangan pesona’ China mengubah peta Asia Tenggara dan bagaimana posisi Indonesia?
- China bersiap pindahkan pabrik-pabrik ke Asia Tenggara demi hindari tarif AS, Indonesia jadi tujuan?
- Apa ancaman dan peluang di balik tarif ‘timbal balik’ Trump bagi Indonesia?
- Presiden AS Donald Trump sebut China ‘kendalikan’ Terusan Panama, benarkah tuduhan itu?
- Mengapa hubungan mesra Trump dan Xi Jinping merenggang?
- Mengapa China gelontorkan ratusan triliun rupiah supaya warganya lebih sering belanja?
- Perang dagang AS-Uni Eropa memanas setelah Trump berlakukan tarif impor baja