Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengintensifkan penyidikan terhadap dugaan korupsi dalam pembagian kuota haji tambahan untuk tahun 2024. Persoalan muncul saat Kementerian Agama (Kemenag) memutuskan untuk membagi rata 20.000 kursi tambahan tersebut, masing-masing 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Keputusan pembagian ini dinilai melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Berdasarkan undang-undang tersebut, komposisi ideal kuota haji ditetapkan sebesar 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
KPK menduga kuat adanya penyelewengan di balik pembagian kuota haji tambahan ini, khususnya indikasi penjualan kuota kepada jamaah haji khusus. Untuk memperkuat proses penyidikan, Komisi Antirasuah secara proaktif mengajak para jamaah haji khusus yang merasa dirugikan untuk bersedia menjadi saksi.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, pada Senin, 18 Agustus 2024 (merujuk pada konteks tahun 2024), menjelaskan mekanisme bagi jamaah haji tahun 1445 Hijriah atau 2024 Masehi yang ingin membantu penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama. “Informasi ini bisa menjadi pengayaan bagi proses penyidikan yang sedang dilakukan KPK,” ujar Budi.
Berdasarkan informasi dari laman resmi KPK, masyarakat dapat menyampaikan laporan melalui berbagai saluran pengaduan. Ini mencakup pembuatan laporan langsung di laman https://kws.kpk.go.id/, menghubungi pusat panggilan 198, atau mengirimkan surat elektronik ke alamat [email protected].
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, pada Kamis, 14 Agustus 2024 (merujuk pada konteks tahun 2024), menegaskan kebutuhan lembaga antirasuah akan keterangan dari para jamaah haji 1445 Hijriah atau 2024 Masehi. Asep menyebutkan kriteria jamaah yang sangat dibutuhkan kesaksiannya, antara lain mereka yang mendaftar untuk haji khusus namun mendapatkan pelayanan haji reguler, serta jamaah haji furoda yang justru mendapatkan pelayanan haji khusus atau reguler.
Penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024 ini secara resmi diumumkan oleh KPK pada 9 Agustus 2024 (merujuk pada konteks tahun 2024). Sebagai langkah awal, KPK juga telah menjalin komunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung total kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dari kasus ini.
Pada 11 Agustus 2024 (merujuk pada konteks tahun 2024), KPK mengumumkan perkiraan awal kerugian negara dalam kasus ini mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Terkait hal tersebut, KPK juga telah melakukan pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap tiga orang, salah satunya adalah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Isu pembagian kuota haji tambahan ini juga tidak luput dari perhatian Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024. Melalui pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji, DPR mengklaim telah menemukan sejumlah kejanggalan signifikan dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024.
Poin utama yang disorot oleh pansus adalah perihal pembagian kuota 50:50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi. Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan tersebut menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Tindakan ini secara tegas dinilai tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang secara eksplisit mengatur kuota haji khusus sebesar 8 persen dan kuota haji reguler 92 persen.
Penetapan Tersangka
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menyatakan bahwa penetapan tersangka dalam kasus korupsi kuota haji ini akan dilakukan secepat mungkin setelah serangkaian penggeledahan di berbagai lokasi. “Ya, pasti kalau target, harapannya as soon as possible. Tapi kembali kepada hasil daripada pemeriksaan dan telaah terhadap seluruh dokumen dan barang bukti yang relevan dengan perkara tersebut,” ucap Setyo di gedung KPK, Jakarta Selatan, Ahad, 17 Agustus 2024 (merujuk pada konteks tahun 2024).
Meskipun demikian, ia belum dapat memastikan secara pasti waktu penetapan tersangka. KPK, lanjut Setyo, tetap berupaya keras untuk menuntaskan proses hingga penghitungan akhir total kerugian keuangan negara akibat korupsi kuota haji ini dapat dipastikan. “Nah, dari situlah nanti dipastikan bahwa ada kerugian keuangan negara untuk memperkuat persangkaan terhadap para tersangka,” pungkasnya.
M Raihan Muzakki berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan Editor Kelemahan Dana Bantuan Korban Kekerasan Seksual