Kinerja perdagangan Indonesia kembali menunjukkan tren positif. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa neraca perdagangan pada Mei 2025 mencatat surplus signifikan sebesar US$ 4,30 miliar. Angka ini melonjak tajam dibandingkan surplus bulan sebelumnya, April 2025, yang hanya mencapai US$ 160 juta.
Pencapaian ini sekaligus menandai rekor panjang bagi ekonomi Indonesia, di mana neraca perdagangan berhasil mencatat surplus selama 61 bulan berturut-turut, sebuah tren positif yang konsisten sejak Mei 2020. Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menegaskan hal tersebut dalam konferensi pers yang digelar di Kantor BPS, Jakarta, pada Selasa, 1 Juli 2025.
Pudji Ismartini menjelaskan bahwa kinerja positif ini utamanya ditopang oleh surplus kuat dari komoditas nonmigas yang mencapai US$ 5,83 miliar. Kontributor utama dalam sektor ini mencakup lemak dan minyak hewani, bahan bakar mineral, serta besi dan baja. Di sisi lain, sektor migas masih menghadapi tantangan, dengan neraca perdagangan yang mencatat defisit sebesar US$ 1,53 miliar, yang didominasi oleh hasil minyak dan minyak mentah.
Secara keseluruhan, nilai ekspor Indonesia pada Mei 2025 tercatat mencapai US$ 24,61 miliar, menunjukkan peningkatan sebesar 9,68 persen dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya, Mei 2024. Akumulasi data menunjukkan bahwa sepanjang Januari hingga Mei 2025, neraca perdagangan Indonesia secara kumulatif telah mencatat surplus yang mengesankan sebesar US$ 15,38 miliar.
Dalam konteks mitra dagang, Tiongkok (Cina) konsisten menjadi destinasi utama ekspor nonmigas Indonesia, dengan nilai mencapai US$ 24,25 miliar selama periode Januari-Mei 2025. Amerika Serikat menyusul sebagai pasar penting dengan nilai ekspor US$ 12,11 miliar, diikuti oleh India sebesar US$ 7,28 miliar. Kawasan regional seperti ASEAN juga menjadi tujuan ekspor yang signifikan dengan US$ 21,48 miliar, sementara Uni Eropa mencatatkan nilai ekspor sebesar US$ 7,76 miliar dari Indonesia.
Di sisi lain, nilai impor Indonesia pada Mei 2025 tercatat sebesar US$ 20,31 miliar, mengalami peningkatan 4,14 persen dibandingkan Mei 2024. Secara kumulatif, total nilai impor sepanjang Januari hingga Mei 2025 mencapai US$ 96,60 miliar, sebuah kenaikan sebesar 5,54 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya, seperti yang disampaikan oleh Pudji.
Untuk sumber impor nonmigas, Tiongkok juga mendominasi sebagai pemasok terbesar bagi Indonesia, dengan nilai US$ 33,12 miliar atau sekitar 39,92 persen dari total impor nonmigas selama Januari–Mei 2025. Mitra dagang lain yang signifikan adalah Jepang dengan nilai impor US$ 6,31 miliar (7,61 persen) dan Singapura sebesar US$ 3,89 miliar (4,69 persen). Impor dari kawasan ASEAN tercatat sebesar US$ 13,36 miliar (16,10 persen), sementara dari Uni Eropa mencapai US$ 4,53 miliar (5,46 persen) dari total impor nonmigas Indonesia.
Pilihan Editor: Apa Upaya Pemerintah Membendung Impor Cina