Ragamutama.com – JAKARTA. Keputusan Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan (BI rate) menjadi 5,50% memberikan angin segar bagi pergerakan saham perusahaan properti. Meskipun demikian, pengaruh signifikan terhadap performa keuangan emiten properti hingga penghujung tahun 2025 diperkirakan tidak akan terlalu besar.
Analis dari BRI Danareksa Sekuritas, Ismail Fakhri Suweleh dan Wilastita Muthia Sofi, berpendapat bahwa kebijakan ini menjadi katalis positif bagi sektor properti.
“Saham-saham di sektor properti cenderung mengalami peningkatan valuasi menjelang dan selama periode penurunan suku bunga,” ungkap Ismail dan Wilastita dalam analisis mereka yang dirilis pada 9 Mei 2025.
Tingkatkan Kinerja, Pengembang Properti Andalkan Marketing Sales Tahun Ini
Dengan kata lain, mereka berpendapat bahwa pasar mulai memberikan penilaian yang lebih tinggi terhadap saham-saham perusahaan properti. Secara umum, kinerja saham emiten properti memang menunjukkan perbaikan sejak sebulan sebelum momen penurunan suku bunga. Menurut Ismail dan Wilastita, hal ini mencerminkan strategi taktis yang diterapkan oleh investor terhadap sektor ini.
Namun, keduanya memperkirakan bahwa penurunan suku bunga BI tidak akan secara langsung memengaruhi kinerja pra-penjualan. Hal ini disebabkan karena pergerakan suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tidak selalu selaras dengan perubahan suku bunga BI.
“Kinerja pre-sales lebih erat kaitannya dengan peluncuran produk baru dan daya beli konsumen terhadap kombinasi produk yang ditawarkan,” jelas Ismail dan Wilastita.
Penurunan BI Rate Diyakini Mampu Dongkrak Kinerja Emiten Sektor Properti
Keduanya menjelaskan bahwa Bank Indonesia menjadikan KPR sebagai fokus utama dalam mencapai target penyaluran kredit, karena dianggap sebagai segmen yang paling aman dan stabil. Akibatnya, suku bunga KPR menunjukkan tren penurunan selama satu dekade terakhir.
Meskipun demikian, beberapa emiten masih menghadapi potensi tantangan akibat pasar KPR yang lesu sepanjang tahun 2025. “Kondisi likuiditas yang ketat dapat mendorong penyesuaian harga ke atas, bahkan dalam kondisi suku bunga global yang lebih rendah,” tegas Ismail dan Wilastita.
Namun secara keseluruhan, Ismail dan Wilastita memberikan rekomendasi overweight untuk sektor properti. Alasannya, harga saham mayoritas emiten properti saat ini masih berada di bawah nilai wajarnya berdasarkan standar historis lima tahun terakhir.
Selain itu, keduanya mencatat bahwa sebagian besar emiten saat ini berada dalam posisi kas bersih yang kuat. Oleh karena itu, penurunan suku bunga yang tidak terlalu berdampak signifikan pada kinerja keuangan perusahaan tidak menjadi masalah besar.