Ragamutama.com JAKARTA. PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) nampaknya semakin gencar dalam upaya mengurangi ketergantungannya pada bisnis energi berbasis bahan bakar fosil. Salah satu strategi yang ditempuh TOBA adalah divestasi aset berupa Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Sesuai dengan pengumuman keterbukaan informasi yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada hari Jumat (16/5), TOBA telah menyelesaikan penjualan seluruh kepemilikan sahamnya di PT Gorontalo Listrik Perdana (GLP). GLP sendiri merupakan perusahaan yang mengelola PLTU Sulbagut-1 dengan kapasitas sebesar 2×50 megawatt (MW).
Sebelumnya, TOBA memegang secara tidak langsung 80% saham GLP. Keseluruhan saham tersebut kemudian dialihkan kepemilikannya kepada PT Kalibiru Sulawesi Abadi (KSA) pada tanggal 16 Mei 2025.
Menurut catatan Kontan, KSA adalah perusahaan yang terafiliasi dengan para pengusaha Hilmi Panigoro dan Benny Setiawan.
“Penandatanganan Akta Pengambilalihan Saham terlaksana setelah semua persyaratan pendahuluan terpenuhi, termasuk persetujuan dari para pemegang saham perusahaan yang diperoleh melalui Rapat Umum Pemegang Saham Independen dan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa pada tanggal 14 November 2024,” ungkap Direktur TOBA, Alvin Firman Sunanda, dalam pengumuman resmi, Jumat (16/5).
TBS Energi Utama (TOBA) Lepas Seluruh Saham di PLTU Sulbagut-1
Manajemen TOBA menegaskan bahwa transaksi penjualan saham ini tidak akan memberikan dampak negatif signifikan terhadap operasional perusahaan, aspek hukum, kondisi keuangan, maupun keberlangsungan bisnis emiten.
Selain divestasi saham di PLTU Sulbagut-1, TOBA sebenarnya juga memiliki rencana untuk menjual saham di PT Minahasa Cahaya Lestari (MCL), yang mengoperasikan PLTU Sulut-3 dengan kapasitas 2×50 MW. Rencana ini pun telah mendapatkan lampu hijau dari pemegang saham dalam RUPSLB TOBA yang diadakan pada bulan November 2024.
Indy Naila, Investment Analyst dari Edvisor Provina Visindo, berpendapat bahwa langkah TOBA untuk menjual aset PLTU Sulbagut-1 mencerminkan upaya diversifikasi portofolio, mengingat bisnis batubara masih menyimpan risiko yang cukup besar seiring dengan fluktuasi harga komoditas tersebut di pasar global akibat kondisi *oversupply*.
Tren perusahaan energi lain yang mulai beralih ke bisnis energi terbarukan juga mendorong TOBA untuk melakukan langkah serupa.
Dalam jangka pendek, TOBA mungkin akan kehilangan potensi pendapatan dari bisnis PLTU. “Akan tetapi, dalam jangka panjang, pendapatan TOBA berpotensi tetap tumbuh melalui pengembangan bisnis energi terbarukan,” jelas Indy.
Sebagai informasi tambahan, TOBA memiliki Visi TBS 2030, yang merupakan wujud komitmen perusahaan untuk mengembangkan inisiatif berkelanjutan, sambil tetap menjaga profitabilitas dan memberikan dampak positif bagi lingkungan serta masyarakat.
TOBA Chart by TradingView
Visi TBS 2030 mencakup tiga pilar bisnis strategis, yaitu pengelolaan limbah, energi baru dan terbarukan (EBT), dan kendaraan listrik.
Dalam pilar bisnis pengelolaan limbah, TOBA memfokuskan diri pada segmen medis, industri, dan perkotaan. Sementara itu, dalam bidang EBT, perusahaan ini berfokus pada energi surya, energi air, energi bayu, dan *carbon credit*. Terakhir, untuk pilar bisnis kendaraan listrik, TOBA menitikberatkan pada produksi sepeda motor listrik dan infrastruktur baterai.
Indy meyakini bahwa proyek-proyek yang terkait dengan Visi TBS 2030 dapat menjadi penopang kinerja pendapatan dan laba TOBA dalam jangka menengah dan panjang.
Meskipun demikian, TOBA juga menghadapi tantangan, terutama terkait dengan investasi awal yang cukup besar, mengingat bisnis seperti EBT dan kendaraan listrik masih tergolong baru di Indonesia dan membutuhkan teknologi yang kompleks.
“Regulasi-regulasi pemerintah terkait energi hijau juga perlu terus dipantau oleh TOBA,” tambahnya.
Indy merekomendasikan pembelian saham TOBA dengan target harga Rp 595 per saham.
Sementara itu, secara teknikal, Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, memberikan rekomendasi *trading buy* untuk saham TOBA, dengan *support* di level Rp 440 per saham dan *resistance* di level Rp 482 per saham, serta target harga di kisaran Rp 505—530 per saham.