Ulasan Film Jumbo: Benarkah Tidak Cocok untuk Anak-Anak?

Avatar photo

- Penulis

Jumat, 16 Mei 2025 - 19:44 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Hingga hari Jumat, 16 Mei 2025, jumlah penonton yang terpikat oleh film animasi Jumbo telah melampaui angka 9,6 juta. Dengan laju yang mengesankan ini, Jumbo memiliki potensi besar untuk menyusul film KKN di Desa Penari yang saat ini memegang posisi puncak dengan total 10,06 juta penonton. Sebuah persaingan ketat yang menarik untuk disimak.

Pencapaian ini sungguh menakjubkan, terutama mengingat bahwa Jumbo adalah satu-satunya film animasi yang berhasil menembus jajaran sepuluh film terlaris hanya dalam kurun waktu 46 hari.

Kesuksesan film Jumbo bukan sekadar angka belaka; ini merupakan sebuah tonggak penting bagi industri perfilman animasi Indonesia. Film ini berpotensi memperkenalkan animasi tanah air ke panggung dunia dan menjadi pelopor kebangkitan industri film animasi di seluruh Indonesia.

Sebagai sebuah karya kreatif, film Jumbo adalah sumber inspirasi yang kaya. Inspirasi ini terpancar dari kualitas visual yang memukau, konsistensi dalam pengerjaan, kerja keras tim produksi, motivasi yang tak pernah padam, dan akhirnya, prestasi yang membanggakan.

Proses penciptaan karya ini juga patut mendapatkan apresiasi tinggi. Lahir dari perjalanan panjang yang penuh dedikasi, film ini merupakan perwujudan dari pengerahan seluruh kemampuan dan potensi, termasuk sumber daya manusia, anggaran, dan waktu yang diinvestasikan. Di sinilah letak sesungguhnya nilai prestasi Jumbo, sebuah bukti nyata dari dedikasi dan kerja keras.

Namun, penting untuk diingat bahwa karya fiksi, seindah dan semegah apa pun, tetaplah fiksi. Kualitas isinya tidak selalu mencerminkan realitas kehidupan. Oleh karena itu, pencapaian angka penonton yang fantastis ini tidak serta merta berkorelasi langsung dengan kondisi riil di lapangan. Kesuksesan ini dicapai melalui logika dan algoritma dunia hiburan itu sendiri.

Oleh karena itu, di tengah euforia terhadap film Jumbo, kritik pun tak terhindarkan. Sorotan utama yang memicu kritik, tanpa bermaksud meremehkan, adalah ketidakjelasan batas antara fiksi dan realitas, terutama dalam adegan-adegan yang dinilai tidak logis atau mengandung unsur mistis.

Film cerita anak seharusnya diciptakan untuk menghibur penonton, khususnya anak-anak. Namun, setiap film anak yang diproduksi idealnya tidak hanya sekadar menghibur, tetapi juga memiliki alur cerita yang memberikan dampak positif.

Film anak-anak idealnya mengandung unsur edukasi dan nilai-nilai positif seperti persahabatan, kesopanan, kerja sama, kejujuran, keberanian, rasa percaya diri, semangat pantang menyerah, atau nilai-nilai luhur lainnya. Nilai-nilai ini dapat tertanam dalam memori otak anak-anak saat adegan dan komunikasi dalam film berpotensi tersimpan di alam bawah sadar mereka.

Film Jumbo, dengan daya tarik ceritanya yang kuat dalam menyajikan tokoh Don, Nurman, dan Mae dalam usaha mereka mempertahankan buku dongeng ‘Pulau Gelembung’ warisan orang tua Don, serta membantu Meri menemukan orang tuanya, menawarkan banyak unsur edukasi yang berharga.

Beberapa unsur edukasi yang menonjol dalam setiap aksi Don, Nurman, dan Mae antara lain:

1. Melalui benang merah buku dongeng ‘Pulau Gelembung’, film Jumbo ingin menyampaikan pesan kepada anak-anak, melalui karakter Don, untuk menumbuhkan kegemaran membaca dan mendengarkan cerita (dongeng). Ini adalah bagian dari pola asuh klasik yang efektif dalam mendidik anak-anak.

2. Melalui tokoh Nurman yang ceria, enerjik, dan selalu membawa buku catatan serta alat tulisnya, film Jumbo ingin mengajarkan anak-anak untuk membiasakan diri menulis dan menggambar, terutama di tengah dominasi perangkat digital. Tokoh Nurman juga mengajarkan anak-anak untuk menyayangi binatang.

Baca Juga :  Taylor Swift Jadi Saksi Kunci Kasus Blake Lively dan Justin Baldoni?

3. Film Jumbo menyampaikan pesan penting untuk belajar mendengarkan orang lain sebelum selalu ingin didengarkan. Sesuai pesan Oma, “Kalau Don mau jadi pencerita yang baik, harus jadi pendengar yang baik.”

4. Mengajarkan pentingnya sikap tolong-menolong di antara teman yang sedang menghadapi masalah atau kesulitan. Menekankan betapa berharganya empati dan kepedulian.

5. Mengajarkan bagaimana membangun kerja sama positif di antara sahabat, seperti yang ditunjukkan oleh Don, Nurman, dan Mae saat mereka bekerja sama menyiapkan materi untuk lomba pentas seni.

6. Secara keseluruhan, film Jumbo menyampaikan pesan yang mengajarkan anak-anak untuk memiliki kesetiakawanan, kesopanan (adab), kerja sama, kejujuran, keberanian, rasa percaya diri, semangat pantang menyerah, dan nilai-nilai positif lainnya.

Namun, di balik kesuksesannya, film Jumbo juga tak luput dari kritik. Beberapa pihak menilai Jumbo sebagai film yang tidak ramah aqidah, sementara yang lain berpendapat bahwa film ini tidak ramah anak.

Kedua kritik ini umumnya ditujukan pada tokoh Meri, hantu (makhluk gaib) yang muncul dalam alur cerita. Kehadiran Meri dianggap tidak hanya menghadirkan unsur mistis, tetapi juga mengaburkan batas antara fiksi dan realita.

Dari perspektif kritik “tidak ramah aqidah” dan “tidak ramah anak” inilah, film Jumbo dianggap tidak ramah parenting atau tidak sesuai dengan pola asuh anak yang ideal. Unsur-unsur edukasi yang telah diuraikan di atas berbenturan dengan realitas kehidupan. Oleh karena itu, ada tiga alasan utama mengapa film Jumbo disebut tidak ramah parenting:

1. Film Jumbo dianggap tidak ramah aqidah karena adanya adegan kerja sama antara Don, Nurman, dan Mae dengan Meri (makhluk gaib) melalui perjanjian yang telah disepakati.

Dalam ajaran agama Islam, mempercayai atau meyakini keberadaan makhluk gaib merupakan salah satu rukun iman. Jadi, keberadaan tokoh Meri sebenarnya bukan masalah utama.

Akan tetapi, adegan perjanjian antara manusia dan makhluk gaib (setan, jin, atau sejenisnya) dianggap sebagai perbuatan syirik, yaitu dosa besar yang dilarang dalam Islam. Inilah yang menjadi dasar mengapa Jumbo dinilai tidak ramah aqidah.

Pada tingkatan yang lebih ekstrem dan fanatik, bahkan kartun (gambar) animasi berbentuk makhluk hidup dianggap tabu dalam agama Islam. Hal ini didasarkan pada beberapa hadis Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa pembuat gambar akan mendapat azab di hari kiamat.

Hubungannya dengan ilmu parenting sangat jelas: di negara dengan mayoritas penduduk Muslim, sebagian besar orang tua masih menerapkan pola asuh yang mengacu pada prinsip dan hukum-hukum Islam. Jadi, kritik “tidak ramah aqidah” terhadap film Jumbo secara tidak langsung juga berarti “tidak ramah parenting.”

2. Film Jumbo dianggap tidak ramah anak karena hal yang sama, yaitu adegan-adegan imajiner yang menimbulkan perdebatan di media sosial mengenai kelayakan anak di bawah usia 6 tahun untuk menyaksikan adegan-adegan tersebut.

Dalam ilmu parenting, tumbuh kembang anak bergantung pada rentang usia. Memastikan kelayakan usia anak untuk membedakan fiksi dan realita menjadi penting bagi orang tua yang memiliki anak di bawah usia 6 tahun ketika dihadapkan pada pilihan untuk menonton atau tidak menonton film Jumbo yang mengandung adegan imajiner.

Menurut sebuah studi tahun 2006 oleh Jacqueline Woolley dari The University of Texas at Austin di Amerika Serikat, anak-anak ternyata baru dapat memahami perbedaan antara fantasi dan kenyataan pada usia sekitar tiga tahun. Kemampuan membedakan ini baru berkembang pada usia 3 hingga 5 tahun.

Baca Juga :  Davina Karamoy Kembali Jadi Pelakor: Rebut Arya Saloka di Dendam Malam Kelam

Anak-anak hingga usia 4 tahun, menurut Woolley, masih belajar menerapkan konteks pada informasi baru yang mereka terima untuk membedakan mana yang nyata dan mana yang fiktif. Informasi ini menunjukkan bahwa anak-anak di atas 4 tahun baru dapat dikatakan layak menonton film dengan catatan adanya pendampingan. Orang tua yang mengajak anak menonton harus memberikan pemahaman tentang adegan-adegan yang disaksikan.

Dengan demikian, anak di bawah usia 4 tahun dapat dinilai belum layak untuk menonton film yang mengandung adegan fiksi yang tidak logis atau mengandung unsur mistis. Di sini, ilmu parenting memberikan jawaban bahwa film Jumbo tidak ramah parenting untuk anak di bawah usia 4 tahun.

3. Film Jumbo dinilai tidak ramah edukasi, sekali lagi karena kehadiran tokoh hantu cilik Meri. Kritik ini langsung mengarah pada ilmu parenting.

Ilmu parenting mengarahkan dan membentuk anak untuk mampu hidup mandiri. Dimulai dengan mengajarkan secara bertahap dalam pengawasan, anak harus dibentuk kemandiriannya. Aktivitas seperti belajar berjalan, makan, melepas popok, memakai pakaian, bersosialisasi dengan teman, merapikan mainan, pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil dan besar, harus bisa dilakukan sendiri.

Kemandirian yang dibentuk dan tertanam akan memunculkan mental pejuang, pantang menyerah, tidak bergantung pada orang lain, tidak mengharapkan keajaiban, dan mampu membuat keputusan sendiri dalam menghadapi masalah. Edukasi dalam pola pengasuhan inilah yang bertolak belakang dengan adegan-adegan dalam film Jumbo.

Kehadiran Meri yang membantu Don, Nurman, dan Mae dalam merebut kembali buku dongeng “Pulau Gelembung” dari tangan Atta dan membantu mereka di lomba pentas seni hingga ‘Geng Jumbo’ menjadi pemenang, tentu tidak akan pernah terjadi di dunia nyata.

Tidak akan ada hantu yang tiba-tiba muncul membantu anak-anak yang sedang membutuhkan solusi atau jalan keluar atas masalah mereka. Di titik ini, Don (Nurman dan Mae) digambarkan sebagai anak-anak yang tidak mampu memecahkan masalah sendiri tanpa kehadiran Meri.

Tokoh Meri dalam narasi lain identik dengan kehadiran superhero atau hal-hal seperti peri, malaikat bersayap, kaus kaki ajaib, tongkat pesulap, kantong doraemon, atau benda-benda mistis lainnya dalam film-film yang juga berisi adegan-adegan imajiner yang hanya terjadi di dunia fiksi.

Fakta ini menjelaskan bahwa adegan Meri yang memiliki kemampuan gaib dalam membantu Don, Nurman, dan Mae tidak ramah edukasi dan bertolak belakang dengan prinsip ilmu parenting yang mengajarkan betapa pentingnya kemandirian sejak anak dalam masa tumbuh kembang.

Itulah 3 alasan mengapa film Jumbo tidak ramah parenting. Sebagai sebuah karya dengan prestasi puncak dan kesuksesan luar biasa, film Jumbo adalah produk sinematografi yang jelas berada di ranah *entertainment*. Sebagaimana diketahui, *entertainment* adalah segala bentuk kegiatan atau karya seni yang dirancang untuk memberikan kesenangan, hiburan, atau pengalaman positif bagi penikmatnya.

Tujuan dari *entertainment* adalah untuk menghibur, mengalihkan perhatian, atau menyenangkan audiens. Untuk film Jumbo, tujuan ini telah tercapai, tetapi kualitas konteks ceritanya tidak sejalan dengan edukasi dan/atau ilmu parenting yang berada di ranah realitas.

Referensi

https://tirto.id/kapan-sebaiknya-anak-usia-dini-dikenalkan-pada-cerita-fiksi-hbi7

https://www.liputan6.com/islami/read/5999237/film-jumbo-dituding-tak-ramah-akidah-fantasi-anak-atau-pelanggaran-prinsip-agama

Berita Terkait

Dipecat Foo Fighters, Drummer Josh Freese: Tak Marah, cuma Kaget dan Kecewa
Aurelie Moeremans Hadiri Premier Film Final Destination: Bloodlines di Hollywood
Josh Freese Dipecat Foo Fighters: Reaksi Tak Terduga, Kecewa dan Terkejut
Streaming Theo & Ruza Episode 5: Spoiler & Link Nonton Resmi
Tony Todd Pamit Haru: Bocoran Adegan Emosional Final Destination: Bloodlines
Josh Freese Resmi Dipecat: Pengumuman Mengejutkan dari Foo Fighters
Serbu Promo Spesial Trans Studio Bali: Liburan Keluarga Murah Meriah Sepanjang Mei
Niki Zefanya: Dari Pembuka Konser Taylor Swift Hingga Sukses Go Internasional

Berita Terkait

Sabtu, 17 Mei 2025 - 11:23 WIB

Dipecat Foo Fighters, Drummer Josh Freese: Tak Marah, cuma Kaget dan Kecewa

Sabtu, 17 Mei 2025 - 11:19 WIB

Aurelie Moeremans Hadiri Premier Film Final Destination: Bloodlines di Hollywood

Sabtu, 17 Mei 2025 - 10:15 WIB

Josh Freese Dipecat Foo Fighters: Reaksi Tak Terduga, Kecewa dan Terkejut

Sabtu, 17 Mei 2025 - 08:20 WIB

Streaming Theo & Ruza Episode 5: Spoiler & Link Nonton Resmi

Sabtu, 17 Mei 2025 - 07:51 WIB

Tony Todd Pamit Haru: Bocoran Adegan Emosional Final Destination: Bloodlines

Berita Terbaru

finance

Transaksi QRIS Hingga BI-Fast Makin Melesat

Sabtu, 17 Mei 2025 - 11:35 WIB

finance

BEI Targetkan 5 Lighthouse IPO di Tahun 2025

Sabtu, 17 Mei 2025 - 11:31 WIB