Sebuah peristiwa pilu, anak gajah menjadi korban tabrak lari truk di Malaysia. Reaksi duka induknya yang terekam dalam video kemudian menggemparkan media sosial, tidak hanya di Malaysia, tetapi juga menyentuh hati masyarakat Indonesia.
Video tragis ini memicu respons cepat dari otoritas Malaysia, sekaligus menyoroti isu krusial mengenai konflik antara manusia dan satwa liar yang dipicu oleh pembangunan infrastruktur yang masif.
Menteri Sumber Asli dan Kelestarian Alam Malaysia, Nik Nazmi, mengungkapkan kesedihannya atas kematian anak gajah tersebut, menyebutnya sebagai kejadian yang “menyentuh hati banyak rakyat Malaysia”. Beliau juga menambahkan bahwa lokasi kecelakaan dikenal sebagai “area dengan risiko tinggi konflik antara manusia dan satwa liar”.
Namun, di tengah gelombang simpati dari warganet, Rimba Watch, sebuah LSM lingkungan di Malaysia, melontarkan kritik terhadap pembangunan jalan tol yang dianggap mengancam keanekaragaman hayati. Hal ini dilaporkan oleh media Malaysia, New Strait Times.
Lantas, bagaimana video tragis kematian anak gajah ini menjadi viral dan membuka tabir isu konflik satwa dan manusia yang disebabkan oleh pembangunan infrastruktur di Malaysia?
Bagaimana kasus tragis kematian anak gajah ini menjadi sorotan publik?
Video yang memperlihatkan anak gajah tewas tertabrak truk di jalan tol di Negara Bagian Perak, Malaysia, mulai ramai diperbincangkan di berbagai platform media sosial sejak Minggu (11/05) lalu.
Dalam video tersebut, terlihat seekor induk gajah berdiri dengan pilu di hadapan sebuah truk berwarna putih yang mengalami kerusakan parah di bagian depannya, di tengah jalan tol.
Suasana gelap dalam video mengindikasikan bahwa peristiwa nahas ini terjadi pada malam hari.
Sayangnya, pada video awal tersebut, jasad anak gajah yang dikabarkan tewas tertabrak truk tidak terlihat.
https://www.instagram.com/p/DJjAsCqRz9h/?img_index=1
Barulah pada cuplikan video lain, yang diambil dari sudut pandang berbeda, terlihat jelas anak gajah malang tersebut tergeletak di bawah truk.
Menurut keterangan kepolisian setempat, kecelakaan tragis ini terjadi di kilometer 80 Jalan Raya Timur-Barat (JRTB), Gerik-Jeli, negara bagian Perak, pada Minggu (11/05) pukul 02.50 dini hari, seperti yang dilaporkan oleh kantor berita pemerintah, Bernama.
Induk gajah tampak berusaha sekuat tenaga untuk mendorong truk, dengan harapan dapat menyelamatkan anaknya. Kehadiran sang induk yang bertahan lama di tengah jalan tol memaksa pihak berwenang Malaysia untuk turun tangan.
- Konflik manusia dan gajah di Jambi: Gajah sumatera ‘kian terjepit’ imbas hutan beralih jadi kebun sawit
- Kisah gajah yang harus dibius berkali-kali karena mencari beras di permukiman penduduk
- Siapa korban sipil ledakan amunisi Garut dan mengapa mereka ada di sana? – ‘Bapak saya bukan pemulung’
Dilaporkan oleh The Sun, petugas terpaksa membius induk gajah tersebut agar dapat dipindahkan dari jalan raya.
Pada Senin (12/05) sekitar pukul 11.00 waktu setempat, jenazah anak gajah baru berhasil dievakuasi dari jalan raya untuk kemudian dikebumikan.
Kejadian ini memicu gelombang reaksi dari publik di media sosial, yang sebagian besar выражают kesedihan mendalam atas kematian tragis anak gajah tersebut.
“Di Hari Ibu Sedunia ini, seekor induk gajah di Gerik harus kehilangan anaknya,” tulis sebuah akun yang telah dibagikan ulang hingga lebih dari 6.000 kali pada Rabu (14/05) sore.
Pada Hari Ibu sedunia ini, seekor ibu gajah di Gerik kehilangan anaknya yang dirempuh lori. Tiada hadiah lebih memilukan—hanya doa agar si kecil kini tenang di tempat yang lebih baik. Sebuah kehilangan yang merobek jiwa, di hari yang sepatutnya penuh kasih.#Justice4IbuGajah pic.twitter.com/PC37fJzkY1
— Apip Amran 🏳️🌈 (@affif_amran1998) May 11, 2025
Konflik Satwa dan Manusia yang Mengkhawatirkan di Malaysia
Kepala Kepolisian Distrik Gerik, Zulkifli Mahmood, mengungkapkan bahwa pengemudi truk yang terlibat dalam kecelakaan tersebut adalah seorang pria berusia 28 tahun yang sedang mengangkut ternak unggas.
Mengutip laporan dari Bernama, Zulkifli menjelaskan bahwa pandangan pengemudi truk terhalang oleh kabut tebal saat kejadian berlangsung.
Secara tiba-tiba, anak gajah muncul dan kecelakaan tak terhindarkan pun terjadi.
Kepolisian memastikan bahwa tidak ada unsur kelalaian berkendara dalam kasus kecelakaan yang merenggut nyawa anak gajah tersebut.
Pemerintah Malaysia Menyoroti Konflik Satwa dan Manusia
Sementara itu, Menteri Sumber Asli dan Kelestarian Alam Malaysia, Nik Nazmi, menyatakan bahwa lokasi kecelakaan yang menyebabkan kematian anak gajah tersebut dikenal “sebagai kawasan yang sangat rawan perlintasan antara manusia dan satwa liar, terutama gajah,” seperti yang dikutip dari akun Instagramnya.
Nazmi kemudian merujuk pada sebuah studi tahun 2016 yang “menemukan bahwa habitat gajah telah menyusut hingga 68% akibat perubahan tata guna lahan untuk pertanian, perkebunan, dan pembangunan infrastruktur seperti jalan dan pemukiman.”
Di sisi lain, berdasarkan data dari Departemen Konservasi Satwa Liar, tercatat 4.919 laporan mengenai konflik antara manusia dan gajah selama periode 2020-2024.
“Konflik ini mencakup kerugian harta benda yang tercatat dan total kerugian diperkirakan mencapai RM39,4 juta (setara dengan sekitar Rp151 miliar),” jelas Nazmi.
Nazmi juga menambahkan bahwa dalam lima tahun terakhir, sebanyak delapan ekor gajah dilaporkan tewas akibat kecelakaan lalu lintas di Semenanjung Malaysia. Tiga di antaranya, tewas pada tahun 2025 ini.
Lebih lanjut, Nazmi menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan sejumlah perbaikan, termasuk pembangunan pusat pemantauan di beberapa titik di jalan tol tersebut.
Selain itu, ia juga mengusulkan pembangunan pagar listrik dan pemasangan lampu penerangan.
LSM Lokal Mendesak Penghentian Pembangunan Jalan Tol
Kasus kematian anak gajah ini memicu kritik tajam terhadap pembangunan infrastruktur di habitat satwa liar.
Seperti yang dilaporkan oleh New Strait Times, LSM lokal RimbaWatch menyatakan bahwa sejumlah spesies satwa liar, seperti harimau dan tapir, terancam punah akibat pembangunan jalan-jalan tol di Malaysia.
Bahkan, macan kumbang juga dilaporkan terlihat di sekitar area pembangunan jalan tol.
RimbaWatch menekankan bahwa pembangunan jalan raya yang melewati kawasan lindung menyebabkan deforestasi dan mengganggu koridor satwa liar.
Mereka juga berpendapat bahwa pembangunan jalan di wilayah tersebut meningkatkan risiko kematian satwa akibat kecelakaan lalu lintas, memperburuk konflik antara manusia dan satwa liar, serta memicu perburuan liar.
RimbaWatch kemudian mendesak pemerintah Malaysia untuk “melindungi satwa liar Malaysia yang tersisa”.