Ragamutama.com – , Jakarta – Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, mengungkapkan tantangan yang dihadapi institusinya dalam memberantas peredaran barang ilegal di berbagai platform media sosial, seperti Twitter (X) dan YouTube. Ia menyatakan bahwa saat ini, ironisnya, menemukan penjualan barang-barang ilegal di platform e-commerce yang memang didesain untuk transaksi jual-beli justru lebih mudah daripada di media sosial.
Menurut Askolani, fenomena ini menghadirkan ujian tersendiri bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam upaya mengawasi perdagangan di dunia maya. “Keragaman platform e-commerce menjadi tantangan signifikan bagi kami. Pengawasan tidak terbatas pada platform resmi saja, tetapi juga merambah YouTube dan Twitter. Mendeteksi aktivitas ilegal di platform tersebut jauh lebih rumit dibandingkan di platform resmi seperti Shopee dan lain-lain,” ujarnya saat rapat bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen, Senayan, pada hari Rabu, 7 Mei 2025.
Askolani menjelaskan bahwa saat ini, fokus pengawasan institusinya tidak hanya tertuju pada perdagangan secara luring atau fisik. Di ranah digital, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai juga aktif melakukan pemantauan. “Pengawasan yang kami lakukan tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga mencakup platform e-commerce,” tegasnya.
Sepanjang kuartal I 2025, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah berhasil menindak sebanyak 9.264 kasus pelanggaran. Dari total kasus tersebut, komoditas yang mendominasi barang ilegal berasal dari produk hasil tembakau, dengan kontribusi mencapai 54,4 persen. Selain itu, terdapat komoditas minuman mengandung etil alkohol (MMEA) sebesar 9,3 persen, tekstil 8,7 persen, narkoba, psikotropika, dan prekusor (NPP) 3,2 persen, serta produk elektronik 2,2 persen. Nilai keseluruhan dari komoditas ilegal ini diperkirakan mencapai Rp 3,5 triliun.
Pada sektor hasil tembakau, sebagai contoh, selama tiga bulan pertama tahun ini, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah menindak 2.929 kasus pelanggaran. Nilai dari penindakan ini mencapai Rp 367 miliar. Selain itu, sebanyak 257,27 juta batang rokok juga telah dimusnahkan selama periode yang sama.
Dalam kategori produk MMEA, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai juga mencatat penindakan terhadap 515 kasus dengan nilai mencapai Rp 17,8 miliar sepanjang kuartal I 2025. Lebih lanjut, Direktorat Bea dan Cukai melaporkan bahwa realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai mengalami peningkatan sebesar 9,6 persen pada kuartal I 2025. Dalam tiga bulan pertama tahun ini, total penerimaan mencapai Rp 77,5 triliun. “Peningkatan ini didorong oleh meningkatnya penerimaan dari bea keluar dan cukai,” jelas Askolani.
Askolani memerinci bahwa penerimaan tersebut terdiri dari tiga komponen utama, yaitu bea masuk sebesar Rp 11,3 triliun, bea keluar sebesar Rp 8,8 triliun, dan cukai sebesar Rp 57,4 triliun. Dari ketiga komponen ini, penerimaan dari bea masuk mengalami penurunan sebesar 5,8 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai Rp 12 triliun.
Beberapa faktor yang mempengaruhi penerimaan ini meliputi nilai dan volume impor, fluktuasi harga komoditas, implementasi kebijakan teknis, serta upaya penguatan di bidang pelayanan dan pengawasan.
Secara lebih rinci, penerimaan dari bea masuk juga didorong oleh komoditas seperti gas alam, padi dan beras, gula pasir, kendaraan bermotor, dan suku cadang untuk kendaraan roda dua maupun roda empat. “Realisasi bea masuk dipengaruhi oleh penurunan bea masuk komoditas pangan dan kendaraan bermotor, sehingga penerimaan pada tahun 2025 mengalami penurunan sebesar 5,8 persen,” kata Askolani.
Sementara itu, penerimaan bea keluar sebesar Rp 8,8 triliun dipengaruhi oleh kenaikan harga CPO dan kebijakan ekspor tembaga. Kontribusi produk CPO tumbuh signifikan sebesar 1.145,7 persen, sementara kontribusi tembaga mengalami penurunan sebesar 76,6 persen.
Pilihan Editor: Calon Barang Kena Cukai: dari Tiket Konser Musik hingga Rumah