“`html
Ragamutama.com – Isu mengenai vasektomi sebagai syarat untuk mendapatkan bantuan sosial (bansos) di Jawa Barat telah memicu berbagai reaksi. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memberikan klarifikasi terkait hal ini. Beliau menegaskan bahwa vasektomi bukanlah satu-satunya opsi yang ditawarkan kepada para suami dalam mengikuti program Keluarga Berencana (KB).
Lebih lanjut, Dedi Mulyadi membantah dengan tegas anggapan bahwa vasektomi merupakan kewajiban bagi warga yang ingin menerima bansos. Beliau menyatakan bahwa warga diberikan kebebasan penuh untuk memilih metode KB yang paling sesuai dengan preferensi mereka.
“Tidak ada paksaan untuk memilih salah satu jenis KB. Warga bebas memilih metode yang diinginkan,” jelas Dedi usai menghadiri sebuah acara di Gedung Sate, Kota Bandung, pada Senin (5/5/2025), seperti yang dilansir oleh Kompas.com.
Dalam kesempatan tersebut, Dedi juga kembali menyoroti isu mengenai tanggung jawab program KB yang selama ini cenderung dibebankan kepada pihak perempuan. Beliau mengimbau agar para suami turut aktif berpartisipasi dalam program KB.
Dedi memberikan kebebasan kepada para suami untuk memilih metode KB yang paling sesuai dengan kondisi dan preferensi masing-masing. Bahkan, ia sempat mempertimbangkan ide untuk memberikan alat pengaman kepada setiap kepala keluarga.
“Saya sangat mengharapkan agar para suami yang ikut program KB, jangan sampai ini menjadi beban istri. Jenis KB-nya pun bebas dipilih, bisa menggunakan pengaman (kondom), itu juga merupakan pilihan. Bahkan, jika memungkinkan, pemerintah akan menyediakan alat pengaman untuk setiap Kepala Keluarga,” ungkapnya.
Menurutnya, suami memiliki peran krusial dalam menjamin kesejahteraan keluarga, termasuk dalam hal pendidikan, kesehatan, serta masa depan anak-anak. Jika sebuah keluarga pra-sejahtera memiliki jumlah anak yang terlalu banyak, suami akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarganya.
“Saya seringkali menjumpai warga masyarakat berpenghasilan rendah atau warga dari kalangan ekonomi ke bawah yang memiliki anak lebih dari tiga.”
“Jika jumlah anak terlalu banyak, yang saya perhatikan, jangankan untuk biaya sekolah, biaya persalinan saja seringkali tidak terbayar,” tuturnya.
Dedi mengungkapkan bahwa ia sering menerima permohonan bantuan dari para suami untuk menutupi biaya persalinan, terutama persalinan caesar yang biayanya bisa mencapai puluhan juta rupiah. Dedi menjelaskan bahwa Pemprov Jabar telah menyediakan berbagai program bantuan untuk masyarakat pra-sejahtera, seperti bantuan perumahan, listrik, dan beasiswa pendidikan.
Disentil MUI, Dedi Mulyadi Tetap Pada Pendirian Menerapkan Vasektomi Sebagai Syarat Bansos, Berikut Alasannya
Namun, Dedi menekankan bahwa jika jumlah anak dalam keluarga terus bertambah, dukungan yang diberikan akan sulit untuk benar-benar meningkatkan taraf hidup keluarga tersebut. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar program KB dapat dijalankan dengan lebih efektif.
“Lalu, apa artinya bantuan yang diberikan jika jumlah anak terus bertambah? Tentu akan sulit meningkatkan derajat ekonomi keluarga. Oleh karena itu, saya menyampaikan agar penerima bantuan Pemprov Jabar turut berpartisipasi dalam program KB,” jelasnya.
Berkaitan dengan tujuan program KB, Dedi menjelaskan bahwa program ini bertujuan untuk menekan angka kelahiran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Ia menyebutkan bahwa saat ini angka kelahiran di Jawa Barat mencapai 900.000 jiwa per tahun.
“Angka tersebut tergolong tinggi. Artinya, suami dan istri bersama-sama menciptakan kelahiran yang memang ditentukan oleh Allah SWT, namun mereka yang menjalaninya.”
“Jangankan untuk biaya pendidikan di masa depan, untuk biaya persalinan saja seringkali tidak ada. Ini adalah tanggung jawab suami,” pungkasnya.
Meskipun demikian, program yang diusung oleh Dedi Mulyadi ini menuai berbagai kritik, salah satunya dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Seperti yang dilansir oleh Tribunnews.com, MUI dengan tegas menentang ide Dedi Mulyadi mengenai vasektomi sebagai syarat utama penerima bansos. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis, menyatakan bahwa Islam melarang adanya pemandulan permanen, termasuk vasektomi.
“Islam melarang pemandulan permanen. Yang diperbolehkan adalah mengatur jarak kelahiran,” ungkap Cholil melalui akun X pribadinya @cholilnafis, pada Kamis (1/5/2025).
Cholil juga berpendapat bahwa pertumbuhan penduduk di Indonesia masih stabil, bahkan cenderung mengalami penurunan. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa menghentikan kemiskinan dengan melarang orang miskin untuk memiliki anak adalah tindakan yang tidak tepat.
“Pertumbuhan penduduk kita stabil dan bahkan cenderung minus. Menghentikan kemiskinan seharusnya dilakukan dengan membuka lapangan kerja, bukan dengan menghentikan kelahiran orang miskin. Inilah pentingnya dana sosial,” jelas Cholil. (*)
Tidak Hanya Membina Siswa Nakal, Dedi Mulyadi Berniat Mengirim Pria Feminin dan Warga Bermasalah ke Barak TNI?
“`