Ragamutama.com – , Jakarta – Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, baru-baru ini menyampaikan pandangannya mengenai peran mantan Presiden Soeharto dalam sejarah bangsa. Menurut Prabowo, Soeharto tidak memiliki ambisi untuk mempertahankan kekuasaannya melalui kekuatan militer. Lebih lanjut, Prabowo menjelaskan bahwa Soeharto menduduki kursi kepresidenan karena adanya kekosongan kepemimpinan pada saat itu.
“Pak Harto tidak berkeinginan untuk berkuasa dengan menggunakan kekuatan senjata. Beliau muncul ke permukaan karena adanya vakum kekuasaan yang disebabkan oleh krisis,” ujarnya saat memberikan sambutan pada acara halalbihalal Persatuan Purnawirawan TNI AD yang diselenggarakan di Balai Kartini, Jakarta, pada hari Selasa, 6 Mei 2025.
Dalam kesempatan tersebut, Kepala Negara juga mengingatkan pentingnya menjaga objektivitas dalam memandang sejarah.
“Kita tidak boleh memanipulasi sejarah. Jika suatu peristiwa benar, katakanlah itu benar. Jika salah, akui saja itu salah,” tegasnya.
Prabowo menekankan bahwa setiap pemimpin memiliki jasa dan kontribusi masing-masing. Ia menambahkan bahwa semua mantan presiden telah memberikan landasan penting bagi pembangunan bangsa. Proses pembangunan, menurut Prabowo, adalah sebuah perjalanan panjang yang tidak mungkin diselesaikan dalam waktu singkat.
“Tidak ada satu pun negara di dunia ini yang berhasil dibangun hanya dalam kurun waktu 10 tahun,” kata Menteri Pertahanan ini, memberikan perspektif tentang kompleksitas pembangunan nasional.
Pada acara yang sama, Prabowo juga menyinggung mengenai tuduhan yang kerap dialamatkan kepada TNI, yaitu keinginan untuk menjadi diktator. Ia membantah tuduhan tersebut, dan justru mengklaim bahwa TNI adalah pihak yang berperan penting dalam menyukseskan agenda reformasi.
“TNI seringkali dituduh memiliki keinginan untuk menjadi diktator,” ungkap Prabowo.
Mantan komandan jenderal Kopassus ini menyatakan ketidaksetujuannya atas tuduhan bahwa TNI ingin menjadi diktator dalam memimpin negara. Menurutnya, dalam catatan sejarah dunia, jarang sekali terjadi tentara yang bersedia mundur dari ranah politik. Namun, TNI justru mengambil langkah mundur dari gerakan reformasi. “Kami dengan sukarela mundur,” tegasnya.
Adapun Gerakan Reformasi 1998, yang seringkali disebut sebagai Gerakan Mahasiswa 1998, merupakan puncak dari serangkaian aksi demonstrasi mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya yang menuntut perubahan di Indonesia pada akhir era 1990-an. Gerakan ini berhasil mendesak Soeharto untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden pada tanggal 21 Mei 1998, setelah memimpin selama 32 tahun.
Dua faktor utama yang memicu terjadinya reformasi adalah praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang merajalela, serta Dwi Fungsi ABRI, yaitu peran ganda TNI dalam pemerintahan. Reformasi didorong oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk mahasiswa, masyarakat sipil, buruh, dan tokoh-tokoh pro demokrasi.
Pada bulan Mei 1998, Soeharto, yang telah memegang tampuk kekuasaan selama 32 tahun, akhirnya mengundurkan diri. Gelombang demonstrasi mahasiswa yang menolak pidato pertanggungjawaban Soeharto di Gedung DPR/MPR menjadi katalis utama. Kendati demikian, pada tanggal 11 Maret 1998, Soeharto dan BJ Habibie tetap dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Kemudian, pada tanggal 14 Maret 1998, mereka membentuk “Kabinet Pembangunan VII.”
Pilihan Editor: Prabowo: TNI Selalu Dituduh Ingin Menjadi Diktator