Ekonomi Indonesia Melambat: Analisis Lengkap CELIOS dan Faktor Pemicunya

Avatar photo

- Penulis

Selasa, 6 Mei 2025 - 18:15 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ragamutama.com – Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini mengumumkan data pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk kuartal I tahun 2025. Angka yang dirilis menunjukkan pertumbuhan sebesar 4,87 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year).

Dilansir dari Kompas.com, Senin (5/5/2025), capaian ini mengalami sedikit penurunan jika dibandingkan dengan pertumbuhan yang tercatat pada kuartal IV tahun 2024, yakni sebesar 5,11 persen.

“Pertumbuhan ekonomi Indonesia jika dibandingkan dengan triwulan I-2024, atau secara year on year, tumbuh sebesar 4,87 persen,” ungkap Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, dalam konferensi pers yang diadakan di kantor BPS, Jakarta, pada Senin (5/5/2025).

“Secara quarter to quarter, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2025 mengalami kontraksi sebesar 0,98 persen. Kontraksi pertumbuhan ekonomi secara kuartalan ini sejalan dengan pola yang umumnya terjadi pada tahun-tahun sebelumnya,” imbuhnya.

Masih dari sumber yang sama, Kompas.com, Ketua BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan bahwa perlambatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia ini salah satunya disebabkan oleh adanya kontraksi pada konsumsi pemerintah yang lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.

Menanggapi data ini, Center of Economic Studies (CELIOS) menyampaikan analisisnya melalui pernyataan resmi yang dirilis pada Senin (5/5/2025).

Berikut adalah poin-poin penting dari tanggapan yang diberikan oleh CELIOS.

Adanya Permasalahan Daya Beli

Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda, dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, menyoroti bahwa perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini erat kaitannya dengan permasalahan daya beli masyarakat yang masih belum pulih sepenuhnya.

“Pertumbuhan ekonomi di Indonesia melambat signifikan disebabkan adanya permasalahan daya beli yang masih terjadi,” tegas Huda, seperti yang dikutip dari rilis pers CELIOS.

Lebih lanjut, Huda menjelaskan bahwa indikator daya beli masyarakat menunjukkan adanya pelemahan, yang tercermin dari indeks keyakinan konsumen yang menurun sejak bulan Januari hingga Maret 2025.

“Perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dari 4,91 persen (Q1 2024) menjadi 4,89 persen (Q1 2025) merupakan sebuah peringatan dini,” jelas Huda.

Baca Juga :  Harga Tren Turun, Dua Saham Blue Chip Ini Akan Di-buyback, Cek yang Layak Dibeli?

Ia menambahkan bahwa perayaan hari besar keagamaan, yaitu Hari Raya Idul Fitri, yang jatuh pada kuartal I 2025, ternyata belum mampu memberikan dorongan signifikan terhadap perekonomian.

Sebagai perbandingan, pada tahun 2023, pertumbuhan konsumsi rumah tangga mencapai 5,22 persen, yang bertepatan dengan momen mudik Lebaran.

“Sebelumnya, CELIOS juga telah melakukan perhitungan dan menemukan bahwa perputaran uang selama Hari Raya Idul Fitri tahun 2025 juga mengalami penurunan yang signifikan,” tambah Huda.

Ancaman terhadap Resesi Teknikal

Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, turut menyampaikan kekhawatiran mengenai potensi terjadinya resesi teknikal pada triwulan berikutnya.

“Secara Q-to-Q, angkanya cukup mengkhawatirkan. Pertumbuhan triwulan I tahun 2025 minus 0,98 persen. Pertumbuhan ini terendah dibandingkan periode yang sama sejak 5 tahun terakhir,” jelas Bhima.

Bhima menegaskan pentingnya untuk menghindari skenario resesi teknikal.

Hal ini dikarenakan konsekuensi dari sinyal resesi teknikal dapat menyebabkan industri pengolahan cenderung mengurangi pembelian bahan baku.

Selain itu, industri pengolahan juga berpotensi melakukan efisiensi terhadap biaya produksi, termasuk efisiensi tenaga kerja yang dapat berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Indikator Purchasing Managers Index (PMI) Indonesia berada di bawah level ekspansi pada April 2025. Hal ini juga perlu menjadi perhatian bagi pemerintah,” jelas Bhima.

“Baik menggunakan data dari BPS maupun Bank Dunia, pada dasarnya pemerintah belum secara serius memberikan perlindungan bagi kelas menengah, kelompok rentan, maupun masyarakat miskin,” ujar Bhima.

Ia menambahkan bahwa kedepannya, jumlah pekerja informal akan semakin meningkat seiring dengan adanya gelombang PHK di sektor formal.

“Mereka membutuhkan jaring pengaman sosial yang lebih memadai,” kata Bhima.

Menurut Bhima, pemerintah perlu meningkatkan daya beli masyarakat melalui program-program yang bersifat fiskal ekspansif, seperti pembagian bantuan sosial bagi kelompok menengah dan rentan.

Iklim Investasi yang Perlu Dievaluasi

Berdasarkan siaran pers dari Celios, mereka mengkritik strategi pemerintah dalam mendorong investasi.

“Perlu adanya evaluasi menyeluruh terhadap cara pemerintah dalam mendorong investasi. Hal ini dikarenakan pemerintah cenderung lebih berpihak pada investasi sektor berbasis komoditas yang padat modal,” kata mereka.

Baca Juga :  2 Karyawan Toko Handphone di Air Upas Gelapkan Rp 150 Juta untuk Main Saham

Mereka juga menekankan perlunya pemerintah meningkatkan iklim investasi dan mulai menarik investasi yang bersifat padat karya dan ramah lingkungan.

“Potensi dari green economy juga belum dimanfaatkan secara optimal, padahal potensi ekonomi dan penyerapan tenaga kerja di sektor ini terhitung cukup besar,” ujar mereka.

Mereka juga berpendapat bahwa Indonesia masih kekurangan ‘engine of resilience growth’ atau mesin pertumbuhan yang tahan terhadap gejolak eksternal.

Salah satu motor pertumbuhan yang berpotensi menjadi penyelamat adalah ekonomi hijau, seperti transisi energi berbasis komunitas hingga industri komponen smart grid di dalam negeri.

“Perlu ada alternatif model perekonomian yang berkelanjutan,” ujar Bhima.

Dampak Efisiensi Belanja Pemerintah

Direktur Kebijakan Publik CELIOS, Media Wahyudi Askar, turut memberikan tanggapannya terkait efisiensi anggaran pemerintah.

“Efisiensi anggaran pemerintah yang awalnya bertujuan untuk merapikan belanja negara, kini justru mulai menunjukkan efek berantai yang kontraproduktif,” ujar Media.

Pertumbuhan belanja pemerintah yang mengalami kontraksi sebesar -1,38 persen year on year turut memperlemah kinerja ekonomi.

Kondisi di lapangan juga menunjukkan bahwa pemotongan belanja publik berdampak pada penurunan aktivitas ekonomi di berbagai sektor, terutama di daerah.

“Ketika anggaran transfer ke daerah juga ditekan, pilihan daerah untuk membiayai infrastruktur dan program sosial menjadi sangat terbatas. Padahal, APBD selama ini menjadi penopang penting dalam penciptaan lapangan kerja,” ujar Media.

Media juga menyoroti bahwa hasil efisiensi tersebut sebagian besar dialihkan ke program makan bersama gratis (MBG), yang dinilai belum menghasilkan nilai tambah ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang signifikan.

Sementara itu, banyak Balai Latihan Kerja (BLK) yang tidak dapat beroperasi karena kekurangan anggaran akibat efisiensi.

“Pendamping desa juga banyak yang dirumahkan, padahal BLK dan pendamping desa merupakan penggerak penting dalam penciptaan lapangan kerja di sektor riil,” tutup Media.

Berita Terkait

IDX BUMN20 Melesat! Saham Mana Saja Jadi Motor Penggerak?
Harga Saham Murah: Mandiri Sekuritas Ajak Investasi Jangka Panjang Sekarang!
Panduan Lengkap: Untung Rugi Investasi Saham untuk Pemula
BGN Beri Insentif SPPG Berkualitas: Peluang Menguntungkan!
Ini Penopang Kinerja Solid Delta Giri (DGWG) pada Kuartal I-2025
Garuda Indonesia Catat Kerugian Rp1,26 Triliun di Awal 2025
Satgas Khusus Utang Istaka Karya Diusulkan DPR: Solusi Bagi Korban?
Saham MDLA Sepi Peminat Setelah IPO? Analis Ungkap Penyebabnya!

Berita Terkait

Rabu, 7 Mei 2025 - 00:55 WIB

IDX BUMN20 Melesat! Saham Mana Saja Jadi Motor Penggerak?

Rabu, 7 Mei 2025 - 00:39 WIB

Harga Saham Murah: Mandiri Sekuritas Ajak Investasi Jangka Panjang Sekarang!

Rabu, 7 Mei 2025 - 00:07 WIB

Panduan Lengkap: Untung Rugi Investasi Saham untuk Pemula

Selasa, 6 Mei 2025 - 23:15 WIB

BGN Beri Insentif SPPG Berkualitas: Peluang Menguntungkan!

Selasa, 6 Mei 2025 - 22:59 WIB

Ini Penopang Kinerja Solid Delta Giri (DGWG) pada Kuartal I-2025

Berita Terbaru

Family And Relationships

Lutfiana Ulfa: Dulu Viral Nikahi Syekh Puji, Kini Liburan Mewah di Bali

Rabu, 7 Mei 2025 - 01:28 WIB

finance

IDX BUMN20 Melesat! Saham Mana Saja Jadi Motor Penggerak?

Rabu, 7 Mei 2025 - 00:55 WIB