JAKARTA, Ragamutama.com.TV – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Triwulan I 2025 hanya mencapai 4,87 persen secara tahunan (yoy). Angka ini menunjukkan penurunan dibandingkan Triwulan I 2024 yang tumbuh sebesar 5,11 persen.
Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Triwulan I 2025 merupakan yang terendah sejak Triwulan III 2021, yang hanya mencapai 3,53 persen.
“Kinerja ekonomi saat ini tidak lagi terbebani pandemi, namun laju pertumbuhannya hampir serupa dengan masa pandemi,” ungkap Huda dalam rilis resmi, Senin (5/5/2025).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tertinggal dari Vietnam yang mencatatkan pertumbuhan 6,93 persen.
Satgas PHK Ditargetkan Terbentuk Bulan Mei 2025, Diharapkan Bisa Dorong Penciptaan Lapangan Kerja
Huda berpendapat, perbandingan Indonesia dengan negara G20 yang sebagian besar memasuki fase aging population kurang tepat, mengingat Indonesia masih memiliki populasi usia produktif yang besar.
Sebelumnya, Kemenko Perekonomian menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia melampaui negara-negara tetangga ASEAN seperti Singapura (3,8 persen), Malaysia (4,4 persen), dan negara maju G20 seperti Amerika Serikat (2,0 persen) dan Uni Eropa (1,2 persen).
Huda menjelaskan, perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia disebabkan oleh melemahnya daya beli masyarakat. Indikator daya beli menunjukkan penurunan sejak Januari hingga Maret 2025.
“Perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dari 4,91 persen (Q1 2024) menjadi 4,89 persen (Q1 2025) menjadi sinyal peringatan. Menariknya, momen Ramadhan dan Lebaran di Q1 2025 tidak mampu mendorong peningkatan ekonomi,” jelasnya.
Direksi dan Komisaris BUMN Bukan Penyelenggara Negara, KPK Kaji Lebih Lanjut
Sebagai perbandingan, pada tahun 2023, pertumbuhan konsumsi rumah tangga mencapai 5,22 persen, bertepatan dengan mudik Lebaran.
“Berdasarkan perhitungan Celios, perputaran uang selama Idul Fitri 2025 juga mengalami penurunan signifikan,” tambahnya.
Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Askar, menambahkan bahwa efisiensi anggaran yang bertujuan untuk merapikan belanja negara justru menimbulkan dampak negatif.
Kontraksi belanja pemerintah sebesar -1,38 persen YoY turut memperlemah kinerja ekonomi. Di lapangan, pemotongan belanja publik mengurangi aktivitas ekonomi di berbagai sektor, terutama di daerah.
Korban PHK Capai 24.083 Pekerja hingga April 2025, Terbanyak di Jateng, Jakarta, dan Riau
“Pengurangan anggaran transfer ke daerah membatasi kemampuan daerah dalam membiayai infrastruktur dan program sosial, padahal APBD berperan penting dalam menciptakan lapangan kerja melalui infrastruktur desa dan program perlindungan sosial,” papar Askar.
“Ironisnya, sebagian besar hasil efisiensi anggaran dialihkan ke program MBG yang belum memberikan dampak positif terhadap perekonomian dan penciptaan lapangan kerja,” tutupnya.