Ragamutama.com – , Jakarta – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengungkapkan bahwa jumlah pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dari Januari hingga Rabu, 23 April 2025, mencapai angka 24.036 orang. Beliau menjelaskan bahwa dari 25 faktor yang dianalisis oleh Kementerian Ketenagakerjaan, terdapat tujuh alasan utama yang menjadi penyebab terjadinya PHK.
“Dari keseluruhan 25 penyebab terjadinya PHK, tampaknya tujuh faktor inilah yang paling mendominasi. Pertama, perusahaan mengalami kerugian atau bahkan terpaksa menutup operasionalnya, yang disebabkan oleh penurunan permintaan di pasar domestik maupun internasional,” ujar Yassierli saat menghadiri rapat kerja (raker) bersama Komisi IX DPR RI di Senayan, Jakarta, pada hari Senin, 5 Mei 2025.
Kedua, lanjutnya, perusahaan melakukan relokasi dengan maksud untuk mencari wilayah dengan tingkat upah minimum pekerja/buruh yang lebih kompetitif. Ketiga, menurut penjelasannya, terdapat kasus-kasus yang berkaitan dengan perselisihan hubungan industrial.
“Namun, kasus ini biasanya tidak terjadi secara massal, melainkan hanya melibatkan satu perusahaan. Kemudian (keempat), tindakan pembalasan dari pengusaha sebagai akibat dari aksi mogok kerja. Jadi, ini juga masih berkaitan dengan hubungan industrial,” jelas Yassierli.
Selain itu, penyebab PHK yang kelima adalah upaya efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan guna mencegah kerugian lebih lanjut agar dapat terus bertahan. Keenam, sambungnya, perusahaan menerapkan kebijakan untuk melakukan transformasi, seperti beralih ke sektor bisnis yang lain.
“Kemudian, penyebab terakhir adalah kebangkrutan, yang disebabkan oleh beban terkait dengan kewajiban kepada kreditur dan pihak-pihak terkait lainnya. Jadi, penyebab PHK itu sangat beragam, dan ketika ditanyakan mengenai mitigasinya, tentu saja kita perlu meninjau setiap case by case,” tutur Guru Besar dari Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut.
Selain memaparkan data mengenai jumlah pekerja/buruh yang terdampak PHK hingga tanggal 23 April 2025, Yassierli juga menyampaikan data provinsi dengan jumlah PHK tertinggi, yaitu Jawa Tengah dengan 10.692 orang, Jakarta sebanyak 4.649 orang, dan Riau sebanyak 3.546 orang. Sementara itu, sektor usaha yang paling banyak melakukan PHK adalah industri pengolahan dengan 16.801 orang, perdagangan besar dan eceran sebanyak 3.622 orang, serta aktivitas jasa lainnya sebanyak 2.012 orang.
Ia juga merinci data jumlah pekerja/buruh yang terkena PHK secara nasional pada periode 2016 hingga 2024. Pada periode 2016 hingga 2019, angka PHK terus mengalami penurunan secara tahunan (year-on-year), yaitu 33.609 orang pada tahun 2016, 32.246 orang pada tahun 2017, 27.687 orang pada tahun 2018, dan menjadi 18.911 orang pada tahun 2019.
Namun, pada saat pandemi Covid-19, aktivitas PHK meningkat secara signifikan hingga mencapai 386.877 orang pada tahun 2020, dan kembali menurun menjadi 127.085 orang pada tahun 2021 serta 25.114 orang pada tahun 2022. Pada tahun 2023, PHK kembali mengalami peningkatan tajam menjadi 64.855 orang, dan 77.565 orang pada tahun 2024.
“Saat ini (per 23 April 2025), data yang sudah tercatat menunjukkan angka sekitar 24 ribu. Jadi, sudah mencapai sepertiga dari total tahun 2024. Apabila ada yang bertanya, apakah PHK saat ini dibandingkan dengan tahun lalu mengalami peningkatan, jawabannya adalah ya, memang meningkat,” tegas Yassierli.
Pilihan Editor: Masa Paceklik Industri Media. Mengapa dan Sampai Kapan?