Ragamutama.com JAKARTA. Sorotan tajam tertuju pada beban biaya kredit yang memengaruhi performa PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sepanjang kuartal I/2025. Dampaknya cukup signifikan, terlihat dari penurunan laba BRI sebesar sekitar 14% secara tahunan (YoY) pada periode ini.
Dalam tiga bulan pertama tahun 2025, biaya kredit tahunan BRI tercatat pada level 3,5%. Angka ini melampaui target yang sebelumnya ditetapkan, yaitu di kisaran 3,0% – 3,2%. Meski demikian, terdapat indikasi positif berupa tren perbaikan biaya kredit dari bulan ke bulan sejak Januari.
“Manajemen memperkirakan bahwa puncak tekanan biaya kredit terjadi pada Kuartal I/2025, dan setelah itu, akan ada perbaikan bertahap menuju batas atas dari panduan yang telah ditetapkan untuk akhir tahun 2025,” ungkap analis BRI Danareksa Sekuritas, Victor Stefano dan Naura Reyhan Muchlis, dalam laporan riset terbarunya.
Menurut mereka, kondisi ini sejalan dengan perbaikan rasio kredit bermasalah (NPL) yang turun dari 3,1% pada Maret 2023 menjadi 3,0% di Maret 2025. Penurunan ini didorong oleh perbaikan pada segmen korporasi, usaha kecil, dan konsumen yang mampu mengkompensasi kenaikan pada segmen mikro dan menengah.
Raih Kinerja Positif di Kuartal I 2025, BRI Optimis Bisnis Tumbuh Berkelanjutan
Di sisi lain, rasio NPL Coverage mengalami penurunan menjadi 200% dari 215% pada akhir Desember 2024. Manajemen BRI menargetkan NPL Coverage berada di kisaran 190–200% pada akhir 2025, sejalan dengan peningkatan porsi pinjaman korporasi.
“Penghapusan kredit tetap menjadi fokus utama dengan angka yang tinggi, mencapai Rp11,4 triliun pada kuartal I/2025. Hal ini mendorong manajemen untuk menaikkan anggaran penghapusan kredit menjadi sekitar Rp 45 triliun, dari estimasi sebelumnya sebesar Rp 38 triliun hingga Rp 39 triliun,” jelas mereka.
Sementara itu, Analis Sucor Sekuritas, Edward Lowis, dalam risetnya menyampaikan bahwa beban biaya kredit yang menekan laba sudah sesuai dengan perkiraan. Hal ini dikarenakan BRI perlu melakukan pembentukan pencadangan yang dibebankan di awal tahun.
Ia juga menyoroti kondisi kualitas aset yang masih menunjukkan kelemahan pada segmen mikro. Menurutnya, kualitas kredit terus mengalami penurunan, yang tercermin dari lonjakan NPL pinjaman mikro menjadi 3,4%, naik 51 basis poin secara kuartalan. Sementara itu, NPL pinjaman kecil mencapai 4,7%, naik 25 basis poin secara kuartalan.
Sebagai tambahan, Rasio Special Mention Loans (SML) masing-masing naik menjadi 6,85% dan 5,8%. Secara konsolidasi, rasio NPL dan SML tercatat sebesar 3,0% dan 5,3%.
BBRI Chart by TradingView
“Penurunan kualitas pinjaman mikro masih menjadi perhatian utama, meskipun manajemen memperkirakan biaya kredit akan kembali normal dalam beberapa kuartal ke depan, sambil tetap mempertahankan panduan CoC di 3,0%–3,2%, kemungkinan mendekati batas atas,” tulis Edward.
Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, Edward tetap mempertahankan proyeksi laba, dengan ekspektasi laba bersih akan turun 5,7% YoY menjadi Rp 56,7 triliun di tahun 2025. Penurunan ini terutama disebabkan oleh tingginya biaya kredit dan tekanan berkelanjutan pada NIM (Net Interest Margin).
“Pertumbuhan pinjaman diperkirakan akan tetap lemah dalam jangka pendek, terutama karena tekanan kualitas kredit yang masih berlangsung,” imbuh Edward.
Namun demikian, ia tetap merekomendasikan untuk membeli (beli) saham BBRI dengan target harga Rp 5.300, yang mencerminkan 2,4x PB (Price to Book) pada tahun 2025.
Meskipun terdapat tantangan jangka pendek terkait dengan kualitas aset dan tekanan margin, valuasi BBRI tetap menarik di 1,7x PB. Selain itu, saham ini menawarkan imbal hasil dividen yang menarik sebesar 8,3%, yang memberikan dukungan terhadap risiko penurunan harga.
Penyaluran Kredit BRI Capai Rp 1.354,64 Triliun di Tahun 2024, Didominasi UMKM
Berbeda dengan pandangan tersebut, BRI Danareksa Sekuritas justru memberikan rekomendasi not rated untuk saham BRI. Alasannya adalah masih adanya risiko penurunan laba yang disebabkan oleh likuiditas yang ketat dan meningkatnya risiko gagal bayar di segmen UMKM.