UU ITE Digugat: Inilah Ragam Reaksi terhadap Putusan MK!

Avatar photo

- Penulis

Jumat, 2 Mei 2025 - 20:52 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini mengumumkan dua putusan penting terkait dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Putusan-putusan ini, yang tercatat dalam perkara nomor 105/PUU-XXII/2024 dan nomor 115/PUU-XXII/2024, secara signifikan memengaruhi interpretasi dan penerapan beberapa pasal krusial dalam UU tersebut. Pembacaan kedua putusan ini dilaksanakan pada hari Selasa, 29 April 2025.

Dalam putusan perkara nomor 105/PUU-XXII/2024, MK menegaskan bahwa pasal yang mengatur tentang serangan terhadap kehormatan tidak dapat diterapkan kepada pemerintah, kelompok masyarakat, maupun korporasi. Penjelasan MK menekankan bahwa frasa “orang lain” dalam Pasal 27A juncto Pasal 45 ayat (4) UU ITE secara spesifik merujuk kepada individu atau perseorangan.

Untuk menjamin kepastian hukum, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, MK memutuskan bahwa Pasal 27A UU ITE harus dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat. “Sepanjang tidak dimaknai kecuali lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas spesifik, institusi, korporasi, profesi, atau jabatan,” demikian disampaikan oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan putusan.

Sementara itu, melalui putusan perkara nomor 115/PUU-XXII/2024, MK menetapkan bahwa tindakan menyebarkan berita bohong atau hoaks melalui teknologi informasi hanya dapat dikenakan sanksi pidana jika mengakibatkan kerusuhan di dunia nyata (ruang fisik), bukan hanya di dunia maya atau siber. Penjelasan ini memberikan batasan yang lebih jelas mengenai makna kata “kerusuhan” dalam Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) UU ITE.

Mahkamah secara eksplisit menyatakan bahwa kerusuhan atau keributan yang terjadi di ruang digital atau siber tidak termasuk dalam kategori delik pidana dalam UU ITE. Hal ini ditegaskan oleh Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang pembacaan putusan perkara tersebut.

Putusan MK terkait sejumlah pasal dalam UU ITE ini telah memicu berbagai reaksi dari berbagai pihak, mulai dari lembaga hak asasi manusia (HAM) hingga anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan partai politik.

Amnesty International Indonesia: Pemerintah Memiliki Tanggung Jawab untuk Merevisi UU ITE

Amnesty International Indonesia turut memberikan tanggapan terhadap dua putusan terbaru MK mengenai UU ITE. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, berpendapat bahwa putusan ini memerlukan tindak lanjut yang lebih konkret dari pemerintah dan DPR.

“Pemerintah, parlemen, dan aparat penegak hukum memiliki kewajiban konstitusional untuk menindaklanjuti putusan ini dengan mengevaluasi dan merevisi UU ITE secara menyeluruh, termasuk pasal-pasal bermasalah lainnya,” ujar Usman dalam pernyataan tertulis yang dirilis pada hari Rabu, 30 April 2025.

Usman menekankan bahwa revisi tersebut harus mencakup pasal-pasal mengenai ujaran kebencian dan penodaan agama, yang sering kali disalahgunakan untuk mengkriminalisasi ekspresi damai, baik di dunia fisik maupun digital. Ia juga mendesak penghapusan atau perubahan aturan lain yang berpotensi mengkriminalisasi ekspresi warga. “Tujuannya adalah agar UU ITE tidak lagi digunakan sebagai alat untuk membungkam suara-suara kritis,” tegasnya.

Baca Juga :  Ini Pesan Gubernur Sugianto Sabran untuk Pemerintahan Agustiar-Edy

Menurut data dari Amnesty International Indonesia, dalam periode 2019-2024, tercatat setidaknya 530 kasus penggunaan UU ITE untuk mengkriminalisasi kebebasan berpendapat, dengan total 563 korban. Sebagian besar tindakan ini dilakukan oleh patroli siber Polri (258 kasus, 271 korban), diikuti oleh laporan dari pemerintah daerah (63 kasus, 68 korban).

Amnesty International Indonesia mengapresiasi putusan MK sebagai langkah penting dari lembaga yudikatif dalam mengurangi risiko pelanggaran HAM melalui penyalahgunaan pasal pencemaran nama baik oleh negara dan korporasi. Namun, Usman juga mengingatkan bahwa putusan MK ini semakin memperjelas adanya masalah mendasar dalam implementasi UU ITE di masyarakat.

“Ancaman terhadap kebebasan berekspresi akan terus ada sampai pemerintah dan DPR merevisi pasal pencemaran nama baik, sehingga menutup celah bagi siapa pun untuk menyalahgunakannya dalam membungkam kritik di masyarakat,” jelasnya.

Usman juga menilai bahwa putusan MK ini adalah momentum bagi negara untuk memperbaiki hubungan antara negara dan warga negara. Dalam konteks ini, negara dapat menunjukkan kehadirannya sebagai pelindung hak-hak warga, termasuk kebebasan berekspresi, dan bukan sebagai pihak yang menindas kebebasan tersebut.

PKS: Putusan MK Mencegah Kriminalisasi terhadap Kritik yang Disampaikan Publik

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyambut baik putusan MK terkait batasan kritik dan serangan terhadap kehormatan dalam UU ITE. Juru bicara PKS, Muhammad Kholid, menyatakan bahwa putusan MK ini akan mencegah terjadinya kriminalisasi terhadap kritik yang disampaikan oleh publik.

Kholid berpendapat bahwa putusan Mahkamah ini merupakan tonggak penting dalam memperkuat kebebasan berekspresi. Ia menggambarkan kritik publik sebagai vitamin. “Mungkin rasanya pahit, tetapi justru itulah yang menyehatkan demokrasi,” ujarnya dalam keterangannya pada hari Jumat, 2 Mei 2025.

Menurutnya, negara yang kuat dibangun atas dasar keberanian dan kejujuran dalam mendengarkan kritik dari publik. Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini menambahkan bahwa nilai-nilai substantif dari demokrasi terpelihara dengan adanya putusan MK ini.

Ia menjelaskan bahwa melalui putusan tersebut, kritik yang ditujukan kepada institusi negara tidak dapat lagi dipidanakan hanya karena dianggap mencemarkan nama baik. “Ini adalah koreksi konstitusional yang bijaksana. Kita membutuhkan hukum yang melindungi, bukan menakut-nakuti rakyat,” tegasnya.

Menurut Kholid, fondasi utama dalam demokrasi adalah kebebasan berekspresi. Ia khawatir jika kritik terhadap pemerintah dapat dipidanakan, hal itu akan menghambat kemajuan bangsa. Di sisi lain, ia juga menekankan pentingnya penguatan literasi digital sebagai tindak lanjut dari putusan MK. Kholid mengatakan hal ini bertujuan agar kebebasan yang kini dimiliki tidak disalahgunakan.

Ia menambahkan bahwa kebebasan berekspresi harus diimbangi dengan kemampuan publik untuk menyampaikan pendapat secara faktual, etis, dan konstruktif. “Bukan sekadar melampiaskan emosi atau menyebarkan disinformasi,” katanya.

Sufmi Dasco Ahmad: Kita Harus Menjaga Perilaku Kita

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan bahwa lembaga legislatif menghormati putusan MK yang menyatakan bahwa pasal delik pidana mengenai serangan terhadap kehormatan dalam UU ITE tidak berlaku bagi pemerintah, kelompok masyarakat, maupun korporasi.

Baca Juga :  Waspada! Tiongkok Imbau Warganya Hati-Hati Saat Berwisata ke AS

Dasco menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat. Ia kemudian menyampaikan pesan terkait putusan tersebut. “Walaupun kemudian yang diputuskan bunyinya seperti itu, tetapi kita perlu juga sebagai bangsa Indonesia, orang timur, kita sama-sama tentunya harus menjaga perilaku,” ujar Dasco di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada hari Rabu, 30 April 2025.

Ketua Harian Partai Gerindra itu mengingatkan masyarakat untuk tidak melewati batas saat menyampaikan pendapat di media digital. “Tentunya juga ada batas-batas yang perlu kita sadari bersama sebagai masyarakat Indonesia, harus kita batasi,” imbuhnya.

ICJR: Aparat Penegak Hukum Harus Meninjau Ulang Pasal-pasal yang Telah Diubah oleh MK

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyampaikan apresiasi atas putusan MK yang mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap UU ITE. MK telah mengubah sejumlah pasal dalam UU ITE tersebut.

Peneliti ICJR, Nur Ansar, mengatakan bahwa aparat penegak hukum harus segera meninjau ulang pasal-pasal yang telah diubah oleh MK untuk memastikan kepastian hukum bagi masyarakat. “Secara langsung memberikan mandat kepada penegak hukum untuk teliti dalam menafsirkan tindak pidana itu,” kata Nur dalam keterangan resminya pada hari Rabu, 30 April 2025.

Menurut Nur, saat ini sudah terdapat tiga putusan MK terkait UU ITE, yaitu nomor 78/PUU-XXI/2023, 105/PUU-XXII/2024, dan 115/PUU-XXII/2024. Ketiga putusan tersebut berkaitan dengan tindak pidana ujaran kebencian dan penyebaran berita bohong dalam UU ITE.

Ia menekankan bahwa ketiga putusan tersebut harus menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum dalam menangani tindak pidana yang melanggar UU ITE. “Setelah putusan MK 78/PUU-XXI/2023 yang menghapus pasal berita bohong, Pasal 263 dan Pasal 264 dalam KUHP 2023 tentang berita bohong juga harus dihapuskan,” jelas Nur.

Dengan putusan MK 105/PUU-XXII/2024 yang memperketat unsur penghinaan, Pasal 27A UU ITE dan Pasal 433 KUHP 2023 juga harus diperketat. Kedua pasal itu tidak boleh digunakan untuk melindungi lembaga negara, pemerintah, ataupun kelompok orang, karena hal ini dapat menciptakan iklim ketakutan.

“Maka Pasal 218-219 tentang penyerangan kehormatan presiden atau wakil presiden dan Pasal 240-241 tentang penghinaan terhadap pemerintah atau lembaga negara harus ditinjau ulang untuk dihapuskan,” tegasnya.

Putusan MK 105/PUU-XXII/2024, kata dia, juga memperketat unsur ujaran kebencian secara elektronik. Ujaran kebencian harus secara substantif memuat tindakan atau penyebaran kebencian berdasarkan identitas tertentu yang ditujukan untuk umum. Oleh karena itu, pengetatan harus dilakukan dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE dan Pasal 243 KUHP 2023.

Hanin Marwah, Novali Panji Nugroho, Dian Rahma Fika, dan Ade Ridwan Yandwiputra turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Mengapa Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Tak Kunjung Disahkan?

Berita Terkait

Usul Vasektomi Bansos Dedi Mulyadi Tuai Kritik Pedas
KPK Dorong DPR Percepat RUU Perampasan Aset Usai Pidato Prabowo Soal Buruh
Panglima TNI Batal Mutasi Letjen Kunto Arief: Alasan di Balik Keputusan Mengejutkan
Dinilai Sarat Politik, Mutasi Letjen Kunto Arief Bikin TNI Mudah Digoyang?
Kontroversi “Gubernur Konten” Dedi Mulyadi: Kebijakan Menggemparkan atau Strategi Politik?
Polri Tegaskan Kepatuhan Penuh atas Putusan MK Terkait UU ITE
Prabowo Kejar Pajak Orang Kaya: Sinyal Kebijakan Ekonomi Baru?
Vasektomi Syarat Bansos Dedi Mulyadi: Komnas HAM Tegaskan Hak Privasi Tubuh!

Berita Terkait

Sabtu, 3 Mei 2025 - 18:35 WIB

Usul Vasektomi Bansos Dedi Mulyadi Tuai Kritik Pedas

Sabtu, 3 Mei 2025 - 14:51 WIB

KPK Dorong DPR Percepat RUU Perampasan Aset Usai Pidato Prabowo Soal Buruh

Sabtu, 3 Mei 2025 - 10:35 WIB

Panglima TNI Batal Mutasi Letjen Kunto Arief: Alasan di Balik Keputusan Mengejutkan

Sabtu, 3 Mei 2025 - 10:11 WIB

Dinilai Sarat Politik, Mutasi Letjen Kunto Arief Bikin TNI Mudah Digoyang?

Sabtu, 3 Mei 2025 - 09:16 WIB

Kontroversi “Gubernur Konten” Dedi Mulyadi: Kebijakan Menggemparkan atau Strategi Politik?

Berita Terbaru

Public Safety And Emergencies

Desakan Publik: Polda Metro Jaya Diminta Bebaskan 14 Aktivis Hari Buruh

Sabtu, 3 Mei 2025 - 18:47 WIB