Prospek Sektor Konsumsi Hadapi Tantangan, Begini Rekomendasi Analis

- Penulis

Senin, 24 Februari 2025 - 07:37 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

RAGAMUTAMA.COM – JAKARTA. Kinerja sektor konsumsi masih tertekan pada awal tahun ini. Tercermin dari kinerja indeks Consumer Non-Cyclicals dan Consumer Cyclicals.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, per Jumat (21/2), kinerja indeks tersebut, masing-masing turun 5,54% dan 2% sejak awal tahun (year to date/YtD).

Padahal, pemerintah telah berupaya memberikan kebijakan yang dapat mendongkrak konsumsi masyarakat, seperti kenaikan upah minimum sebesar 6,5%, subsidi tarif listrik untuk Januari & Februari dan kenaikan PPn selektif.

Equity Analyst PT IndoPremier Sekuritas, David Kurniawan menilai turunnya kinerja sektor konsumsi, salah satunya karena penyusutan kelas menengah. Berdasarkan data, jumlah kelas menengah di Indonesia turun dari 21,5% pada 2019 menjadi 17,1% pada 2024.

“Penurunan ini berdampak pada daya beli masyarakat dan konsumsi rumah tangga, yang merupakan pendorong utama pertumbuhan sektor ini,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (21/2).

Kemudian, adanya perubahan preferensi konsumen yang cenderung beralih ke produk lokal yang lebih terjangkau. Dia mencontohkan, Unilever mengalami penurunan pangsa pasar di Indonesia akibat boikot dan persaingan dengan merek lokal yang menawarkan harga lebih kompetitif.

Sektor ini juga mengalami tantangan dari pergerakan rupiah yang cenderung tertekan. Alhasil, meningkatkan biaya impor bahan baku, yang dapat menekan margin keuntungan perusahaan dalam sektor ini.

Di sisi lain, untuk mengimbangi kenaikan biaya, perusahaan kemungkinan juga menaikkan harga produk yang dapat berdampak negatif pada permintaan konsumen. Apalagi, sambungnya, mengingat daya beli yang sedang alami penurunan.

Sebentar lagi akan ada momentum puasa dan Lebaran, yang secara umum meningkatkan konsumsi masyarakat, khususnya pada produk makanan dan minuman. “Namun, efektivitas momentum ini dalam mendongkrak kinerja sektor akan sangat bergantung pada kondisi ekonomi makro dan daya beli masyarakat saat periode tersebut,” terangnya.

Analis Maybank Sekuritas, Willy Goutama melanjutkan bahwa efisiensi anggaran dari pemerintah berpotensi mengurangi tingkat konsumsi. Lihat saja, departemen-departemen pemerintah akan beralih dari rapat offline ke rapat online, pengaturan WFO ke WFH untuk staf junior, dan jam kerja yang lebih pendek untuk mengurangi biaya utilitas.

Baca Juga :  Pak Gunadi Blak-blakan soal Anggaran Gaji PPPK, Waduh

“Dalam pandangan kami, hal pertama dan kedua berdampak negatif pada kegiatan dan sektor ekonomi, yaitu hotel, MICE, penyewaan mobil, maskapai penerbangan, bahan bangunan, dan layanan makanan, yang pada gilirannya dapat mengurangi konsumsi di kuartal I 2025,” terangnya.

Isu pengenaan pajak pada minuman berpemanis juga dinilai menjadi tantangan. Meski begitu, diperkirakan kebijakan tersebut belum akan terjadi tahun ini lantaran Kementerian Keuangan dan Kementerian Kesehatan masih dalam tahap awal penyusunan kebijakan.

“Selain itu, kedua kementerian tersebut belum melakukan komunikasi formal dengan para pemangku kepentingan,” sebutnya.

Tak hanya jangka pendek, sektor ini juga memiliki risiko jangka panjang yang berasal dari regulasi pemerintah, seperti potensi regulasi tentang pengemasan. Pada tahun 2029, pemerintah berencana untuk membatasi penjualan produk minuman di bawah 1 liter dan makanan di bawah 50 gram yang menggunakan kemasan plastik, yang dinilai berdampak negatif terhadap pendapatan.

Sementara itu, persaingan dari konglomerat lokal besar dan entitas China tetap menjadi salah satu risiko utama bagi beberapa sektor, misalnya, makanan ringan, roti, es krim, dan produsen susu.

Karenanya, Willy mempertahankan outlook netral untuk sektor konsumsi, menyusul lintasan pertumbuhan pendapatan dan visibilitas akan bervariasi. “Kami menyukai perusahaan dengan inisiatif aktif untuk meningkatkan laba dan mengurangi risiko persaingan,” katanya.

Dalam kondisi ini, Maybank Sekuritas menjagokan MYOR, ICBP dan MAPI. Sementara top sell darinya adalah GGRM, LPPF dan UNVR. “Risiko penurunan utama adalah kenaikan biaya input yang terus-menerus, pengenaan pajak gula dan saingan baru yang berpikiran predator,” tegasnya.

Analis BRI Danareksa Sekuritas, Natalia Sutanto menjagokan grup Indofood. Sebab memasuki kuartal II 2025, ia menyakini volume penjualan mie instan akan tetap kuat. “Kenaikan rata-rata harga jual baru-baru ini juga menjadi pertanda baik untuk pendapatan,” sebutnya.

Baca Juga :  SUNI Bagi Dividen Rp 50 Miliar, Catat Jadwal Pentingnya!

Terlihat dari pergerakan asing terhadap saham INDF dan ICBP. Natalia mencermati, pada Januari 2025, investor lokal meningkatkan posisi mereka di ICBP dan INDF. Investor asing juga meningkatkan posisi di INDF, didorong oleh harga CPO yang kuat.

Secara umum, dana dari domestik pada sektor konsumsi tetap berada pada posisi overweight sebesar 5,7% pada akhir Januari, sementara dana asing mempertahankan posisinya di 3,0%.

Dalam cakupannya, INDF telah menunjukkan peningkatan alokasi dana domestik secara bertahap selama tiga bulan terakhir, sementara pembobotan ICBP di IHSG menyebabkan peningkatan 4bps pada dana domestiknya.

Sementara posisi dana asing ICBP berada dalam tren penurunan selama beberapa bulan, sentimen lokal tetap kuat. Ia memperkirakan didorong oleh ekspektasi pertumbuhan pendapatan yang positif yang dipicu oleh permintaan yang meriah, meskipun basis yang tinggi dari periode yang sama tahun lalu.

Sebaliknya, MYOR mengalami penurunan 16bps di Januari 2025 dibandingkan dengan Desember 2024, kembali ke level Oktober 2024. “Kekhawatiran atas harga bahan baku, kakao dan kopi tampaknya masih membayangi MYOR, yang mempengaruhi posisi dana lokal dan asing,” jelasnya.

Sementara itu, Indo Premier Sekuritas menyukai saham ICBP dan CPIN. Menurutnya, ICBP didukung portofolio produk yang beragam, termasuk mi instan, produk susu, dan bumbu masak.

“Menjelang Ramadan dan Lebaran, permintaan terhadap produk-produk ICBP diprediksi meningkat, yang dapat mendorong kinerja perusahaan,” sebutnya.

Adapun untuk CPIN, Kevin menilai didukung proyeksi kinerja laba di 2024 yang akan tumbuh signifikan. Selain itu didukung teknikal yang saat ini dekat area support kuatnya level Rp 4.400.

Berita Terkait

IHSG Melemah 0,91% ke 6.852 pada Sesi I Rabu (2/7), BRPT, ARTO, ADMR Top Losers LQ45
Inflasi Rendah, Buka Ruang BI Pangkas Suku Bunga Lagi
Skandal Uang Palsu UIN Makassar: Sindikat Terhubung ke BI?
Sarana Menara Nusantara (TOWR) Gelar Rights Issue Rp 5,49 Triliun
Hasil RUPST MNC Vision 2025: Kevin Sanjaya sampai Tito Sulistio Menduduki Kursi Penting
Simak Rekomendasi 6 Saham Pilihan dari BNI Sekuritas di Hari Ini (2/7), IHSG Melemah
Cek Rekomendasi Saham BBRI, BUMI, PTBA dan UNTR untuk Perdagangan Rabu (2/7)
Prima Multi Usaha Indonesia (PMUI) Tetapkan Harga IPO Rp 180 per Saham

Berita Terkait

Rabu, 2 Juli 2025 - 13:16 WIB

IHSG Melemah 0,91% ke 6.852 pada Sesi I Rabu (2/7), BRPT, ARTO, ADMR Top Losers LQ45

Rabu, 2 Juli 2025 - 13:04 WIB

Inflasi Rendah, Buka Ruang BI Pangkas Suku Bunga Lagi

Rabu, 2 Juli 2025 - 11:46 WIB

Sarana Menara Nusantara (TOWR) Gelar Rights Issue Rp 5,49 Triliun

Rabu, 2 Juli 2025 - 10:34 WIB

Hasil RUPST MNC Vision 2025: Kevin Sanjaya sampai Tito Sulistio Menduduki Kursi Penting

Rabu, 2 Juli 2025 - 10:04 WIB

Simak Rekomendasi 6 Saham Pilihan dari BNI Sekuritas di Hari Ini (2/7), IHSG Melemah

Berita Terbaru

Public Safety And Emergencies

Penjelasan Dispenad soal Video Viral Anak Jatuh dari Bus Mabes AD

Rabu, 2 Jul 2025 - 13:10 WIB

finance

Inflasi Rendah, Buka Ruang BI Pangkas Suku Bunga Lagi

Rabu, 2 Jul 2025 - 13:04 WIB