Kali ini, mari kita berkelana ke Amsterdam.
Bila saya terus-menerus menulis tentang betapa tidak terstruktur dan tidak sistematisnya catatan perjalanan hidup kami dari satu negara ke negara lain, tentu saja hal itu akan membosankan bagi para pembaca.
Oleh karena itu, tulisan ini akan langsung membahas kunjungan kami berdua ke Negeri Belanda.
Negeri Belanda, yang secara internasional dikenal sebagai Netherlands, memiliki ibu kota yang megah, Amsterdam.
Di sana, tinggal tante saya (yang saya panggil Ie Yet) bersama suaminya, Ronald. Pada saat itu, Ronald masih aktif sebagai Dosen di salah satu Universitas ternama di Amsterdam.
Kami menyempatkan diri mengunjungi Tante saya dalam perjalanan pulang dari Italia ke Perth. Kami singgah sejenak di Amsterdam selama beberapa hari.
Dari segi usia, sebenarnya saya dan suami tercinta lebih tua dibandingkan dengan Tante Yet dan Om Ronald. Namun, dari sudut pandang hierarki keluarga, status saya tetaplah seorang keponakan.
Kami diajak Om Ronald dan Tante Yet untuk menjelajahi keindahan Amsterdam. Kami dibawa menyusuri kanal-kanal Amsterdam dengan speedboat, cara populer bagi wisatawan untuk menikmati kota ini.
Panjang kanal mencapai 100 km, jarak yang cukup jauh untuk dinikmati dengan speedboat.
Om Ronald mengajak kami naik kereta api ke Central Station, karena dari sana, kanal Amsterdam dapat dicapai dengan berjalan kaki beberapa menit saja.
Terlihat banyak orang bersepeda di sekitar, menurut Om Ronald, jumlah sepeda di sini bahkan melebihi jumlah penduduk. Setiap orang memiliki sepeda, dan seringkali lebih dari satu. Ini merupakan salah satu ciri khas Amsterdam.
Setelah membeli tiket seharga 11 Euro (sekitar RP 150.000) dan menaiki speedboat, kami dibawa berkeliling kanal, menikmati pemandangan bangunan-bangunan terkenal di sekitarnya.
Kapten speedboat, yang juga bertindak sebagai pemandu wisata bernama Mathew, berasal dari Amsterdam dan memberikan penjelasan dalam dua bahasa, yaitu Inggris dan Belanda.
Kanal ini dibangun pada abad ke-17 dan sangat populer di kalangan wisatawan. Terbukti, sekitar 7 juta wisatawan mengunjungi kanal ini setiap tahunnya.
Kami juga diajak mengunjungi tempat di mana Surga dan Neraka berdampingan dalam satu wilayah.
Di Amsterdam, setiap orang bebas memilih jalan hidupnya masing-masing. Terdapat rumah ibadah bagi mereka yang mencari Surga, dan juga terdapat distrik lampu merah di mana mereka menjajakan diri secara terbuka.
Mirip seperti calon pembeli yang boleh melihat barang dagangan di toko sebelum memutuskan untuk membeli, begitulah kehidupan di distrik lampu merah Amsterdam.
Tentu saja, kami tidak melewatkan kesempatan untuk berfoto dengan pakaian tradisional Belanda, sebuah pengalaman wajib bagi wisatawan Indonesia yang berkunjung ke Belanda.
Ada banyak foto yang dipajang di sana, termasuk foto selebriti Indonesia, pejabat, dan tokoh-tokoh lainnya.
Kami pun mencoba berfoto dengan pakaian tersebut sebagai kenang-kenangan dari kunjungan kami ke Negeri Belanda.
Tak lupa, Ie Yet menelepon tante saya yang lain bernama Tineke (yang kini telah almarhumah).
Tineke datang bersama suaminya, Theo, dan kedua saudara perempuannya, Lina dan Rina.
Kami berfoto bersama sebagai kenang-kenangan.
Kesimpulan:
Ada banyak tempat yang dapat dijadikan kenang-kenangan dari Negeri Belanda ini, namun kami belum sempat menjelajahi semuanya karena waktu kami terbatas hanya beberapa hari saja.
Akibatnya, Ie Yet merasa kurang puas karena kami tidak bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama keluarganya.
Ie Yet berpesan agar lain kali kami berkunjung, setidaknya selama 2 minggu agar rasa rindunya terobati.
Mengapa kehadiran saya dan suami mendapatkan perhatian yang begitu besar? Karena sesungguhnya, saat kami masih tinggal di Jakarta, kami sudah saling mengenal. Jadi, pertemuan setelah terpisah selama puluhan tahun dan mendapatkan kesempatan untuk bertemu kembali tentu saja merupakan kebahagiaan yang tak terhingga.
Kunjungan kami ke Nederland dan tinggal di rumah Tante dan Om Ronald, sungguh merupakan kenangan indah yang tak akan pernah terlupakan. Bukan hanya karena pemandangannya yang indah, tetapi terutama karena kasih sayang yang tulus dari Tante dan Om Ronald. Pesan singkat: “Lain kali kalau datang ke sini, paling kurang dua minggu ya, Lin.”
Ucapan itu terbit dari lubuk hati terdalam ❤️ dan hati saya pun tergetar dan terharu mendengarnya. Sungguh, apa yang diucapkan dari hati akan terhubung dengan hati.
Kami berdua hanya singgah selama 2 hari, karena tidak ingin merepotkan Tante dan Om Ronald. Namun, ternyata sebaliknya…
Sungguh, semua ini melambangkan rasa syukur kami kepada Tuhan, karena ke mana pun kami berkunjung, kami selalu disambut dengan setulus hati.
Terima kasih kepada semua sahabat di Kompasiana yang telah menyempatkan diri untuk membaca tulisan ini.
29 Mei 2025.
Salam saya,
Roselina.