Ragamutama.com – JAKARTA. Dinamika pasar mata uang di Asia menunjukkan sinyal konsolidasi. Pada hari Kamis (29/5), mayoritas mata uang Asia tampak melemah terhadap dominasi dolar AS. Namun, beberapa mata uang berhasil mempertahankan posisinya di tengah penguatan indeks dolar (DXY).
Berdasarkan data Bloomberg, pada hari Kamis (29/5), pasangan mata uang USD/PHP mengalami penurunan sebesar 0,44% menjadi 55,7410. Ringgit Malaysia juga tercatat melemah dengan persentase yang sama, yaitu 0,44%, menjadi 4,2432 per dolar AS. Sementara itu, pasangan mata uang USD/INR juga mengalami penurunan sebesar 0,18% menjadi 85,5175.
Di sisi lain, beberapa mata uang menunjukkan penguatan terhadap dolar AS. Dolar Taiwan (TWD) menguat sebesar 0,62% menjadi 29,7100, dan Won Korea mengalami kenaikan sebesar 0,09% menjadi 1,373 per dolar AS.
Wahyu Tribowo Laksono, Founder Tradeindo, menjelaskan bahwa pelemahan yang terjadi pada sebagian besar mata uang Asia dipengaruhi oleh penguatan dolar AS. Hal ini didorong oleh rilis data ekonomi AS yang lebih baik dari perkiraan, serta ekspektasi pasar terkait kebijakan Federal Reserve yang kemungkinan masih akan mempertahankan pendekatan *hawkish*.
Penguatan Dolar AS Hanya Rebound Teknis, Perhatikan Valuta Emerging Market Berikut
Menjelang pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada bulan Juni 2025, Presiden Federal Reserve Bank of Minneapolis, Neel Kashkari, mengindikasikan bahwa Federal Reserve (The Fed) tidak akan membahas penurunan suku bunga mengingat perkembangan perang tarif yang masih menimbulkan ketidakpastian ekonomi.
“Ketidakpastian global, seperti ketegangan geopolitik, fluktuasi harga komoditas, atau kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi global, dapat mendorong investor untuk mencari aset *safe haven*, seperti Dolar AS, yang pada akhirnya melemahkan mata uang Asia lainnya,” ungkap Wahyu kepada Kontan.co.id, Kamis (29/5).
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menyampaikan bahwa ketahanan KRW didukung oleh pemulihan ekspor semikonduktor dan peningkatan arus modal masuk ke pasar saham Korea Selatan.
“Sementara TWD didukung oleh daya tarik Taiwan sebagai pusat teknologi dan ekspektasi surplus perdagangan yang kuat,” jelas Josua kepada Kontan.co.id, Kamis (29/5).
Untuk perdagangan pada hari Jumat (30/5), kinerja mata uang di kawasan Asia diperkirakan masih akan dipengaruhi oleh sentimen global terhadap dolar AS, terutama rilis data inflasi PCE AS dan pernyataan dari Federal Reserve (The Fed).
Sentimen *Risk On* Meningkat, Valuta *Emerging Market* Terangkat
Selain itu, respons pasar terhadap perkembangan lebih lanjut dari kebijakan perdagangan Trump, termasuk potensi perluasan tarif, juga akan berdampak pada pergerakan mata uang Asia di masa mendatang.
“Dalam situasi saat ini, KRW dan TWD kemungkinan akan menjadi *outperformer* berkat surplus eksternal yang kuat dan arus modal masuk yang positif,” kata Josua.
Josua menyimpulkan bahwa secara keseluruhan, meskipun tekanan terhadap dolar AS global terus berlanjut, prospek jangka pendek mata uang Asia akan tetap ditentukan oleh faktor diferensial suku bunga, kondisi eksternal masing-masing negara, serta sensitivitas terhadap risiko geopolitik dan kebijakan proteksionisme AS.