Kasus Wanaartha Life: Derita Nasabah Tak Berujung, OJK Didesak Turun Tangan Selesaikan Likuidasi
Jakarta – Jeritan nasabah PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha atau Wanaartha Life kembali menggema, mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk segera menuntaskan persoalan yang telah terkatung-katung selama tiga tahun. Pada Kamis, 26 Juni 2025, para korban Wanaartha Life menyuarakan kembali tuntutan mereka, berharap OJK dapat mempercepat proses likuidasi demi kepastian pengembalian hak yang telah lama dinanti. Bagaimana sebenarnya kronologi kasus yang tak kunjung usai ini?
Kronologi Kasus Wanaartha Life: Dari Pencabutan Izin hingga Tuntutan Pailit
Polemik Wanaartha Life berakar sejak tahun 2022, tatkala OJK mencabut izin usaha perusahaan asuransi tersebut melalui Surat Keputusan Dewan Komisioner OJK No. KEP-71/D.05/2022. Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa langkah tegas ini diambil karena Wanaartha Life gagal memenuhi ketentuan *Risk Based Capital* (RBC) bisnis yang disyaratkan OJK.
“Wanaartha Life tidak mampu menutup selisih kewajiban dengan aset, baik melalui setoran modal oleh pemegang saham pengendali maupun upaya mengundang investor baru,” terang Ogi dalam konferensi pers virtual pada Senin, 5 Desember 2022. Ia menambahkan, disparitas signifikan antara kewajiban dan aset ini merupakan akumulasi kerugian dari penjualan produk sejenis *saving plan*. Produk tersebut, menurut OJK, menjanjikan imbal hasil yang tidak realistis dan tidak diimbangi dengan kemampuan perusahaan dalam mengelola investasinya secara sehat.
Lebih lanjut, Ogi mengungkap adanya indikasi rekayasa dalam laporan keuangan yang disajikan Wanaartha Life kepada OJK maupun publik, sehingga tidak mencerminkan kondisi finansial yang sebenarnya.
Melihat kondisi ini, Anggota Tim Observer Likuidasi Wanaartha, Freddy Handojo Wibowo, mendesak OJK agar Wanaartha Life segera dipailitkan. “Para nasabah yang sudah sengsara selama lebih dari lima tahun memperjuangkan pengembalian hak di Wanaartha Life hingga kini belum mendapatkan kepastian hukum dan penyelesaian yang nyata,” tutur Freddy dalam keterangan tertulisnya yang dikutip *Tempo* pada Jumat, 27 Juni 2025.
Freddy menyatakan bahwa lebih dari 100 orang nasabah telah mengajukan permohonan pailit kepada OJK. Menurutnya, kepailitan dianggap sebagai jalan keluar yang lebih efektif karena Tim Kurator memiliki wewenang yang jauh lebih kuat dibandingkan Tim Likuidasi. “Kelak Kurator mempunyai wewenang lebih besar dibanding likuidator untuk bisa merampas aset-aset apapun milik Wanaartha Life agar uang nasabah cepat dikembalikan ke para korban,” tegasnya.
Harapan Palsu Nasabah: Pembagian Dana Likuidasi yang Minim dan Upaya Tanpa Hasil
Pada tahun 2024, Tim Likuidasi Wanaartha Life mengumumkan total tagihan yang mencapai angka fantastis Rp 12,78 triliun. Jumlah ini terdiri dari tagihan kreditur pemegang polis sebesar Rp 12,45 triliun, karyawan Rp 9 miliar, kreditur lain Rp 3,97 miliar, serta utang lainnya senilai Rp 318 miliar.
Hingga Desember 2024, Tim Likuidasi baru berhasil membagikan dana secara proporsional tahap pertama, kedua, dan ketiga kepada pemegang polis, yang bersumber dari dana jaminan, dengan total hanya Rp 180 miliar. Jumlah ini jauh panggang dari api jika dibandingkan dengan total tagihan.
Terbaru, pada 2 Mei 2025, Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia (Bareskrim Polri) telah menyita aset tanah dan bangunan Wanaartha Life di Grha Wanaartha, Mampang, Jakarta Selatan. Langkah ini diharapkan dapat menjadi salah satu jalan untuk mengembalikan sebagian kerugian nasabah.
Freddy Handojo Wibowo mengungkapkan bahwa nasabah telah menempuh berbagai cara untuk menuntut hak mereka, namun tanpa hasil yang memuaskan. Ia mencontohkan, nasabah telah mengajukan keberatan di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, melaporkan kasus ini ke Bareskrim Polri, menggelar unjuk rasa di depan kantor OJK, bahkan sampai meminta perhatian mantan Presiden Joko Widodo dan Presiden Prabowo Subianto. “Semuanya tidak menghasilkan apapun dan sia-sia,” keluhnya.
Di sisi lain, Freddy mengaku sangat kecewa dengan tawaran tim likuidasi yang hanya akan mengembalikan uang nasabah sebesar 1,3 hingga 1,4 persen dari total investasi. Hingga berakhirnya proses likuidasi pada 20 Desember 2024, para nasabah masih belum menerima pembayaran yang berarti. “Para nasabah belum menerima pembayaran lagi dari proses likuidasi tersebut,” imbuhnya.
Freddy menambahkan, sebenarnya masih ada sisa dana sekitar Rp 15-18 miliar dari proses likuidasi. Namun, hingga kini dana tersebut belum juga dicairkan. “Alangkah baiknya dibayarkan saja ke para korban yang memang bersedia menerima dana sisa likuidasi tersebut,” tutup Freddy, menyuarakan harapan terakhir dari ribuan nasabah yang terus berjuang.