Wall Street Menguat Tipis: Saham Teknologi Jadi Penopang di Tengah Data Ekonomi Lemah dan Ketidakpastian Perang Dagang Trump
Indeks-indeks utama Wall Street berhasil menunjukkan sedikit penguatan pada perdagangan Rabu (4/6). Penguatan ini terutama ditopang oleh kinerja solid saham-saham teknologi, yang berhasil mengimbangi tekanan dari data ekonomi domestik yang melemah serta ketidakpastian seputar kebijakan dagang pemerintahan Trump.
Hingga pukul 10:36 waktu setempat, Dow Jones Industrial Average naik 88,09 poin atau 0,20% menjadi 42.605,07. Diikuti oleh S&P 500 yang menguat 17,36 poin atau 0,29% ke 5.987,73, dan Nasdaq Composite bertambah 58,41 poin atau 0,31% ke 19.459,09. Kinerja positif ini tercermin dari 8 dari 11 sektor utama di indeks S&P 500 yang mencatat kenaikan, dipimpin oleh sektor komunikasi dengan kenaikan 1,2%, disusul sektor teknologi informasi sebesar 0,4%.
Namun, sentimen positif ini sedikit terbebani oleh serangkaian data ekonomi AS yang kurang meyakinkan. Sektor jasa Amerika Serikat, secara tak terduga, mengalami kontraksi untuk pertama kalinya dalam hampir setahun pada Mei. Kondisi ini diperparah dengan peningkatan biaya input, yang menambah kekhawatiran pasar akan risiko “stagflasi”—fenomena perlambatan pertumbuhan ekonomi yang disertai lonjakan inflasi.
Selain itu, laporan ketenagakerjaan dari ADP juga menambah kekhawatiran. Data menunjukkan bahwa perekrutan tenaga kerja swasta di AS pada Mei hanya bertambah sedikit, mencetak level terendah dalam lebih dari dua tahun terakhir. Para investor kini menanti laporan kunci *nonfarm payrolls* yang akan dirilis pada Jumat (7/6) untuk mengukur lebih lanjut dampak ketidakpastian perdagangan terhadap pasar tenaga kerja. Larry Tentarelli, Chief Technical Strategist di Blue Chip Daily Trend Report, menyatakan, “Saya kira data ADP hanya menimbulkan volatilitas jangka pendek. Yang benar-benar penting adalah data *payrolls* nanti.”
Di tengah dinamika ekonomi domestik, kebijakan dagang pemerintahan Trump kembali menjadi sorotan. Pada hari yang sama, Presiden Donald Trump secara resmi melipatgandakan tarif impor baja dan aluminium menjadi 50%. Langkah ini diambil menjelang tenggat waktu yang telah ditetapkan Trump bagi mitra dagang untuk menyampaikan tawaran terbaik, sebelum gelombang tarif baru diberlakukan pada awal Juli.
Fokus utama pasar kini bergeser pada perkembangan negosiasi tarif antara Washington dengan mitra dagang utamanya, termasuk rencana pembicaraan antara Trump dan Presiden China Xi Jinping yang diperkirakan akan berlangsung dalam pekan ini. Dinamika ini akan sangat menentukan arah pasar ke depan.
Meskipun demikian, indeks S&P 500 dan Nasdaq telah menunjukkan resiliensi yang signifikan sepanjang Mei, mencatat kinerja bulanan terbaik sejak November 2023. Kinerja impresif ini didorong oleh pelonggaran retorika dagang dari Trump serta laporan kinerja emiten yang solid. Indeks S&P 500 sendiri saat ini hanya terpaut kurang dari 3% dari rekor tertingginya pada Februari lalu. Barclays bahkan turut menaikkan target akhir tahun untuk indeks ini, mengutip meredanya ketegangan dagang dan harapan pertumbuhan laba yang kembali normal pada 2026.
Dari sisi emiten, beberapa saham berhasil mencatat kinerja positif. Saham Hewlett Packard Enterprise (HPE) naik 1,1% setelah membukukan kinerja di atas ekspektasi, didorong oleh permintaan tinggi pada segmen server AI dan layanan *cloud hybrid*. GlobalFoundries juga menguat 2,2% usai mengumumkan rencana peningkatan investasi menjadi US$16 miliar. Sementara itu, saham Wells Fargo naik 1,2% menyusul keputusan The Fed mencabut pembatasan aset senilai US$1,95 triliun yang diberlakukan sejak 2018 akibat skandal internal.
Namun, tidak semua emiten bernasib sama. Saham Tesla anjlok 3,8% setelah penjualan kendaraan listriknya turun untuk bulan kelima berturut-turut di pasar utama Eropa. CrowdStrike turun 4,7% setelah memproyeksikan pendapatan kuartalan di bawah ekspektasi pasar. Penurunan paling tajam dialami Dollar Tree, yang anjlok 10,2% karena memproyeksikan laba kuartal II bisa turun hingga 50% dibandingkan tahun lalu akibat volatilitas yang dipicu tarif.