Bursa saham Wall Street menutup perdagangan Jumat (30/5) dengan hasil yang bervariasi, diwarnai oleh dinamika kebijakan perdagangan Amerika Serikat yang terus berubah. Indeks Dow Jones Industrial Average berhasil menguat 54,34 poin atau 0,13%, mencapai level 42.270,07. Sebaliknya, dua indeks utama lainnya menunjukkan penurunan: S&P 500 tergelincir tipis 0,48 poin atau 0,01% ke 5.911,69, sementara Nasdaq Composite merosot 62,11 poin atau 0,32% menjadi 19.113,77.
Fluktuasi pasar pada hari itu, khususnya S&P 500 yang mengalami sesi bergejolak, sangat dipengaruhi oleh pernyataan Presiden AS Donald Trump. Ia awalnya melayangkan kritik keras terhadap Tiongkok, sebelum kemudian menunjukkan optimisme akan tercapainya kesepakatan dagang.
Di awal sesi perdagangan Jumat, ketiga indeks utama Wall Street sempat dibuka di zona merah. Hal ini dipicu oleh cuitan Trump di platform Truth Social yang menuduh Tiongkok melanggar perjanjian perdagangan dengan AS, disertai ancaman terselubung untuk bertindak lebih tegas terhadap Beijing. Namun, sentimen pasar segera membaik dan mampu memangkas kerugian setelah Trump, pada Jumat sore, menyatakan kesiapannya untuk berbicara dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping. Ia berharap dapat mencapai resolusi atas perselisihan dagang dan tarif.
Bulan Mei sendiri telah menjadi periode yang bergejolak bagi pasar saham global, sebagian besar disebabkan oleh kebijakan perdagangan Trump yang tak menentu dan memicu kehati-hatian investor. Namun, sinyal-sinyal pelunakan dalam isu tarif dari Trump, ditambah dengan laporan pendapatan perusahaan yang optimis dan data inflasi yang terkendali, turut membantu S&P 500 pulih dari titik terendahnya di bulan April.
Kondisi pasar yang penuh ketidakpastian ini diperparah oleh isu tarif yang terus-menerus muncul. “Para investor tidak tahu bagaimana harus bereaksi terhadap berita tarif saat ini. Siklus berita tersebut benar-benar meresahkan,” ungkap Jake Dollarhide, CEO Longbow Asset Management di Tulsa, Oklahoma, seperti dilansir *Reuters*.
Sebagai konteks, sebelum Donald Trump menjabat, tarif impor efektif AS berkisar antara 2% hingga 3%. Namun, berdasarkan estimasi Oxford Research, angka tersebut kini melonjak hingga sekitar 15%. Meskipun putusan pengadilan perdagangan berpotensi menurunkannya menjadi sekitar 6%, penangguhan darurat oleh pengadilan banding telah mempertahankan level tarif yang lebih tinggi untuk sementara waktu.
Di luar isu perdagangan, para investor pada Jumat juga mencermati data ekonomi domestik. Belanja konsumen AS pada bulan April menunjukkan peningkatan 2,1% secara tahunan, sedikit melambat dari kenaikan 2,3% pada bulan Maret. Data ini penting karena Federal Reserve (bank sentral AS) menggunakan ukuran harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) sebagai indikator utama untuk target inflasi 2% mereka.
Meskipun dinamika pasar dan ekonomi yang kompleks, para pelaku pasar tetap mempertahankan keyakinan bahwa Federal Reserve akan memangkas target suku bunga pinjaman jangka pendeknya pada bulan September mendatang.