Candi Borobudur, sebuah mahakarya arsitektur Buddha yang diakui sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, terus berkomitmen dalam menjaga kelestarian batuan purbakalanya. Sejak Desember 2023, sebuah aturan penting telah diberlakukan bagi setiap wisatawan yang berkeinginan menaiki struktur candi megah ini: kewajiban menggunakan alas kaki khusus bernama upanat. Kebijakan ini bukan sekadar formalitas belaka, melainkan langkah krusial dalam upaya konservasi jangka panjang warisan budaya tak ternilai.
Upanat, yang berarti “alas kaki” dalam bahasa Sanskerta, adalah sandal anyaman yang didesain secara cermat, memadukan nilai historis dengan fungsionalitas modern. Sandal ini terbuat dari kombinasi unik daun pandan, batok kelapa, dan busa ati. Proses pengembangannya melibatkan riset mendalam sejak Januari 2022, memastikan upanat memenuhi kriteria ketahanan (durability), ergonomi, serta keselarasan visual yang telah ditetapkan oleh Pengkaji Pelestari Balai Konservasi Borobudur.
Penerapan sandal upanat ini didasari oleh hasil studi komprehensif yang dilakukan oleh Balai Konservasi Borobudur. Studi tersebut mengungkap bahwa aktivitas berjalan di atas batuan candi dengan alas kaki konvensional, meskipun tidak disadari, secara bertahap dapat menyebabkan pengikisan pada permukaan batuan. Untuk meminimalisir risiko erosi ini, sandal upanat dirancang khusus dengan bagian bawah yang terbuat dari busa ati, material yang lembut namun kokoh, efektif melindungi batuan candi dari keausan.
Menariknya, gagasan di balik sandal upanat bukan sepenuhnya baru. Seorang pelaku industri kreatif lokal bernama Basiyo telah merintis pembuatan sandal serupa sejak tahun 1997. Desain upanat yang kini wajib digunakan wisatawan telah disempurnakan melalui kolaborasi erat dengan Balai Konservasi Borobudur, menjadikannya lebih aman dan efektif saat melangkah di tangga dan lantai batuan candi yang berundak. Bentuknya yang sederhana – terdiri dari tali dan alas permukaan atas dari anyaman pandan, penjepit depan dari batok kelapa, serta alas bawah dari busa ati – jauh berbeda dari sandal jepit karet biasa. Desain ikonik ini bahkan terinspirasi langsung dari salah satu relief di Candi Borobudur, yaitu relief Karmawibhangga panel 150, yang menampilkan gambar dua orang tengah mempersembahkan alas kaki kepada Brahmana, sebuah visual yang amat menyerupai upanat.
Lebih dari sekadar upaya pelestarian candi yang dibangun antara abad ke-8 dan ke-9 ini, penggunaan sandal upanat juga menjadi pendorong signifikan bagi sektor ekonomi kreatif lokal. Kebijakan ini melibatkan delapan rumah produksi di sekitar kawasan candi, memberikan dampak positif dan berkelanjutan bagi para perajin serta komunitas setempat. Bagi setiap wisatawan yang membeli tiket untuk naik ke struktur Candi Borobudur seharga Rp 120.000, sandal upanat ini sudah termasuk dalam paket. Setelah selesai digunakan, sandal ini dapat dibawa pulang sebagai suvenir unik, menjadi pengingat akan pengalaman berharga serta kontribusi personal dalam menjaga kelestarian warisan budaya dunia. Dengan demikian, kunjungan ke Borobudur kini menjadi pengalaman yang menyeluruh, menyatukan konservasi, budaya, dan dukungan terhadap ekonomi lokal.