Pemerintah Dorong Holding UMKM, Harap Jadi Kekuatan Ekonomi Nasional Melalui Integrasi Rantai Pasok
Jakarta – Pemerintah Indonesia secara serius menggarap potensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan menginisiasi pembentukan “Holding UMKM”. Langkah strategis ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memberdayakan usaha kelas menengah sebagai operator utama, dengan harapan dapat mengintegrasikan jutaan UMKM ke dalam rantai pasok industri yang lebih luas.
Deputi Usaha Menengah Kementerian Koperasi dan UMKM, Bagus Rachman, mengungkapkan bahwa pihaknya telah meminta Dinas Koperasi dan UMKM di setiap provinsi untuk mengidentifikasi usaha menengah yang akan ditunjuk sebagai operator Holding UMKM berbasis klaster. Optimisme melingkupi program ini, di mana Bagus yakin Holding UMKM akan menjadi jembatan penghubung antara pengusaha kecil dan menengah dengan sektor industri. Integrasi ini diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan jangkauan rantai pasok bagi usaha berskala besar, sekaligus membuka akses pasar yang lebih luas bagi UMKM.
Hingga saat ini, Kementerian UMKM telah menetapkan 10 sektor usaha prioritas yang akan menjadi fokus Holding UMKM. Sektor-sektor tersebut meliputi pangan, otomotif, kerajinan, pariwisata, perikanan, dan pertanian. Bagus Rachman menekankan pentingnya pengembangan proyek percontohan (pilot project) di setiap sektor. “Sehingga bisa diaplikasi oleh seluruh daerah,” ujarnya, menyoroti visi replikasi model sukses di seluruh wilayah Indonesia.
Lebih lanjut, Bagus Rachman memaparkan fungsi krusial yang diharapkan diemban oleh Holding UMKM. Ia berharap entitas ini dapat berfungsi sebagai agregator, inkubator, pemasar, distributor, dan penyedia pembiayaan bagi UMKM. “Kalau ini terjadi, berarti kan usaha menengah penting nih untuk bisa menarik mitra kecil terhubung ke rantai pasok,” tegasnya, menyoroti peran sentral usaha menengah dalam memfasilitasi kemitraan dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, menyoroti tantangan besar yang dihadapi UMKM, khususnya dalam hal akses terhadap rantai pasok. Dari total 66 juta UMKM yang ada di Indonesia, Shinta membeberkan fakta bahwa hanya sekitar 7 persen yang berhasil menembus rantai pasok domestik.
Bahkan di kancah global, partisipasi UMKM Indonesia dalam rantai pasok internasional masih tergolong rendah. Berdasarkan data Asian Development Bank Institute, kontribusi UMKM Indonesia pada rantai pasok global tercatat hanya 4,1 persen pada tahun 2023. Angka ini jauh tertinggal dibandingkan dengan Vietnam, yang berhasil mengintegrasikan 20 persen UMKM-nya ke pasar global. “Dibandingkan dengan negara lain di kawasan angka ini masih sangat rendah,” sesal Shinta Kamdani, menggarisbawahi urgensi peningkatan daya saing UMKM nasional.
Meskipun dihadapkan pada tantangan tersebut, Shinta Kamdani mengingatkan untuk tidak terjebak dalam narasi keterbatasan. Ia menegaskan bahwa tantangan justru harus menjadi pemicu untuk mendorong pemerataan akses bagi UMKM. Menurutnya, UMKM memiliki potensi luar biasa untuk menjadi kekuatan nasional yang dominan jika akses usaha dapat dibuka seluas-luasnya. Shinta Kamdani menutup pernyataannya dengan pesan inspiratif: “Kekuatan sejati ekonomi Indonesia tidak hanya berada di menara kapital, tapi di tangan puluhan juta UMKM yang bergerak serentak dan sabar sampai berakhir.”
Pilihan Editor: Di Balik Aturan OJK tentang Berbagi Risiko Asuransi