Uji Materi UU Sisdiknas Dikabulkan MK: Sekolah Swasta Gratis?

Avatar photo

- Penulis

Selasa, 27 Mei 2025 - 23:56 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ragamutama.com – , Jakarta – Sebuah babak baru bagi dunia pendidikan di Indonesia telah dimulai. Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini mengabulkan sebagian permohonan uji materi terkait Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), khususnya pada frase “wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya“.

Permohonan uji materi ini diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bersama dengan tiga pemohon lainnya. Mereka menaruh harapan besar agar negara dapat membiayai pendidikan dasar, baik di sekolah negeri maupun swasta, termasuk madrasah.

Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa frasa “wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas telah menimbulkan interpretasi yang beragam dan perlakuan yang diskriminatif, sehingga dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sebagai konsekuensinya, MK mengubah norma frasa tersebut menjadi: “Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Implikasi dari putusan ini sangat jelas: pemerintah pusat dan daerah memiliki kewajiban untuk menggratiskan pendidikan dasar di tingkat SD, SMP, serta madrasah atau jenjang yang setara, tanpa memandang apakah sekolah tersebut berstatus negeri atau swasta. Namun, implementasinya akan dilakukan secara bertahap.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, saat menyampaikan pertimbangan hukum dalam Putusan Nomor 3/PUU-XXII/2024 di Gedung MK RI, Jakarta, pada hari Selasa, 27 Mei 2025, menjelaskan bahwa pendidikan dasar tanpa biaya merupakan elemen penting dari pemenuhan hak atas ekonomi, sosial, dan budaya (ekosob).

Berbeda dengan pemenuhan hak sipil dan politik yang bersifat segera, realisasi hak atas pendidikan, sebagai bagian dari hak ekosob, dapat diimplementasikan secara bertahap, disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi negara.

Menurut Enny, pemenuhan hak ekosob selalu terkait erat dengan ketersediaan sarana, prasarana, sumber daya, dan alokasi anggaran negara yang memadai.

“Oleh karena itu, perwujudan pendidikan dasar yang tidak memungut biaya, yang berkaitan dengan pemenuhan hak ekosob, dapat dilakukan secara bertahap, selektif, dan afirmatif, tanpa menimbulkan perlakuan yang diskriminatif,” tegas Enny.

Namun, Mahkamah Konstitusi juga memberikan pengecualian. Sekolah atau madrasah swasta yang menawarkan kurikulum tambahan di luar kurikulum nasional, serta sekolah swasta yang selama ini tidak menerima bantuan anggaran dari pemerintah, masih diperbolehkan untuk memungut biaya dari peserta didik.

Baca Juga :  Gibran Umumkan: Kurikulum AI untuk SMP-SMA Dimulai Tahun Depan!

“Dalam situasi ini, peserta didik secara sadar memahami konsekuensi pembiayaan yang lebih tinggi, sesuai dengan pilihan dan motivasinya saat memutuskan untuk menempuh pendidikan dasar di sekolah/madrasah tertentu,” imbuh Enny.

Untuk mengurangi beban biaya yang mungkin membebani peserta didik, MK menekankan bahwa negara harus memprioritaskan alokasi anggaran pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan dasar, termasuk sekolah swasta, dengan mempertimbangkan kebutuhan spesifik masing-masing sekolah swasta.

MK juga menegaskan bahwa bantuan pendidikan untuk kepentingan peserta didik di sekolah swasta hanya dapat diberikan kepada sekolah yang memenuhi persyaratan atau kriteria tertentu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

“Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa sekolah/madrasah swasta yang menerima bantuan pendidikan tersebut dikelola sesuai dengan standar yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, serta memiliki mekanisme tata kelola dan akuntabilitas yang baik dalam pengelolaan anggaran pendidikan,” jelas Enny.

Di sisi lain, Mahkamah juga menemukan bahwa ada sekolah swasta yang tidak pernah atau tidak bersedia menerima bantuan anggaran dari pemerintah.

Sekolah-sekolah tersebut, lanjut Enny, menyelenggarakan kegiatan pendidikan dengan mengandalkan sepenuhnya pembayaran dari peserta didik. Menurut MK, akan menjadi tidak tepat dan tidak rasional jika sekolah swasta seperti itu dipaksa untuk tidak lagi memungut biaya dari peserta didik.

Terlebih lagi, kemampuan fiskal pemerintah untuk memberikan bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan dasar bagi sekolah swasta yang berasal dari APBN dan APBD masih terbatas.

Oleh karena itu, meskipun tidak melarang sekolah swasta untuk membiayai dirinya sendiri, MK meminta agar sekolah swasta tetap memberikan kesempatan kepada peserta didik di lingkungannya dengan menawarkan skema kemudahan pembiayaan tertentu.

“Terutama bagi daerah yang tidak terdapat sekolah/madrasah yang menerima pembiayaan dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah,” pungkas Enny.

Sebuah Era Baru Pendidikan

Para pemohon uji materi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyambut putusan Mahkamah Konstitusi ini sebagai tonggak sejarah baru bagi dunia pendidikan Indonesia.

“Keputusan MK ini menciptakan sejarah baru. Sejak diputuskan tadi, seharusnya kita tidak lagi menghadapi masalah dengan pendidikan dasar,” ujar Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, saat ditemui di Gedung MK RI, Jakarta, usai sidang pengucapan putusan.

Ubaid menjelaskan bahwa putusan MK mewajibkan pemerintah pusat dan daerah untuk menyusun ulang skema pembiayaan pendidikan dasar yang diselenggarakan di SD, SMP, dan madrasah, baik negeri maupun swasta.

Baca Juga :  Hardiknas 2025: Panduan Lengkap Tema, Logo, dan Program Pendidikan Terbaru

JPPI memberikan setidaknya empat saran. Pertama, pemerintah perlu segera mengintegrasikan sekolah swasta yang menyelenggarakan pendidikan dasar ke dalam sistem penerimaan murid baru (SPMB) berbasis online yang dikelola oleh pemerintah.

“Ini untuk memastikan transparansi, kesetaraan akses, dan implementasi nyata dari putusan MK bahwa pendidikan dasar bebas biaya juga mencakup sekolah swasta,” kata Ubaid.

Kedua, perlu dilakukan realokasi dan optimalisasi anggaran pendidikan. Menurut JPPI, anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN dan APBD harus segera diaudit, direalokasi, dan dioptimalkan secara transparan.

Prioritas utama dinilai perlu dialihkan pada pembiayaan operasional sekolah, tunjangan guru, dan penyediaan fasilitas yang menunjang pendidikan dasar bebas biaya, baik di sekolah negeri maupun swasta.

“Ini termasuk menghentikan praktik anggaran yang tidak relevan dengan pendidikan,” tegasnya.

Ketiga, pengawasan ketat perlu dilakukan terhadap segala bentuk pungutan. Pemerintah diminta untuk meningkatkan pengawasan terhadap segala bentuk pungutan di sekolah dasar, baik negeri maupun swasta, disertai sanksi tegas bagi pelanggar.

Keempat, pemerintah perlu melakukan sosialisasi menyeluruh kepada publik dan sekolah mengenai implikasi dari putusan MK ini. Sekolah dan orang tua harus memahami hak dan kewajiban baru terkait pembiayaan pendidikan.

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Menanti Salinan Lengkap

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menyatakan kesiapannya untuk membahas putusan Mahkamah Konstitusi setelah menerima berkas salinan lengkapnya.

“Kami baru akan membahasnya setelah mendapatkan berkas salinan putusan lengkap,” kata Abdul Mu’ti di Jakarta, Selasa.

Ia menjelaskan bahwa hingga saat ini, Kementeriannya masih memaknai kewajiban negara untuk membiayai pendidikan dasar, baik bagi sekolah negeri maupun swasta, sebagaimana tercantum dalam Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), dengan menyesuaikan pada kemampuan fiskal pemerintah.

“Inti dari putusan itu memang menyatakan bahwa pasal di UU Sisdiknas harus dimaknai bahwa negara memiliki kewajiban untuk membiayai pendidikan dasar, tidak hanya sekolah negeri, tetapi juga sekolah/madrasah swasta. Namun, pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan fiskal pemerintah,” jelasnya.

Selain itu, pihaknya juga masih memahami bahwa sekolah swasta tetap diperbolehkan untuk memungut biaya pendidikan dari masyarakat, meskipun ada bantuan pembiayaan dari pemerintah.

Pilihan Editor Mengapa Grup Fantasi Sedarah Punya Puluhan Ribu Pengikut

Berita Terkait

Bibit Gandeng Sekolah Vokasi UNS Tingkatkan Investasi Mahasiswa
JPPI: Putusan MK Buka Peluang Kesetaraan Biaya Pendidikan
Rasakan Sensasi Sekolah Anime: Paket Wisata Unik dari Jepang
Temuan Studi Harvard: Indonesia Negara Terkembang Tercepat di Antara 22 Negara
Guru Depok Lecehkan Siswi: Sanksi SP2 Diberikan!
Pendaftaran SPMB Jakarta SD-SMA 2025: Cek Syarat Lengkapnya Disini!
Sekolah Rakyat Siap Dibuka: 63 Lokasi Targetkan Juli 2025
Panduan Lengkap Pendaftaran SPMB Jakarta 2025: Syarat & Cara Daftar

Berita Terkait

Rabu, 28 Mei 2025 - 04:15 WIB

Bibit Gandeng Sekolah Vokasi UNS Tingkatkan Investasi Mahasiswa

Selasa, 27 Mei 2025 - 23:56 WIB

Uji Materi UU Sisdiknas Dikabulkan MK: Sekolah Swasta Gratis?

Selasa, 27 Mei 2025 - 21:08 WIB

JPPI: Putusan MK Buka Peluang Kesetaraan Biaya Pendidikan

Sabtu, 24 Mei 2025 - 21:05 WIB

Rasakan Sensasi Sekolah Anime: Paket Wisata Unik dari Jepang

Jumat, 23 Mei 2025 - 12:12 WIB

Temuan Studi Harvard: Indonesia Negara Terkembang Tercepat di Antara 22 Negara

Berita Terbaru

entertainment

Siapa Saja? Inilah Pemeran Utama Serial Harry Potter HBO!

Rabu, 28 Mei 2025 - 04:27 WIB

Education And Learning

Bibit Gandeng Sekolah Vokasi UNS Tingkatkan Investasi Mahasiswa

Rabu, 28 Mei 2025 - 04:15 WIB