Diplomasi Kilat Trump Amankan Gencatan Senjata Iran-Israel: Akhiri ‘Perang 12 Hari’ yang Mencekam
Presiden Donald Trump dan tim diplomatik senior Amerika Serikat dilaporkan bergerak cepat di balik layar, berhasil mengamankan kesepakatan gencatan senjata antara Iran dan Israel. Langkah ini diambil menyusul peningkatan drastis ketegangan di Timur Tengah, terutama setelah serangan Iran terhadap pangkalan militer AS di Qatar pada Selasa dini hari, 24 Juni 2025.
Peningkatan eskalasi konflik yang cepat ini dimulai setelah Amerika Serikat melancarkan serangan terhadap tiga fasilitas nuklir Iran pada Sabtu malam. Hanya berselang sekitar 48 jam, Iran membalas dengan menyerang pangkalan militer AS di Qatar pada Selasa dini hari. Di tengah panasnya situasi, Presiden Trump segera mengumumkan melalui platform *Truth Social* bahwa sebuah kesepakatan telah tercapai, mengklaim “gencatan senjata lengkap dan total” yang secara resmi akan mengakhiri “Perang 12 Hari”. Meskipun demikian, keberlanjutan stabilitas kesepakatan ini masih dipertanyakan, terutama setelah hujan rudal Iran kembali menghantam sejumlah kota di Israel pada Selasa pagi, menewaskan setidaknya empat orang, sesaat sebelum gencatan senjata diharapkan berlaku penuh. Pejabat Gedung Putih mengonfirmasi bahwa Israel menyetujui gencatan senjata dengan syarat Iran menghentikan serangannya, sebuah syarat yang juga disepakati oleh Teheran.
Upaya diplomatik ini melibatkan komunikasi tingkat tinggi dari berbagai lini. Presiden Trump secara langsung menjalin kontak dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Sementara itu, tim inti diplomatik AS yang terdiri dari Wakil Presiden JD Vance, Menteri Luar Negeri sekaligus Penasihat Keamanan Nasional Marco Rubio, serta Utusan Khusus Timur Tengah Steve Witkoff, berupaya menghubungi pihak Iran melalui berbagai saluran, baik langsung maupun tidak langsung, demikian ungkap pejabat senior Gedung Putih kepada *CNN*. Dalam proses ini, peran pemerintah Qatar menjadi sangat krusial sebagai perantara. Bahkan, Presiden Trump sempat berbicara langsung dengan pemimpin Qatar, Emir Tamim bin Hamad bin Khalifa Al Thani, untuk memuluskan jalan diplomasi.
Menurut dua sumber yang mengetahui permasalahan ini, Presiden Trump menginformasikan kepada Emir Qatar bahwa Amerika Serikat berhasil meyakinkan Israel untuk menyetujui gencatan senjata dengan Iran. Trump juga menyampaikan apresiasi atas peran mediasi Qatar dan secara khusus meminta bantuan Emir untuk membujuk Iran agar menerima kesepakatan tersebut. Koordinasi lebih lanjut dilakukan oleh Wakil Presiden JD Vance dengan kantor Perdana Menteri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al-Thani, untuk merampungkan detail perjanjian. Sumber diplomatik mengonfirmasi bahwa setelah percakapan dengan Al-Thani, Iran pun menyetujui proposal gencatan senjata tersebut. Namun, narasi Iran berbeda; media pemerintah mereka mengumumkan pada Selasa waktu setempat bahwa gencatan senjata tersebut “dipaksakan kepada musuh” setelah respons militer Iran terhadap “agresi AS”. Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, bahkan berterima kasih kepada angkatan bersenjata negaranya, menyatakan bahwa operasi militer terhadap Israel “berlanjut hingga menit terakhir,” menandakan berakhirnya permusuhan. Dalam unggahannya di X, Araghchi menegaskan, “Operasi militer Angkatan Bersenjata kami yang kuat untuk menghukum Israel atas agresinya berlanjut hingga menit terakhir, pada pukul 4 pagi,” merujuk pada pernyataan sebelumnya bahwa Iran akan menghentikan respons militernya jika Israel menghentikan serangannya pada waktu tersebut.
Gedung Putih menegaskan bahwa kesepakatan gencatan senjata ini tidak akan mungkin terwujud tanpa serangan AS terhadap tiga fasilitas nuklir Iran pada Sabtu. Peran Qatar sebagai perantara tidak hanya terbatas pada mediasi setelah serangan balasan. Sebelumnya pada Senin, Doha telah menginformasikan AS mengenai serangan Iran yang akan datang yang menargetkan pangkalan militer AS di Qatar, sebuah serangan yang berhasil dicegat tanpa menimbulkan korban jiwa. Terungkap bahwa pejabat Iran telah memberitahukan kepada Qatar tentang niat serangan balasan tersebut jauh-jauh hari. Sumber diplomatik kepada *CNN* mengungkapkan harapan bahwa serangan balasan Iran ini akan menjadi jalan keluar bagi Teheran untuk kembali ke meja perundingan, dan gencatan senjata ini diharapkan dapat membuka ruang lebih lanjut bagi diskusi antara Amerika Serikat dan Iran.
Di luar upaya gencatan senjata, ada pula dorongan diplomatik yang lebih luas untuk membawa Iran kembali ke meja perundingan kesepakatan nuklir baru. Sepanjang minggu lalu, terjadi pertukaran pesan intensif antara Washington dan Teheran melalui berbagai perantara, guna mencoba menghidupkan kembali diskusi tingkat tinggi. Bahkan, upaya sempat dilakukan untuk mengatur pertemuan antara Presiden Trump dan presiden Iran di Turki, meskipun rencana tersebut tidak pernah terwujud. Respons konsisten dari pihak Iran adalah kesediaan untuk berdialog, namun dengan syarat tunggal: Israel harus menghentikan operasi militernya. Sikap ini tetap dipertahankan oleh Menteri Luar Negeri Iran bahkan setelah serangan AS, di mana ia menyampaikan kepada beberapa perantara kesiapan Teheran untuk bernegosiasi jika Israel menghentikan agresinya.
Sebelum serangan AS yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap fasilitas nuklir Iran pada Sabtu, administrasi Trump telah mengirimkan pesan penting melalui perantara. Pesan tersebut menekankan dua hal: pertama, bahwa serangan AS akan bersifat terbatas; kedua, bahwa syarat utama dan sederhana Amerika Serikat untuk kesepakatan diplomatik dengan Iran adalah larangan pengayaan uranium. Meskipun Iran berulang kali menegaskan haknya untuk memperkaya uranium, sebuah sumber yang mengetahui pertemuan rahasia pada Sabtu mengungkapkan bahwa perantara telah menegaskan kembali kesediaan Gedung Putih untuk berunding tanpa syarat lain selain isu pengayaan uranium. Ini merupakan penyederhanaan signifikan dari berbagai poin yang telah dibahas dalam putaran-putaran pembicaraan nuklir sebelumnya. Setelah operasi militer AS, Utusan Khusus Steve Witkoff terus bertukar pesan dengan Teheran, sebagaimana dikonfirmasi oleh pejabat senior Gedung Putih dan sumber terkait. Menekankan komitmen terhadap diplomasi, Menteri Luar Negeri Marco Rubio secara terbuka menyatakan keinginan untuk negosiasi langsung dengan Iran pada Ahad. Ia menggarisbawahi bahwa kesepakatan yang memungkinkan Iran memiliki program nuklir sipil tanpa pengayaan uranium sendiri masih terbuka. “Jika mereka menelepon sekarang dan mengatakan kami ingin bertemu, mari kita bicarakan ini, kami siap melakukannya,” ujar diplomat senior AS tersebut dalam program *CBS ‘Face the Nation’*.
Meskipun gencatan senjata ini berhasil diumumkan, keseimbangan di Timur Tengah tetap rapuh. Upaya diplomatik intensif oleh Amerika Serikat, dengan bantuan krusial dari Qatar, akan terus menjadi kunci untuk meredakan ketegangan jangka panjang dan mencari solusi permanen bagi konflik yang terus membara antara Iran dan Israel, termasuk kemungkinan tercapainya kesepakatan nuklir baru.