WASHINGTON DC, RAGAMUTAMA.COM – Dalam sebuah momen yang sarat simbolisme dan kemeriahan, Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara resmi menandatangani rancangan undang-undang (RUU) pajak dan belanja andalannya menjadi undang-undang pada Jumat, 4 Juli 2025, bertepatan dengan perayaan Hari Kemerdekaan AS. Upacara megah yang diselenggarakan di Gedung Putih tersebut dimeriahkan dengan penampilan spektakuler pesawat pengebom siluman B-2 yang melintas di langit.
Dikelilingi oleh para anggota parlemen dari Partai Republik yang mendukung penuh pengesahan RUU ini, Trump dengan bangga menyatakan, “Amerika menang, menang, menang seperti yang belum pernah terjadi sebelumnya.” Ia menyebutnya sebagai “One Big Beautiful Bill” yang mencakup janji-janji kampanyenya, mulai dari perpanjangan pemotongan pajak yang telah berlaku sejak masa jabatan pertamanya, peningkatan signifikan anggaran militer, hingga alokasi dana besar untuk memperkuat program deportasi imigran.
Dibayangi kritik dan kekhawatiran defisit
Meskipun diklaim sebagai kemenangan politik gemilang bagi Donald Trump, pengesahan RUU pajak dan belanja ini tak luput dari kritik tajam, terutama dari Partai Demokrat dan sejumlah ekonom terkemuka. Kekhawatiran utama terpusat pada dampaknya terhadap defisit anggaran AS, yang diperkirakan akan melonjak hingga 3,4 triliun dollar AS (sekitar Rp 55 kuadriliun) dalam satu dekade ke depan.
Bahkan, laporan menyebutkan bahwa beberapa anggota Partai Republik sempat ragu dan enggan memberikan suara dukungan. Namun, Ketua DPR dari Partai Republik, Mike Johnson, berhasil menggalang dukungan akhir menjelang pemungutan suara, yang pada akhirnya mengesahkan RUU tersebut dengan selisih tipis: 218 suara mendukung berbanding 214 menolak. Dalam acara perayaan di Gedung Putih, Trump secara khusus menyampaikan apresiasi kepada Johnson, memujinya dengan ungkapan, “Pekerjaan yang luar biasa.”
Salah satu bagian paling kontroversial dari undang-undang ini adalah pemangkasan besar-besaran terhadap program kesejahteraan sosial, termasuk Medicaid—program asuransi kesehatan bagi warga berpenghasilan rendah—dan bantuan pangan federal. Analisis menunjukkan bahwa tak kurang dari 17 juta warga AS berisiko kehilangan perlindungan asuransi kesehatan mereka, bahkan beberapa rumah sakit di wilayah pedesaan diperkirakan terancam tutup akibat hilangnya pendanaan. Namun, Presiden Trump menepis kekhawatiran tersebut, menegaskan, “Mereka telah mengembangkan garis standar, dan kita tidak bisa membiarkan mereka lolos begitu saja. ‘Oh, itu berbahaya. Oh, semua orang akan mati.’ Itu justru sebaliknya.”
Kritik dari Elon Musk dan harapan Demokrat
Kritik terhadap undang-undang ini tidak hanya datang dari kalangan politik tradisional, melainkan juga dari figur berpengaruh seperti Elon Musk, mantan sekutu Donald Trump yang kini menjadi salah satu penentang terkerasnya. Musk bahkan secara terbuka menyatakan niatnya untuk membentuk partai politik baru sebagai tandingan Partai Republik. Sementara itu, Partai Demokrat berharap oposisi publik terhadap undang-undang ini dapat menjadi amunisi politik yang kuat dalam pemilu paruh waktu 2026, menyebut RUU ini sebagai bentuk nyata dari redistribusi kekayaan yang mengalir dari kelompok masyarakat termiskin kepada kalangan terkaya di Amerika.
Perayaan meriah di Gedung Putih
Terlepas dari kontroversi yang menyelimuti pengesahan RUU ini, Donald Trump tetap merayakannya dengan kemeriahan khasnya. Bersama Ibu Negara Melania Trump, ia menyaksikan langsung dari balkon Gedung Putih saat dua pesawat pengebom B-2 terbang rendah, diikuti oleh formasi jet tempur F-35 dan F-22. Pilot yang pernah terlibat dalam serangan udara ke fasilitas nuklir Iran dilaporkan turut diundang ke acara tersebut, yang juga menyuguhkan piknik untuk keluarga militer di halaman South Lawn. Dengan penuh percaya diri, Trump menyatakan, “Dua minggu terakhir, tidak pernah ada yang seperti ini, sejauh menyangkut kemenangan.”
Namun, di tengah suasana perayaan, sentimen masyarakat di Washington menunjukkan nuansa yang beragam. “Kemarin adalah hari yang mengerikan, hari ini adalah bagian terbaik dari Amerika,” ujar Elisabeth Hubir, seorang warga berusia 70 tahun yang turut menghadiri parade Empat Juli, menggarisbawahi kompleksitas pandangan publik terhadap momen bersejarah ini.