Trump Desak The Fed Turunkan Suku Bunga, Powell Terancam?

Avatar photo

- Penulis

Sabtu, 7 Juni 2025 - 10:27 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Trump Panaskan Perang Kata dengan The Fed: Desak Pangkas Suku Bunga 1 Poin Penuh, Powell Disebut ‘Terlambat Bertindak’

JAKARTA, RAGAMUTAMA.COM — Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali mengintensifkan tekanannya terhadap Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell. Kali ini, desakannya jauh lebih ekstrem: meminta pemangkasan suku bunga acuan sebesar satu poin persentase penuh.

Melalui unggahan di media sosial pada Sabtu (7/6/2024), Trump secara blak-blakan mengkritik kebijakan suku bunga The Fed. Dengan julukan pedas “Terlambat Bertindak,” ia menilai Powell telah membuat kesalahan fatal. “Terlambat di The Fed adalah bencana! Meski dia ada, negara kita tetap hebat. Pangkas satu poin penuh, berikan bahan bakar roket!” tulis Trump, menggambarkan urgensi pemangkasan suku bunga sebagai pendorong vital ekonomi.

Meski permintaan Trump terhadap pemangkasan suku bunga bukanlah hal baru, ukuran desakannya kali ini sangat ekstrem. Presiden yang menunjuk Powell pada 2017 itu berulang kali menuding sang ketua terlalu berhati-hati dalam menurunkan biaya pinjaman. Bahkan, bulan lalu, Trump secara langsung menekan Powell dalam sebuah pertemuan di Gedung Putih.

Menyikapi situasi ini, Trump berbicara kepada wartawan di pesawat kepresidenan Air Force One, mengungkapkan tengah mempertimbangkan calon pengganti Powell, yang masa jabatannya berakhir Mei 2026. “Akan diumumkan segera,” katanya, tanpa menyebut nama spesifik. Saat ditanya soal Kevin Warsh, mantan gubernur The Fed, Trump menjawab singkat, “Ia sangat dihormati.”

Kontras dengan desakan Trump, The Fed dijadwalkan menggelar pertemuan pada 17–18 Juni mendatang, dan diperkirakan kuat akan tetap mempertahankan suku bunga acuan. Para pejabat bank sentral sebelumnya telah menyatakan keinginan mereka untuk melihat dampak penuh dari kebijakan ekonomi Trump—terutama terkait tarif, pajak, dan imigrasi—sebelum mengubah arah kebijakan moneter.

Perlu dicatat, pemangkasan suku bunga sebesar satu persen dalam satu pertemuan sangat jarang terjadi dan hanya dilakukan dalam situasi gawat darurat ekonomi. Kali terakhir langkah drastis serupa diambil adalah Maret 2020, kala pandemi Covid-19 memicu resesi mendalam dan lonjakan pengangguran besar-besaran.

Baca Juga :  Kekayaan Dua Calon Deputi Gubernur BI: Seberapa Besar dan Transparan?

The Fed sendiri memiliki mandat ganda dari Kongres: menargetkan inflasi 2% dan menyeimbangkan stabilitas harga dengan penciptaan lapangan kerja. Menurunkan suku bunga terlalu cepat berisiko memicu tekanan inflasi, sementara mempertahankannya terlalu tinggi dapat menahan laju pertumbuhan ekonomi.

Desakan Trump ini muncul setelah data terbaru menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja melambat di bulan Mei, namun tetap solid, dengan tingkat pengangguran bertahan di 4,2%. Gedung Putih, di sisi lain, menyebut ekonomi tengah “melonjak” penuh vitalitas, ditopang pertumbuhan gaji dan inflasi yang mulai terkendali. Namun, pejabat The Fed menilai kondisi pasar kerja masih cukup kuat untuk mempertahankan suku bunga, khawatir bahwa pelonggaran dini justru akan memperburuk tekanan inflasi yang belum sepenuhnya mereda.

Dalam unggahan berikutnya, Trump menuduh Powell membuat negara “merugi besar” karena mempertahankan suku bunga tinggi, yang berdampak langsung pada biaya bunga utang pemerintah. “Jika dia memotong, kita bisa turunkan bunga utang jangka pendek dan panjang. Inflasi tak ada. Kalau nanti muncul lagi, naikkan suku bunga. Sangat sederhana!!!” tulisnya lagi, menegaskan pandangannya.

Sejak The Fed menaikkan suku bunga untuk meredam inflasi tinggi dalam beberapa tahun terakhir, biaya pinjaman AS memang melonjak signifikan. Rata-rata suku bunga obligasi pemerintah kini berada di kisaran 3,36%, jauh lebih tinggi dibanding era sebelum kenaikan suku bunga. Tahun fiskal lalu, pembayaran bunga utang bahkan setara 3,06% dari Produk Domestik Bruto (PDB)—tingkat tertinggi sejak 1996. Ironisnya, meskipun Trump dan Partai Republik berjanji menekan defisit, RUU pemotongan pajak yang tengah mereka dorong justru diperkirakan akan memperlebar defisit. Kantor Anggaran Kongres (CBO) memperkirakan RUU tersebut akan menambah beban bunga sebesar US$551 miliar selama satu dekade. Proyeksi ini belum mencakup dampak lain seperti potensi dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Baca Juga :  IHSG Berpotensi Menguji Support 5.825? Intip Rekomendasi Saham BRPT, GOTO, dan PGAS!

The Fed Semakin Mantap Tahan Suku Bunga Acuan

Di sisi lain, The Fed semakin mantap untuk mempertahankan suku bunga acuannya, terutama setelah data ketenagakerjaan terbaru menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja AS masih cukup kuat di tengah ketidakpastian akibat perubahan besar dalam kebijakan perdagangan.

Laporan bulanan Departemen Tenaga Kerja AS yang dirilis Jumat (6/6/2024) mencatat tingkat pengangguran tetap di 4,2% pada Mei. Meski penciptaan lapangan kerja tercatat sebanyak 139.000—lebih rendah dibandingkan rata-rata tahun lalu—revisi ke bawah pada data sebelumnya tetap mengindikasikan pelemahan yang bertahap, bukan mendadak.

Para pengambil kebijakan di The Fed tetap berhati-hati. Presiden Fed Philadelphia Patrick Harker menyebut laporan ketenagakerjaan ini “solid” dan menegaskan bahwa saat ini adalah waktu yang tepat untuk mempertahankan kebijakan. Dengan pertemuan The Fed yang dijadwalkan pada 17–18 Juni, pasar kini memprediksi pemangkasan pertama baru akan terjadi pada September, disusul satu kali lagi pada Desember. Setelah laporan ketenagakerjaan dirilis, ekspektasi terhadap kemungkinan pemangkasan ketiga tahun ini mulai berkurang.

“Data ketenagakerjaan yang kuat memperkuat argumen The Fed untuk bersabar,” kata Scott Helfstein, Kepala Strategi Investasi Global X. Namun demikian, sejumlah analis memperkirakan pasar tenaga kerja akan terus melemah dalam beberapa bulan ke depan akibat tekanan dari tarif impor dan ketidakpastian kebijakan pemerintah. Laporan terbaru juga menunjukkan bahwa penambahan lapangan kerja hanya terjadi di sektor-sektor terbatas seperti layanan kesehatan, sementara sektor manufaktur mencatat penurunan terbesar sejak Januari.

Berita Terkait

OJK Terbitkan Aturan Co-Payment, DPR Panggil dan Dalami Alasan!
Gaji ke-13 ASN: Sejarah, Tujuan, dan Peraturan Terbaru
Prabowo Diundang ke KTT G7, Kanada Kirim Undangan Resmi!
Prabowo ke KTT G7 Kanada, Jadi Tamu Kehormatan, Apa Artinya?
Amran Sulaiman Curiga Mafia Pangan Manipulasi Stok Beras, Harga Naik?
Diskon Listrik Batal, Ini Alasan Tak Masuk Stimulus Ekonomi!
Dasco Temui Megawati, Bahas Pilpres 2024? Bocoran Pertemuan di Sini!
Jokowi Ungkap Calon Ketum PPP Berkualitas, Kode Keras ke PSI?

Berita Terkait

Sabtu, 7 Juni 2025 - 21:02 WIB

OJK Terbitkan Aturan Co-Payment, DPR Panggil dan Dalami Alasan!

Sabtu, 7 Juni 2025 - 20:17 WIB

Gaji ke-13 ASN: Sejarah, Tujuan, dan Peraturan Terbaru

Sabtu, 7 Juni 2025 - 18:12 WIB

Prabowo Diundang ke KTT G7, Kanada Kirim Undangan Resmi!

Sabtu, 7 Juni 2025 - 18:08 WIB

Prabowo ke KTT G7 Kanada, Jadi Tamu Kehormatan, Apa Artinya?

Sabtu, 7 Juni 2025 - 13:42 WIB

Amran Sulaiman Curiga Mafia Pangan Manipulasi Stok Beras, Harga Naik?

Berita Terbaru

entertainment

Bob Dylan: A Complete Unknown, Kisah Epik Sang Legenda Musik

Minggu, 8 Jun 2025 - 01:12 WIB

entertainment

Bob Dylan: Profil Lengkap, Film Baru, dan Pengaruhnya di Musik

Sabtu, 7 Jun 2025 - 22:57 WIB

Public Safety And Emergencies

Kebakaran Kapuk Muara, Pemprov DKI Dirikan 9 Tenda Pengungsian

Sabtu, 7 Jun 2025 - 22:52 WIB