Setidaknya 31 nyawa warga sipil melayang, dan 46 lainnya menderita luka-luka, akibat serangkaian serangan udara dan tembakan yang dilancarkan oleh India ke wilayah Pakistan, termasuk area Kashmir, pada hari Rabu, 7 Mei.
Pemerintah Pakistan mengecam keras tindakan tersebut sebagai pelanggaran berat terhadap kedaulatan negara dan berjanji untuk melakukan pembalasan yang setimpal.
“Darah warga sipil yang tak berdosa tidak akan kami biarkan tumpah sia-sia. India harus menanggung konsekuensi atas kesalahan fatal yang mereka lakukan tadi malam,” tegas Perdana Menteri Shehbaz Sharif dalam pidato kenegaraannya, seperti yang dilansir oleh Reuters.
Menteri Luar Negeri Pakistan, Mohammad Ishaq Dar, mengungkapkan bahwa komunikasi sempat terjalin antara penasihat keamanan nasional dari kedua negara, namun demikian, respons militer tetap akan diambil.
“Kami akan membalas serangan ini pada waktu, tempat, dan dengan cara yang kami tentukan sendiri,” demikian bunyi pernyataan resmi dari pemerintah Pakistan.
Kementerian Pertahanan Pakistan mengklaim telah berhasil menembak jatuh lima pesawat militer India dan menekankan bahwa tanggapan mereka hanya akan menargetkan instalasi militer, bukan warga sipil.
Akan tetapi, klaim ini masih belum mendapatkan pengakuan dari pihak India.
Sementara itu, pihak India menyatakan bahwa serangan yang diarahkan ke sembilan lokasi yang diduga sebagai kamp pelatihan militan adalah sebagai balasan atas serangan yang menimpa rombongan wisatawan Hindu di Kashmir India pada bulan April lalu.
Delhi menyebut operasi militer ini dengan nama sandi “Operasi Sindoor”.
Di Muzaffarabad, yang merupakan ibu kota Kashmir Pakistan, lima buah rudal menghantam sebuah masjid yang juga berfungsi sebagai madrasah di pusat kota. Akibat serangan ini, tiga orang dilaporkan tewas.
Saksi mata menggambarkan bagaimana bangunan dua lantai tersebut hancur lebur, atapnya ambruk, dan barang-barang keperluan rumah tangga berserakan di mana-mana.
India bersikukuh bahwa lokasi serangan tersebut adalah kamp militan ‘radikal’, namun klaim tersebut dengan tegas dibantah oleh pihak Pakistan.
Selain serangan udara, pertempuran sengit juga terjadi di sepanjang perbatasan de facto di wilayah Kashmir.
Serangan ini terjadi di tengah kondisi ekonomi Pakistan yang masih rentan pasca-krisis, dan berpotensi mengganggu proses negosiasi pinjaman dengan IMF senilai USD 7 miliar.
Ketegangan yang meningkat ini juga meningkatkan risiko eskalasi konflik antara kedua negara bersenjata nuklir tersebut, yang telah terlibat dalam tiga peperangan sejak tahun 1947, dua di antaranya berkaitan erat dengan sengketa wilayah Kashmir.
India telah menyampaikan kepada 13 duta besar asing bahwa jika Pakistan melakukan pembalasan, India juga akan memberikan respons yang setimpal.
Di sisi lain, Presiden AS saat itu, Donald Trump, menyerukan penghentian segera segala bentuk kekerasan dan menawarkan diri untuk menjadi penengah dalam konflik ini.
Seruan serupa juga datang dari berbagai organisasi dan negara, termasuk PBB, China, Rusia, dan Inggris.
Situasi yang memanas ini turut berdampak signifikan pada lalu lintas udara dan pasar keuangan. Sejumlah maskapai penerbangan memutuskan untuk membatalkan penerbangan menuju wilayah India dan Pakistan.
Nilai tukar Rupee India juga mengalami penurunan hingga mencapai titik terlemah dalam satu bulan terakhir.