Sebuah kisah pilu terungkap di lorong pertokoan Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, ketika seorang bocah perempuan berusia 7 tahun ditemukan dalam kondisi terlantar dan penuh luka penganiayaan pada Rabu (11/6) pagi. Anak malang ini mengaku baru tiba di Jakarta dari Stasiun Pasar Turi, Surabaya, bersama ayahnya, sesaat sebelum insiden nahas yang menimpanya.
Saat dievakuasi oleh petugas Satpol PP, anak tersebut dengan lugu menceritakan perjalanannya. Menurut pengakuannya kepada Muhidin, Kasatgas Satpol PP Kelurahan Kebayoran Lama Utara, ia dibawa ke Jakarta dari Stasiun Pasar Turi dan tiba pada Senin (9/6). Perjalanan dilanjutkan dengan ojek sebelum ia dan ayahnya bermalam di area pasar tersebut. “Berarti kan belum lama juga di sini,” terang Muhidin, menguatkan indikasi bahwa mereka baru sebentar di ibu kota.
Namun, kebersamaan sang bocah dengan ayahnya tak berlangsung lama. Menurut keterangan anak, ayahnya menghilang setelah sempat terlihat oleh sekuriti pasar sekitar pukul 02.00 WIB. “Memang baru orang dikenal gitu,” tambah Muhidin, mengindikasikan kehadiran mereka yang belum akrab bagi para petugas. Anak yang tak berdaya ini kemudian ditemukan lemas dan penuh luka saat aktivitas pasar mulai ramai pada pagi hari, sekitar pukul 07.00 WIB, memicu keprihatinan warga dan petugas.
Luka-luka yang ditemukan pada tubuh bocah ini sungguh mengkhawatirkan dan mengindikasikan dugaan kekerasan berat. Eko (43), anggota Satpol PP Kelurahan Cipulir yang turut mengevakuasi korban ke Puskesmas Cipulir, mengungkapkan detail yang mengerikan. “Dia [mengaku] dibakar di sawah. Diobatin, tapi disiksa lagi,” ujar Eko. Penganiayaan ini tidak berhenti di situ; korban juga menceritakan bahwa ayahnya sempat marah karena nasi basi dan tega “membacok” kakinya. Hasil pemeriksaan menunjukkan luka bacok sekitar lima hingga enam sentimeter di lutut, lebam pada kelopak mata kiri, serta tulang lengan kanan yang menonjol keluar, menjadi bukti nyata kekejaman yang dialaminya.
Selain kisah pilu penganiayaan, sang bocah juga memberikan informasi mengenai keluarganya. Ia menyebut ayahnya bernama Jusuf Arjuna dan ibunya, Siti, yang telah meninggal dunia. Selama ini, ia hidup berdua saja dengan sang ayah. Ketika ditanya di mana biasa tidur, dengan polos ia menjawab “di ubin-ubin aja gitu,” menggambarkan kondisi hidup yang sangat memprihatinkan.
Meskipun demikian, identitas lengkap dan asal korban belum dapat dipastikan karena tidak ditemukan dokumen atau surat identitas apapun bersamanya. Hanya logat bicaranya yang membuat petugas menduga korban berasal dari Jawa. Kesaksian warga dan pedagang turut menguatkan keberadaan bocah ini bersama ayahnya. Dimas Wijayanto (25), petugas keamanan pasar, membenarkan sempat melihat korban bersama seorang pria yang diduga ayahnya sekitar pukul 02.00 WIB saat mulai berpatroli. “Setelah jam 3 kita muter lagi, sudah enggak ada,” kata Dimas, mengonfirmasi hilangnya sang ayah. Bahkan, Asep, seorang pemilik toko bordir yang berdekatan dengan tempat korban ditemukan, sempat berinteraksi dan memberinya roti sekitar pukul 05.00 WIB. Dengan nada memelas, bocah itu sempat berujar, “Om ikut om ya,” yang memilukan hati Asep.
Saat ini, bocah korban penganiayaan tersebut telah dirujuk dari Puskesmas Cipulir ke RSUD Kebayoran Lama untuk mendapatkan perawatan medis lanjutan dan pemulihan psikologis. Pihak berwenang masih terus mendalami kasus ini, termasuk menelusuri keberadaan Jusuf Arjuna, ayah korban, dan menyelidiki dugaan tindak kekerasan berulang yang mungkin dialami oleh anak malang ini.